SUMUTPOS.CO – Sejak dua tahun terakhir, market rumah toko (ruko) dan rumah komersil lainnya di Kota Medan dan Sumatera Utara umumnya, mengalami kelesuan. Market menurun drastis dibanding puluhan tahun yang lalu. Pengakuan pengembang, sekarang ini menjual satu ruko saja susah. “Pembangunan perumahan komersil beberapa tahun belakangan bisa dikatakan ‘mati’.
Pemicunya, ya karena kondisi ekonomi di Indonesia masih lesu. Udah gitu, bisnis toko habis dihajar oleh shopping online. Orang sekarang suka belanja online. Tidak lagi butuh pajangan di toko. Akibatnya demand (permintaan) ruko turun,” kata Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Sumatera Utara, Irwan Ray, kepada Sumut Pos, Senin (3/12).
Pemicu lainnya, karena pemerintah membuat program rumah bersubsidi bagi masyarakatn
berpenghasilan rendah (MBR). Sebelum program rumah subsidi DP 5 persen itu diluncurkan pemerintah, bisnis ruko masih menjanjikan.
“Katakanlah kita jual 10 ruko, masih bisa laku setengahnya. Tapi sekarang, jual satu saja susah. Pasar ruko sudah terjun bebas. Begitupun demandnya masih ada. Hanya saja kalau mau dipresentase, pasarnya sudah menurun 80 persen,” katanya.
Dampaknya, kata dia, tidak sedikit konsumen yang memilih menjual kembali atau menyewakan ruko-ruko yang telah dibelinya. Dan itu normal. Karena pembeli tentu akan mencari subsitusi atas investasinya, jika pasar lesu. “Saya kira dua tahun ini, pasar rumah komersil mengalami penurunan drastis. Dan itu diawali sejak program rumah subsidi sejuta rumah oleh Jokowi,” katanya.
Ia mencontohkan, jika dilakukan hitung-hitungan, konsumen mending membeli beberapa unit rumah subsidi Jokowi lalu menggabungkannya menjadi satu, ketimbang harus membeli satu ruko ataupun perumahan komersil dengan ukuran besar.
“Harganya ‘kan murah, cuma Rp130 juta ya tahun ini untuk satu unit rumah. Itu untuk tipe 36. Jika diambil saja dua atau tiga unit, harganya tidak sampai Rp500 juta. ‘Kan sudah lebar itu rumahnya Bahkan halamannya juga sudah luas. Jadi arahnya sudah ke sana,” kata Irwan.
Pengembang Beralih ke Rumah Subsidi
Kalangan pengusaha real estate MBR, menurut Irwan, sangat terbantu dengan adanya program rumah bersubsidi Jokowi. Bahkan, kata dia, kawan-kawannya sesama kalangan pengembang dan tergabung di Real Estate Indonesia (REI) Sumut, sudah mengalihkan bisnisnya pada sektor tersebut.
“Iya, sejak dua tahun ini pengembang rumah komersil sudah beralih ke rumah subsidi. Bisa dibilang sudah sekitar 80 persen kawan-kawan di REI itu main ke rumah-rumah subsidi. Sebab di situ masih ada marketnya,” katanya.
Diakui Irwan, sebelum beralih sebagai pengembang rumah subsidi, dulu dirinya fokus membangun perumahan komersil dan ruko. “Itu sejak 2003 sampai 2010. Saat itu market perumahan komersil masih menjanjikan. Tapi sejak 2010 ke atas, saya beralih ke rumah subsidi karena peluang marketnya masih besar,” katanya.
Kondisi ini menurutnya tidak hanya terjadi di Sumut. Melainkan se Indonesia. Pihaknya berharap program, yang sudah ada dan sudah baik, tidak berubah lagi. Apalagi terkait rumah subsidi sangat rentan dengan perubahan kebijakan.
“Maunya sih, jangan lagi ada kebijakan baru yang merugikan pengembang. Yang ada ini sudah baik dan sebaiknya dipertahankan. Seperti di 2018, ada muncul kebijakan baru seperti Standar Layak Fungsi (SLF) tiang harus B10. Yang beginian maunya jangan ada lagilah. Sebab memberatkan. Alhamdulilah jika kebijakan baru justru ada berpihak untuk MBR, ya kita bersyukur,” ungkapnya.
Saat ini tercatat ada sebanyak 114 pengusaha perumahan dan permukiman yang bernaung di Apersi Sumut. Mayoritas pengembang-pengembang tersebut fokus menangani pembangunan rumah subsidi. Meski dulunya mereka menggeluti sektor rumah-rumah komersil dan juga ruko.
“Apalagi yang kita tahu, target kebutuhan rumah subsidi di Sumut masih sangat jauh dari harapan. Begitupun sejauh ini, kami belum mengetahui angka pasti dari BPS. Ini yang menyulitkan kita melakukan pembangunan untuk mencapai target tersebut,” katanya.
2019, Rumah Bersubsidi Dibangun 30 Ribu
Presiden Joko Widodo memprogramkan 1 juta unit rumah bersubsidi di Indonesia. Terkait program itu, pengusaha yang tergabung dalam Real Estat Indonesia (REI) Sumut di tahun 2018, sudah membangun sekitar 16 ribu unit rumah, dari target 20 ribu unit rumah bersubsidi di Sumut. Tahun 2019, rencananya akan dibangun 30 ribu unit lagi di Sumut.
“Tahun 2018 ini, target kita membangun 20 ribu unit rumah bersubsidi. Tapi yang sudah tercapai baru 15 ribu unit. Karena ada kendala di awal bulan Maret 2018 itu, yakni regulasi dari Kementerian PUPR mengenai harga jual dan spesifikasi bangunan. Akhirnya, kawan-kawan pengembang baru membangun bulan April,” kata Ketua DPD REI Sumut, Andi Atmoko Penggabean kepada Sumut Pos, Senin (3/12).
Atmoko mengatakan, ada kendala keterlambatan pembangunan rumah bersubsidi dari target yang ditentukan. Namun diharapkan akhir Desember 2018 dapat terselesaikan. “Sekarang masih proses ke 16 ribu unit,” tutur Atmoko.
Ia menjelaskan, 70 persen pembangunan rumah bersubsidi dilakukan di wilayah Deliserdang yang masih berdekatan dengan Kota Medan. Seperti Patumbak, Tanjungmorawa, Namorambe, Tanjung Anom, Sei Mencirim, Batangkuis, Hamparanperak, dan Delitua.
Sisanya, menyebar di hampir seluruh kabupaten di Sumut. Seperti Labuhanbatu, Asahan, Tanjungbalai, Dairi, Pakpak Bharat, Karo dan Tapanuli Tengah, Langkat hingga Nias.
“Pertumbuhan rumah subsidi ada 20 persen setiap tahunnya. Untuk tahun 2019, rencananya dibangun 30 ribu unit,” jelasnya.
Saat ini, ada sekitar 300 perusahaan yang tergabung didalam REI Sumut. Hampir semuanya masih konsentrasi dalam pembangunan rumah bersubsidi. Perusahaan yang boleh membangun rumah bersubsidi harus terdaftar di Kementerian PUPR dan REI sebagai asosiasi.
“Karena membangun rumah subsidi uangnya dari pemerintah, pengembang wajib terdaftar,” jelas Atmoko.
Untuk kelancaran pembangunan rumah bersubsidi, Atmoko berharap Pemerintah Daerah di Sumut mempermudah segala bentuk perizinan. Dengan demikian, tidak ada kendala merealiasikan target yang ditetapkan. “Harapannya, perizinan dipermudah. Karena kita mendukung program pemerintah agar masyarakat memiliki rumah,” kata Atmoko.
Tentang pembangunan rumah komersil atau non subsidi di Medan, menurutnya, masih mengalami pertumbuhan bagi rumah yang memiliki harga jual Rp150 juta ke atas. Namun pertumbuhannya lambat.
“Pasarnya tidak stagnan, tetapi lambat. Soal jumlah rumah komersil yang dibangun, kita masih menunggu laporan dari kawan-kawan pengembang. Saat ini, kita masih konsentrasi pembangunan untuk rumah bersubsidi,” sebut Atmoko.
Tentang lambatnya market ruko di Sumut, menurut Atmoko, karena kondisi perekonomian Indonesia masih lesu yang mempengaruhi daya beli konsumen. Selain itu, lokasi dan disain pembangunan ruko harus betul-betul diperhatikan secara strategis ekonomi, agar memiliki daya jual tinggi.
“Kendala pemasaran ruko, pertama penurunan daya beli terkait kelesuan perekonomian. Kedua, ruko kan untuk bisnis. Jadi pembangunannya harus memperhatikan bisnis apa yang cocok di sana. Ketiga, harga jual ruko relatif lumayan. Ini yang mempengaruhi pasar,” pungkasnya. (prn/gus)