25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Pedagang Buku Tergusur ke Mandala

Dampak City CheCk In di Stasiun Besar Medan

BUKU: Dua pelajar memilih buku di lapak penjual buku bekas di Lapangan Merdeka Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
BUKU: Dua pelajar memilih buku di lapak penjual buku bekas di Lapangan Merdeka Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Kesiapan dan persiapan rel kereta api menuju Bandara Kualanamu terus dikebut. Bahkan, persiapan relnya sudah mencapai 40 persen. Namun, dampak dari pembangunan City Check In ini, bakal menggusur para pedagang buku yang berdagang di Lapangan Merdeka Medan.

“PT KAI sudah berkoordinasi dengan Pemko Medan dalam pengadaan lahan dan lokasi untuk City Check In dan parkirnya yang rencananya akan memakai sebagian wilayah Lapangan Merdeka,” ujar Humas PT KAI Divre I Sumut Hasri.

Keterangan ini memastikan akan menggusur ‘lapak’ para pedagang buku di seputaran Lapangan Merdeka. Ditambahkan Hasri, untuk para pedagang buku rencananya akan direlokasikan ke lahan milik PT KAI yang ada di sebelah Timur yakni di Lahan PT KAI yang ada di Mandala By Pass. “Saat ini masih tahap awal yakni penyediaan lahan dan dalam proses pengajuan pembangunan kios-kios bagi pedagang buku,” ujarnya.

Namun, pihak PT KAI Sumut maupun Pemko Medan hingga saat ini belum memberitahukan relokasi itu kepada para pedagang buku. “Rencananya Pemko Medan sendiri yang akan memberitahukan dan PT KAI tetap mendampingi dalam pemberitahuan tersebut,” tambahnya.

Lalu, bagaimana dengan kesiapan rel menuju Kualanamu? Hasri memaparkan, saat ini pihaknya masih memakai rel kereta api yang sudah ada menuju Bandara Kualanamu. Pihaknya juga hanya bertugas merawat saja. “Intinya semua diatur dalam UU No 23 tahun 2007 dan kita tak ada mengerjakan hal-hal yang lain sebab itu tugas Satker. Sekali lagi saya katakan, untuk City Check In ini sudah ada lahan tapi masih dalam tahap awal saja dan masih dalam pembahasan,” jelasnya.

Rawan Konflik

Pemerhati Transportasi dan Tata Ruang Filiyanti Bangun berpendapat, pembangunan City Check In di Stasiun Besar Kereta Api Medan berdampak kepada pedagang jual buku di lapangan Merdeka di Jalan Stasiun Medan. “Jangan mengambilkan kebijakan sendiri tanpa ada melihat resikonya yang menimbulkan konflik,” ujarnya.

Filiyan mengatakan seharusnya pihak PT KAI harus meminta pendapat pihak pemerintah seperti Pemko Medan, camat setempat, lurah setempat, dan para akedemisi dalam bidang terkait. Pasalnya, hal ini akan berdampak konflik kalau tidak dikaji dengan seksama.

Dosen dan peneliti bidang transportasi di Teknik Sipil USU ini menilai, untuk relokasi belum tentu akan sesuai harapan. “Relokasi belum tentu diterima sama pedagang karena letak relokasi yang tidak strategis akan menurunkan omzet mereka,” kata dia.

Pernyataan berbeda disampaikan Juliandi Siregar, anggota Komisi D DPRD Kota Medan. Menurutnya, tempat parkir City Check In di lahan pedagang buku bekas sudah tepat, pasalnya fasilitas parkir KA saat ini tidak maksimal. “Takutnya penumpang tetap saja parkir di depan stasiun besar,” ujarnya.
Melihat hal itu, Juliandi mengungkapkan harus diberikan solusi kepada pedagang dan harus dikaji lebih dalam untuk melakukan relokasi dan penataan.”Harus dilakukan pengkajian dan penataan yang terbaik untuk pedagang,” tegasnya.

Pedagang Menolak

Apa yang diungkapkan Juliandi diamini pedagang buku yang ada di kawasan lapangan Merdeka. Wati (53) yang mengaku telah berjualan lebih dari 30 tahun itu menolak jika harus dipindahkan dari lokasi tempat dirinya biasa membuka lapak dagangannya.

“Memang mengenai adanya rencana perpindahan lokasi jualan sudah kami dengar sejak lama. Tapi kami sangat menyesalkan rencana pemerintah, karena lokasi jualan baru yang terlalu jauh dan tidak strategis. Secara tidak langsung, itu akan mengurangi pemasukan kami,” ujar Wati yang mengaku bisa mendapatkan omzet mencapai 200 ribu per harinya jika memasuki tahun ajaran baru.

Masih menurut Wati, rencana pemerintah untuk merelokasi lokasi pedagang dianggap tidak manusiawi. Selain lokasi saat ini sangat strategis di inti kota, perpindahan lokasi bukan sekali ini saja mereka alami.

“Sebelumnya kami juga pernah digusur dari atas jembatan layang. Lantas kami disuruh berjualan di toko yang disediakan pemerintah dengan harga sewa yang relatif cukup tinggi. Sekarang disuruh lagi pindah ke lokasi yang sangat jauh dari pusat kota. Tentu saja ini akan berakibat terhadap penurunan penjualan,”ucapnya.

Namun, Wati belum bisa memastikan tindakan yang akan diambilnya serta pedagang yang lain, jika nantinya rencana ini jadi terealisasi. “Kami belum tahu langkah yang akan kami ambil untuk mempertahankan tempat ini. Kita liat sajalah nanti Bang,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan pedagang yang biasa disapa Pak Haji. Meskipun dirinya sudah mendengar desas-desus adanya rencana perpindahan lokasi dagangan karena pembangunan City Check In tersebut.

Dirinya menilai kebijakan pemerintah untuk merelokasi lokasi dagangan para pedagang buku bekas dari tempat biasa mereka berjualan dianggap tidak memihak kepada kepentingan rakyat kecil. “Pemerintah enak saja memindahkan kami, tapi mereka tidak sadar kebijakan mereka sangat merugikan masyarakat kecil seperti kami ini,” ucapnya. (jon/gus/uma)

Dampak City CheCk In di Stasiun Besar Medan

BUKU: Dua pelajar memilih buku di lapak penjual buku bekas di Lapangan Merdeka Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
BUKU: Dua pelajar memilih buku di lapak penjual buku bekas di Lapangan Merdeka Medan.//TRIADI WIBOWO/SUMUT POS
Kesiapan dan persiapan rel kereta api menuju Bandara Kualanamu terus dikebut. Bahkan, persiapan relnya sudah mencapai 40 persen. Namun, dampak dari pembangunan City Check In ini, bakal menggusur para pedagang buku yang berdagang di Lapangan Merdeka Medan.

“PT KAI sudah berkoordinasi dengan Pemko Medan dalam pengadaan lahan dan lokasi untuk City Check In dan parkirnya yang rencananya akan memakai sebagian wilayah Lapangan Merdeka,” ujar Humas PT KAI Divre I Sumut Hasri.

Keterangan ini memastikan akan menggusur ‘lapak’ para pedagang buku di seputaran Lapangan Merdeka. Ditambahkan Hasri, untuk para pedagang buku rencananya akan direlokasikan ke lahan milik PT KAI yang ada di sebelah Timur yakni di Lahan PT KAI yang ada di Mandala By Pass. “Saat ini masih tahap awal yakni penyediaan lahan dan dalam proses pengajuan pembangunan kios-kios bagi pedagang buku,” ujarnya.

Namun, pihak PT KAI Sumut maupun Pemko Medan hingga saat ini belum memberitahukan relokasi itu kepada para pedagang buku. “Rencananya Pemko Medan sendiri yang akan memberitahukan dan PT KAI tetap mendampingi dalam pemberitahuan tersebut,” tambahnya.

Lalu, bagaimana dengan kesiapan rel menuju Kualanamu? Hasri memaparkan, saat ini pihaknya masih memakai rel kereta api yang sudah ada menuju Bandara Kualanamu. Pihaknya juga hanya bertugas merawat saja. “Intinya semua diatur dalam UU No 23 tahun 2007 dan kita tak ada mengerjakan hal-hal yang lain sebab itu tugas Satker. Sekali lagi saya katakan, untuk City Check In ini sudah ada lahan tapi masih dalam tahap awal saja dan masih dalam pembahasan,” jelasnya.

Rawan Konflik

Pemerhati Transportasi dan Tata Ruang Filiyanti Bangun berpendapat, pembangunan City Check In di Stasiun Besar Kereta Api Medan berdampak kepada pedagang jual buku di lapangan Merdeka di Jalan Stasiun Medan. “Jangan mengambilkan kebijakan sendiri tanpa ada melihat resikonya yang menimbulkan konflik,” ujarnya.

Filiyan mengatakan seharusnya pihak PT KAI harus meminta pendapat pihak pemerintah seperti Pemko Medan, camat setempat, lurah setempat, dan para akedemisi dalam bidang terkait. Pasalnya, hal ini akan berdampak konflik kalau tidak dikaji dengan seksama.

Dosen dan peneliti bidang transportasi di Teknik Sipil USU ini menilai, untuk relokasi belum tentu akan sesuai harapan. “Relokasi belum tentu diterima sama pedagang karena letak relokasi yang tidak strategis akan menurunkan omzet mereka,” kata dia.

Pernyataan berbeda disampaikan Juliandi Siregar, anggota Komisi D DPRD Kota Medan. Menurutnya, tempat parkir City Check In di lahan pedagang buku bekas sudah tepat, pasalnya fasilitas parkir KA saat ini tidak maksimal. “Takutnya penumpang tetap saja parkir di depan stasiun besar,” ujarnya.
Melihat hal itu, Juliandi mengungkapkan harus diberikan solusi kepada pedagang dan harus dikaji lebih dalam untuk melakukan relokasi dan penataan.”Harus dilakukan pengkajian dan penataan yang terbaik untuk pedagang,” tegasnya.

Pedagang Menolak

Apa yang diungkapkan Juliandi diamini pedagang buku yang ada di kawasan lapangan Merdeka. Wati (53) yang mengaku telah berjualan lebih dari 30 tahun itu menolak jika harus dipindahkan dari lokasi tempat dirinya biasa membuka lapak dagangannya.

“Memang mengenai adanya rencana perpindahan lokasi jualan sudah kami dengar sejak lama. Tapi kami sangat menyesalkan rencana pemerintah, karena lokasi jualan baru yang terlalu jauh dan tidak strategis. Secara tidak langsung, itu akan mengurangi pemasukan kami,” ujar Wati yang mengaku bisa mendapatkan omzet mencapai 200 ribu per harinya jika memasuki tahun ajaran baru.

Masih menurut Wati, rencana pemerintah untuk merelokasi lokasi pedagang dianggap tidak manusiawi. Selain lokasi saat ini sangat strategis di inti kota, perpindahan lokasi bukan sekali ini saja mereka alami.

“Sebelumnya kami juga pernah digusur dari atas jembatan layang. Lantas kami disuruh berjualan di toko yang disediakan pemerintah dengan harga sewa yang relatif cukup tinggi. Sekarang disuruh lagi pindah ke lokasi yang sangat jauh dari pusat kota. Tentu saja ini akan berakibat terhadap penurunan penjualan,”ucapnya.

Namun, Wati belum bisa memastikan tindakan yang akan diambilnya serta pedagang yang lain, jika nantinya rencana ini jadi terealisasi. “Kami belum tahu langkah yang akan kami ambil untuk mempertahankan tempat ini. Kita liat sajalah nanti Bang,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan pedagang yang biasa disapa Pak Haji. Meskipun dirinya sudah mendengar desas-desus adanya rencana perpindahan lokasi dagangan karena pembangunan City Check In tersebut.

Dirinya menilai kebijakan pemerintah untuk merelokasi lokasi dagangan para pedagang buku bekas dari tempat biasa mereka berjualan dianggap tidak memihak kepada kepentingan rakyat kecil. “Pemerintah enak saja memindahkan kami, tapi mereka tidak sadar kebijakan mereka sangat merugikan masyarakat kecil seperti kami ini,” ucapnya. (jon/gus/uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/