25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

400 Unit Kapal Ikan Layak Melaut

file/SUMUT POS
NELAYAN:Nelayan tradisional pergi melaut di kawasan Belawan Medan, beberapa waktu lalu. Saat ini hanya 400 kapal nelayan yang layak melaut.
Rabu (4/1) Karena cuacaburuk belakangan ini mempengaruhi tangkapan nelayan yang mengakibatkan tinggi nya harga ikan di sejumlah pasar di kota medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) 71/2016 tentang alat tangkap, sebanyak 40 persen jumlah kapal yang legal layak melaut. Sisanya, 60 persen kapal terpaksa ditambatkan bersandar karena tak diperkenankan melaut.

Berdasarkan persentase jumlah kapal ikan di Gabion Belawan jumlahnya ada 1.000 unit, dengan demikian hanya 400 unit atau sekitar 40 persen kapal yang diperkenankan melaut karena menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.

“Untuk saat ini, data yang kita peroleh hanya 400 unit kapal itu mulai dari ukuran 10 GT hingga 200 GT yang melaut, selebihnya yakni 600 kapal tidak melaut karena menggunakan alat tangkap dilarang,” kata Kepala Syahbandar Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan, Salim, Jumat (4/1).

Dijelaskannya, sejak Permen KP 71/ 2016 diberlakukan, Syahbandar Belawan melakukan pengawasan ketat terkait izin berlayar agar semua kapal yang melanggar aturan atau yang alat tangkapnya tidak ramah lingkungan, tidak melaut.

“Mungkin nelayan menilai kapal besar yang melaut adalah kapal yang melanggar aturan. Padahal itu salah karena kapal yang mau melaut dari Gabion telah sesuai aturan,” jelas Salim.

Disinggung tentang perincian atau bentuk alat tangkap yang diperbolehkan atau ramah lingkungan, Salim mengatakan semuanya telah dijelaskan dengan rinci dalam Permen KP 71/ 2016.

“Jadi tidak ada alasan bagi pengusaha kapal ikan tidak tahu. Tapi mungkin karena masalah permodalan pengusaha tidak mampu merubah alat tangkap. Sedangkan untuk kapal 10 GT ke bawah, akan mendapat bantuan dari pemerintah,” jelasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Aliansi Masyarakat Nelayan Sumatera (AMANSU), Alfian MY menegaskan, selama ini memang tidak ada lagi alat tangkap pukat trawl dan tarik dua beroperasi. Seharusnya, nelayan tradisional sudah bisa berpikir maju mengarah ke nelayan modern.

Artinya, modernisasi bukan berarti menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan, tapi pemerintah yang tidak punya desain untuk kemajuan nelayan. Sehingga, kisruh nelayan tradisional dengan nelayan modern pasti terus bergejolak di Sumatera Utara khususnya di Belawan.

“Yang jelas, nelayan modern menggunakan alat tangkap pukat trawl sudah tidak ada yang melaut. Kalaupun ada, itu nelayan skala kecil menggunakan pukat taril dua yang setara dengan nelayan tradisional. Kita juga kesal dengan pemerintah, mereka mengawasi pukat trawl dalam negeri, tapi di tengah laut sana, nelayan luar negeri seperti Malaysia malah mencuri hasil laut kita dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang juga, inikan tidak adil dan kita anggap pemerintah tidak tegas,” ujar Alfian.

Sebelumnya, Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Drs Agus Andrianto menegaskan, pihaknya tetap menegakkan aturan kepada alat tangkap yang melanggar Permen KP 71/2016, dengan melakukan penyitaan alat tangkap dan membina nelayan yang melanggar aturan.

“Untuk alat tangkap pengganti akan segera direalisasikan oleh Pemko Medan, untuk anggaran akan segera diberikan dalam waktu dekat, bahkan distribusi alat tangkap akan diperbantukan dengan dana CSR perusahaan yang ada, agar masalah alat tangkap ini segera terealisasi,” tegas Kapolda. (fac)

file/SUMUT POS
NELAYAN:Nelayan tradisional pergi melaut di kawasan Belawan Medan, beberapa waktu lalu. Saat ini hanya 400 kapal nelayan yang layak melaut.
Rabu (4/1) Karena cuacaburuk belakangan ini mempengaruhi tangkapan nelayan yang mengakibatkan tinggi nya harga ikan di sejumlah pasar di kota medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) 71/2016 tentang alat tangkap, sebanyak 40 persen jumlah kapal yang legal layak melaut. Sisanya, 60 persen kapal terpaksa ditambatkan bersandar karena tak diperkenankan melaut.

Berdasarkan persentase jumlah kapal ikan di Gabion Belawan jumlahnya ada 1.000 unit, dengan demikian hanya 400 unit atau sekitar 40 persen kapal yang diperkenankan melaut karena menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.

“Untuk saat ini, data yang kita peroleh hanya 400 unit kapal itu mulai dari ukuran 10 GT hingga 200 GT yang melaut, selebihnya yakni 600 kapal tidak melaut karena menggunakan alat tangkap dilarang,” kata Kepala Syahbandar Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan, Salim, Jumat (4/1).

Dijelaskannya, sejak Permen KP 71/ 2016 diberlakukan, Syahbandar Belawan melakukan pengawasan ketat terkait izin berlayar agar semua kapal yang melanggar aturan atau yang alat tangkapnya tidak ramah lingkungan, tidak melaut.

“Mungkin nelayan menilai kapal besar yang melaut adalah kapal yang melanggar aturan. Padahal itu salah karena kapal yang mau melaut dari Gabion telah sesuai aturan,” jelas Salim.

Disinggung tentang perincian atau bentuk alat tangkap yang diperbolehkan atau ramah lingkungan, Salim mengatakan semuanya telah dijelaskan dengan rinci dalam Permen KP 71/ 2016.

“Jadi tidak ada alasan bagi pengusaha kapal ikan tidak tahu. Tapi mungkin karena masalah permodalan pengusaha tidak mampu merubah alat tangkap. Sedangkan untuk kapal 10 GT ke bawah, akan mendapat bantuan dari pemerintah,” jelasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Aliansi Masyarakat Nelayan Sumatera (AMANSU), Alfian MY menegaskan, selama ini memang tidak ada lagi alat tangkap pukat trawl dan tarik dua beroperasi. Seharusnya, nelayan tradisional sudah bisa berpikir maju mengarah ke nelayan modern.

Artinya, modernisasi bukan berarti menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan, tapi pemerintah yang tidak punya desain untuk kemajuan nelayan. Sehingga, kisruh nelayan tradisional dengan nelayan modern pasti terus bergejolak di Sumatera Utara khususnya di Belawan.

“Yang jelas, nelayan modern menggunakan alat tangkap pukat trawl sudah tidak ada yang melaut. Kalaupun ada, itu nelayan skala kecil menggunakan pukat taril dua yang setara dengan nelayan tradisional. Kita juga kesal dengan pemerintah, mereka mengawasi pukat trawl dalam negeri, tapi di tengah laut sana, nelayan luar negeri seperti Malaysia malah mencuri hasil laut kita dengan menggunakan alat tangkap yang dilarang juga, inikan tidak adil dan kita anggap pemerintah tidak tegas,” ujar Alfian.

Sebelumnya, Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Drs Agus Andrianto menegaskan, pihaknya tetap menegakkan aturan kepada alat tangkap yang melanggar Permen KP 71/2016, dengan melakukan penyitaan alat tangkap dan membina nelayan yang melanggar aturan.

“Untuk alat tangkap pengganti akan segera direalisasikan oleh Pemko Medan, untuk anggaran akan segera diberikan dalam waktu dekat, bahkan distribusi alat tangkap akan diperbantukan dengan dana CSR perusahaan yang ada, agar masalah alat tangkap ini segera terealisasi,” tegas Kapolda. (fac)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/