Site icon SumutPos

Para Aktor ‘Yang Mulia’ Sibuk Bertanya soal Motif Merekam, Dijawab… Ditanya Lagi

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin saat memberikan kesaksiannya dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di komplek parlemen, Senayan, Jakarta. Maroef memberikan keterangan dugaan pelanggaran terkait kasus kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Kamis 3 Desember 2015.
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin saat memberikan kesaksiannya dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR di komplek parlemen, Senayan, Jakarta. Maroef memberikan keterangan dugaan pelanggaran terkait kasus kode etik Ketua DPR Setya Novanto. Kamis 3 Desember 2015.

Minggu ini, selama dua hari pada Rabu dan Kamis (2-3/12/2015), jutaan mata tertuju ke ruang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang terletak di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta. Melalui layar televisi, surat kabar dan portal berita online termasuk media sosial, masyarakat dari seantero Nusantara dapat menyaksikan, membaca serta mengikuti lakon para aktor “Yang Mulia” dalam Sidang MKD.

Proses Persidangan MKD yang dipimpin Wakil Ketua MKD Junimart Girsang itu, para ‘Yang Mulia” Anggota MKD mencecar Menteri ESDM Sudirman Said selaku pelapor dan Presiden Direktur (Presdir) PT Freeport Indonesia Ma’roef Sayamsuddin selaku saksi kunci terkait rekaman percakapan Ketua DPR Setya Novanto dengan Presdir PTFI dan seorang pengusaha.

Sebagaimana laporan Sudirman Said yang berbasis pada bukti rekaman percakapan dari Ma’roef Syamsuddin, para anggoa MKD ‘Yang Mulia” melakukan pendalaman dan verifikasi isi rekaman kepada saksi pelapor yakni Sudirman Said maupun Ma’roef Syamsuddin selaku saksi kunci karena menjadi pihak yang merekam percakapan Setya Novanto Cs.

Dalam proses verifikasi itu, publik tentu melihat dan mengetahui bagaimana para aktor ‘Yang Mulia’, berupaya mengungkap, apakah Setya Novanto melakukan pelanggaran etika sebagaimana diadukan oleh Sudirman Said.

Ibarat film drama serial, adegan demi adegan berlangsung selama dua hari hingga tengah malam. Sebagaimana ramai diperbincangkan, adegan dalam drama “Papa Minta Saham” kadang membuat penonton (rakyat, red) kadang tertawa dan juga kadang emosi saat “Yang Mulia” yang tidak semuanya berlatar belakang hukum itu mencecar Sudirman Said dan Ma’roef Syamsuddin.

Pada Kamis (3/12) ketika ‘Yang Mulia’ menghadirkan sanksi kunci, Ma’roef Syamsuddin, kembali memperdengarkan rekaman berdurasi lebih dari 2 jam, yang diduga adalah suara Setya Novanto, Ma’roef Syamsuddin dan pengusaha Riza Chalid. Rekaman yang sama, juga diperdengarkan sehari sebelumnya saat “Yang Mulia” menghadirkan saksi pelapor yakni Sudirman Said.

Namun, suasana agak berbeda ketika Ma’roef Syamsuddin selaku saksi kunci dihadirkan dalam persidangan MKD. Ma’roef Syamsuddin selaku pihak yang merekam percakapan Setya Novanto Cs itu, ternyata tidak membawa bukti otentik rekaman dimaksud. Hal itu yang membuat para “Yang Mulia” kembali berdebat tentang keabsahan bukti “rekaman” yang ada karena hanya duplikasi atau copy dari handphone yang digunakan sebagai alat perekam yang kini sedang disita pihak Kejaksaan Agung.

Di sinilah para “Yang Mulia” berdebat dan ada yang menyangsikan kebenaran isi rekaman tersebut, apakah sesuai yang aseli sebagaimana yang di tangan Kejagung atau tidak. Mereka juga terus mengulang-ngulang pertanyaan tentang motif merekam. Hampir semua anggota MKD bergilir menanyakan hal yang sama meski telah dijawab oleh Ma’roef Syamsuddin.

Meski begitu, sidang tetap berlangsung. Beberapa kali Sidang MKD sempat di skor karena menjalankan ibadah dan rehat makan.

Anggota MKD dari Fraksi PDIP, M Prakosa sempat mempersoalkan keputusan Menteri ESDM Sudirman Said karena tidak membawa persoalan dugaan pelanggaran etika Ketua DPR Setya Novanto ke ranah hukum.

Anak buah Megawati di PDIP itu, menilai aneh terhadap alasan Sudirman Said karena tujuan melaporkan Novanto ke MKD untuk mengakhiri pemburu rente di bidang migas.

“Seharusnya jalur hukum juga ditempuh. Kalau menyoal soal pemburu rente ini kan persoalan hukum juga, kenapa hanya persoalan etika aja dipermasalahkan,” kata Prakosa, Rabu (2/12).

Prakosa yang merupakan mantan Ketua Badan Kehormatan (BK) kini berganti nama MKD, periode 2009-2014 ini, mengatakan laporan Sudirman dapat membahayakan dirinya sendiri. Sebab, kata Prakosa, Sudirman tidak terlibat langsung pembicaraan antara Novanto, Presdir PT Freeport Indonesia Ma’roef Sjamsoeddin dan pengusaha Muhammad Riza Chalid, hanya mendengar dari pihak yang merekam.

Terpisah, aktifis, Elias Sumardi Dabur menilai rekaman yang diperdengarkan dalam Sidang MKD membuka mata hati dalam melihat kelompok-kelompok orang yang menghendaki PT Freeport Indonesia diperpanjang dengan menabrak Undang-Undang Pertambangan Migas dan Batu Bara.

“Masyarakat hendaknya secara bersama-sama mengawasi dan memastikan bahwa pada ujungnya perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia, tidak merugikan kepentingan nasional,” tegas Elias Sumardi Dabur.

Artinya, menurut Elias, masyarakat tidak hanya fokus pada rekaman percakapan Setya Novanto tetapi arah dan kepentingan lebih besar dari pembicaraan mengenai perpanjangan Freeport.

”Kasus dugaan pelanggaran etika Setya Novanto, kita serahkan kepada MKD dan kejaksaan untuk menyelidikinya,” kata Elias Dabur, Jumat (4/12).

Jebakan Batman

Kembali pada proses persidangan MKD, Kamis (3/12) tadi malam dengan saksi kunci, Ma’roef Syamsuddin, sempat terjadi silang pendapat diantara pimpinan dan anggota MKD, perihal bukti otentik yang tidak dihadirkan oleh saksi.

Anggota MKD dari Fraksi Nasdem, Akbar Faizal di penghujung persidangan MKD membuat kesal kawan-kawannya. Pasalnya, Akbar mendesak agar Presdir Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memberikan kepastian kapan rekaman asli pembicaraan antara Maroef dan Ketua DPR Setya Novanto serta pengusaha M. Rizal Chalid diserahkan ke MKD.

Padahal, pimpinan MKD Junimart Girsang, sudah bertanya mengenai hal itu kepada Maroef, dan Maroef menjawab tidak bisa memberikan kepastian mengingat rekaman asli berada di tangan Kejaksaan Agung.

Maroef merekam pembicaraan di bulan Juni itu melalui ponsel. Rekaman itu diserahkan kepada Kejagung, Rabu (2/12).

Menanggapi permintaan Akbar Faisal, Anggota MKD dari Fraksi Gerindra, Supratman mengatakan bahwa ketiadaan bukti otentik itu akan dibicarakan dalam rapat internal.

Sementara Akbar malah mengatakan bahwa hal itu bisa dijadikan jebakan Batman. Akbar Faisal meminta agar nanti teman-temannya tidak menggunakan hal itu sebagai polemik baru.

Safruddin Sudding yang berbicara pada bagian akhir menanyakan kepada Maroef Sjamsoeddin, apakah setelah mendengarkan dan sedikit merevisi transkrip pembicaraan itu, Maroef bisa memastikan bahwa isi rekaman pembicaraan itu adalah yang dialaminya. Maroef menjawab, “iya.”

Junimart Girsang, sebelum menutup proses verifikasi dan konfirmasi kebenaran terkait rekaman “papa minta saham”, memberikan catatan penting dan boleh jadi, bisa menjadi ‘senjata’ baru bagi pihak pendukung Setya Novanto.

Menurut Junimart Girsang, MKD telah menghadirkan saksi yakni Presdir PT Freeport Indonesia Ma’roef S, namun saksi tidak pernah menghadirkan bukti rekaman otentik dalam Persidangan MKD. Saksi juga tidak menyerahkan bukti tanda terima terkait penyerahan rekaman yang otentik kepada pihak Kejaksaan Agung.

Dari catatan akhir, Junimart Girsan, tentu saja menimbulkan beragam pertanyaan. Di antaranya, apakah keterangan saksi dan bukti rekaman yang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan MKD, akan membuat MKD menangguhkan proses persidangan selanjutnya, utamanya menangguhkan pemanggilan pihak teradu yakni Ketua DPR Setya Novanto? Jika hal itu yang terjadi, maka Setya Novanto, sebagai pihak teradu yang diduga melanggar etika, akhirnya…..(fri/jpnn)

Exit mobile version