30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Dinilai Sengsarakan Buruh, APBD-SU Gugat PP No 78 dan Permenaker No 15 ke MA

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO BURUH: Massa dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesi (FSPMI) melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumut Medan, beberapa waktu lalu. Dalam aksinya mereka meminta mencabut PP 78 /Tolak Upah Murah /Naikan upah minimum tahun 2019.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumatra Utara (APBD-SU) akan mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung terkait PP No.78/2015 dan Permenaker No.15/2018. Sebab, dinilai telah merugikan buruh dalam mendapatkan upah layak.

Adapun alasan pengajuan gugatan dikarenakan kedua peraturan tersebut sangat bertentangan dengan UU No.13 Tahun 2003. Selain itu, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan real buruh yang ada di Sumatra Utara. Ditambah lagi, kebijakan itu menghilangkan hak buruh terutama di bidang sektoral.

“Untuk itulah kami dari pihak alianasi telah membentuk Tim Hukum Masyarakat Buruh dan Perkebunan Sumatra Utara (Tembus) dalam mengadvokasi hak buruh yang terabaikan karena adanya dua kebijakan tersebut,” ujar Ketua Umum Serikat Buruh Perkebunan (Serbundo) Indonesia, Herwin Nasution, didampingi Kordinator APBD-SU Natal Sidabutar dan perwakilan elemen buruh di Kantor Sekretariat Serbundo Jalan Garu VI No 70 Kelurahan Harjosari 1 Kecamatan Medan Amplas, Senin (3/12).

Sedangkan M Sahrum perwakilan FSP KAHUT-KSPSI, meminta agar penetapan UMP oleh Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi ditinjau ulang dan hendaknya mencontoh kebijakan penetapan yang dilakukan Gubernur Jawa Timur.

“Penetapan UMP sebesar Rp2,3 juta tersebut sangat merugikan para buruh yang seharusnya upah layak tersebut sebesar Rp2,9 juta. Seharusnya Gubernur dapat menggunakan haknya dalam menentukan harga upah buruh yang disesuai pada kondisi pada saat ini,” paparnya.

Senada dengan itu, perwakilan SBMI Sumut, Baginda Harahap juga menyatakan revisi ini harus cepat dilakukan apalagi dalam beberapa pointnya di Permenaker No 15 Tahun 2018. Sebab, akan menghilangkan jenis usaha sektor unggulan yang telah ditetapkan selama ini. Dan, berubah menjadi klasifikasi jenis usaha biasa melalui syarat ketentuan sektor unggulan dengan variabel kategori usaha sesuai KBLI Lima digit.

Selain mengajukan gugatan Judicial Review ke Mahkamah Agung, pihaknya juga akan membahas masalah ini ke DPRD Sumut dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tentang pengupahan. Kegiatan ini turut dihadiri lembaga perwakilan buruh diantaranya, FSPI-KPBI, FSPMI-KSPI Sumut, SBSI 1992, SBSI, KPR, FSP NIBA-KSPSI, Serbundo, PPMI, dan LBH Medan. (man/ila)

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
DEMO BURUH: Massa dari Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesi (FSPMI) melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumut Medan, beberapa waktu lalu. Dalam aksinya mereka meminta mencabut PP 78 /Tolak Upah Murah /Naikan upah minimum tahun 2019.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Aliansi Pekerja/Buruh Daerah Sumatra Utara (APBD-SU) akan mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung terkait PP No.78/2015 dan Permenaker No.15/2018. Sebab, dinilai telah merugikan buruh dalam mendapatkan upah layak.

Adapun alasan pengajuan gugatan dikarenakan kedua peraturan tersebut sangat bertentangan dengan UU No.13 Tahun 2003. Selain itu, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan real buruh yang ada di Sumatra Utara. Ditambah lagi, kebijakan itu menghilangkan hak buruh terutama di bidang sektoral.

“Untuk itulah kami dari pihak alianasi telah membentuk Tim Hukum Masyarakat Buruh dan Perkebunan Sumatra Utara (Tembus) dalam mengadvokasi hak buruh yang terabaikan karena adanya dua kebijakan tersebut,” ujar Ketua Umum Serikat Buruh Perkebunan (Serbundo) Indonesia, Herwin Nasution, didampingi Kordinator APBD-SU Natal Sidabutar dan perwakilan elemen buruh di Kantor Sekretariat Serbundo Jalan Garu VI No 70 Kelurahan Harjosari 1 Kecamatan Medan Amplas, Senin (3/12).

Sedangkan M Sahrum perwakilan FSP KAHUT-KSPSI, meminta agar penetapan UMP oleh Gubernur Sumatra Utara, Edy Rahmayadi ditinjau ulang dan hendaknya mencontoh kebijakan penetapan yang dilakukan Gubernur Jawa Timur.

“Penetapan UMP sebesar Rp2,3 juta tersebut sangat merugikan para buruh yang seharusnya upah layak tersebut sebesar Rp2,9 juta. Seharusnya Gubernur dapat menggunakan haknya dalam menentukan harga upah buruh yang disesuai pada kondisi pada saat ini,” paparnya.

Senada dengan itu, perwakilan SBMI Sumut, Baginda Harahap juga menyatakan revisi ini harus cepat dilakukan apalagi dalam beberapa pointnya di Permenaker No 15 Tahun 2018. Sebab, akan menghilangkan jenis usaha sektor unggulan yang telah ditetapkan selama ini. Dan, berubah menjadi klasifikasi jenis usaha biasa melalui syarat ketentuan sektor unggulan dengan variabel kategori usaha sesuai KBLI Lima digit.

Selain mengajukan gugatan Judicial Review ke Mahkamah Agung, pihaknya juga akan membahas masalah ini ke DPRD Sumut dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tentang pengupahan. Kegiatan ini turut dihadiri lembaga perwakilan buruh diantaranya, FSPI-KPBI, FSPMI-KSPI Sumut, SBSI 1992, SBSI, KPR, FSP NIBA-KSPSI, Serbundo, PPMI, dan LBH Medan. (man/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/