30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tingginya Angka Kematian Ibu Melahirkan di Sumut karena Usia Terlalu Muda atau Tua

Menyusui bayi-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menurut Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sumatera Utara (Sumut), Idau Ginting, tingginya AKI melahirkan yang terjadi disebabkan beberapa faktor. Menurutnya, faktor ini sering disebut 4 Terlalu atau 4T.

“4T yang dimaksud yakni usia ibu terlalu muda saat hamil dan melahirkan, terlalu tua masih melahirkan, jaraknya terlalu dekat, dan terlalu sering melahirkan. Inilah penyebab masih tingginya angka kematian ibu melahirkan,” ungkap Idau kepada wartawan di Medan baru-baru ini.

Kata dia, tahun 2019 ini untuk di kabupaten/kota Sumut memiliki AKI melahirkan yang cenderung dinamis. Ada yang menurun dan ada juga yang bertambah. Sebab, di Sumut memiliki daerah yang luas dengan jumlah 33 kabupaten/kota, sehingga penyumbang AKI melahirkan menjadi banyak.

“Salah satunya di Serdang Bedagai, berdasarkan informasi terakhir sampai September tahun ini ada peningkatan AKI. Kalau tahun 2018 pada bulan yang sama masih 6. Namun, di September 2019 ini sudah 8. Begitupun, kita tunggu lah sampai akhir tahun ini,” bebernya.

Diutarakan Idau, untuk menurunkan AKI melahirkan bisa dilakukan dengan ber-KB. “Tidak ketahuan seorang ibu hamil lagi bisa juga menjadi faktor. Hal itu kemungkinan tidak menjadi peserta KB. Padahal, dengan KB AKI melahiran bisa ditekan,” tukasnya.

Pengamat kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI mengatakan, permasalahan kematian ibu melahirkan bukan hanya dikarenakan 4T saja tetapi juga 3 Terlambat atau 3T. Artinya, terlambat mengambil keputusan, sehingga terlambat untuk mendapat penanganan.

Lalu, terlambat sampai ke tempat rujukan karena kendala transportasi, dan terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan sumber daya manusia. “Banyak faktor yang menentukan angka kematian ibu ini, termasuk ketersediaan dokter kandungan,” ujarnya.

Mantan Kepala Dinkes Medan ini menuturkan, permasalahan kematian ibu terbilang kompleks, sehingga penanganan yang harus dilakukan oleh pemerintah harus secara menyeluruh. Hal ini supaya kasus kematian ibu benar-benar dapat ditekan. “Bukan hanya persoalan sumber daya manusia saja, karena persoalan kesehatan setiap daerah berbeda-beda. Misalnya, di Aceh, Sumut, atau pun Papua, tentu berbeda,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Kadis PPKB) Medan Usma Polita Nasution mengatakan, untuk di Medan sendiri pihaknya terus berupaya bagaimana bersinergi dalam peran pelayanan baik dengan BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, PKK. Dengan begitu, diharapkan bisa menurunkan angka kematian ibu melahirkan.

“Dengan menurunkan AKI melahirkan, artinya untuk keberhasilannya dengan keluarga yang berencana ini tidak hanya kami saja tapi semuanya. Maka, dari kami dimulai dari Kampung KB. Memang untuk kesadaran masyarakat kita minim dan tidak bisa kita pungkiri. Karena itu, kita lebih optimal mengomunikasikan untuk KB dengan jemput bola atau door to door serta bersinergi dengan yang lainnya akan kesadaran untuk ber-KB,” pungkasnya. (ris/ila)

Menyusui bayi-Ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menurut Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Sumatera Utara (Sumut), Idau Ginting, tingginya AKI melahirkan yang terjadi disebabkan beberapa faktor. Menurutnya, faktor ini sering disebut 4 Terlalu atau 4T.

“4T yang dimaksud yakni usia ibu terlalu muda saat hamil dan melahirkan, terlalu tua masih melahirkan, jaraknya terlalu dekat, dan terlalu sering melahirkan. Inilah penyebab masih tingginya angka kematian ibu melahirkan,” ungkap Idau kepada wartawan di Medan baru-baru ini.

Kata dia, tahun 2019 ini untuk di kabupaten/kota Sumut memiliki AKI melahirkan yang cenderung dinamis. Ada yang menurun dan ada juga yang bertambah. Sebab, di Sumut memiliki daerah yang luas dengan jumlah 33 kabupaten/kota, sehingga penyumbang AKI melahirkan menjadi banyak.

“Salah satunya di Serdang Bedagai, berdasarkan informasi terakhir sampai September tahun ini ada peningkatan AKI. Kalau tahun 2018 pada bulan yang sama masih 6. Namun, di September 2019 ini sudah 8. Begitupun, kita tunggu lah sampai akhir tahun ini,” bebernya.

Diutarakan Idau, untuk menurunkan AKI melahirkan bisa dilakukan dengan ber-KB. “Tidak ketahuan seorang ibu hamil lagi bisa juga menjadi faktor. Hal itu kemungkinan tidak menjadi peserta KB. Padahal, dengan KB AKI melahiran bisa ditekan,” tukasnya.

Pengamat kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI mengatakan, permasalahan kematian ibu melahirkan bukan hanya dikarenakan 4T saja tetapi juga 3 Terlambat atau 3T. Artinya, terlambat mengambil keputusan, sehingga terlambat untuk mendapat penanganan.

Lalu, terlambat sampai ke tempat rujukan karena kendala transportasi, dan terlambat mendapat penanganan karena terbatasnya sarana dan sumber daya manusia. “Banyak faktor yang menentukan angka kematian ibu ini, termasuk ketersediaan dokter kandungan,” ujarnya.

Mantan Kepala Dinkes Medan ini menuturkan, permasalahan kematian ibu terbilang kompleks, sehingga penanganan yang harus dilakukan oleh pemerintah harus secara menyeluruh. Hal ini supaya kasus kematian ibu benar-benar dapat ditekan. “Bukan hanya persoalan sumber daya manusia saja, karena persoalan kesehatan setiap daerah berbeda-beda. Misalnya, di Aceh, Sumut, atau pun Papua, tentu berbeda,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Kadis PPKB) Medan Usma Polita Nasution mengatakan, untuk di Medan sendiri pihaknya terus berupaya bagaimana bersinergi dalam peran pelayanan baik dengan BPJS Kesehatan, Dinas Kesehatan, PKK. Dengan begitu, diharapkan bisa menurunkan angka kematian ibu melahirkan.

“Dengan menurunkan AKI melahirkan, artinya untuk keberhasilannya dengan keluarga yang berencana ini tidak hanya kami saja tapi semuanya. Maka, dari kami dimulai dari Kampung KB. Memang untuk kesadaran masyarakat kita minim dan tidak bisa kita pungkiri. Karena itu, kita lebih optimal mengomunikasikan untuk KB dengan jemput bola atau door to door serta bersinergi dengan yang lainnya akan kesadaran untuk ber-KB,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/