MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana Komisi D DPRD Sumatera Utara menurunkan anggaran di Dinas Perhubungan Sumut ke depan mesti dibedah lebih jauh lagi terutama dari sumber plafon perencanaan kegiatannya. Mengingat sisa lebih penggunaan anggaran (SiLPA) yang terjadi di sebuah dinas, tidak hanya faktor dari target pendapatan saja.
“Kalau dikutip pernyataan pihak Dishub yang mengatakan anggaran mereka kecil, tentunya harus ditelusuri apakah SiLPA itu disebabkan target pendapatan tidak tercapai hingga realisasi belanja langsung rendah. Sebenarnya dari aspek perencanaan harus dievaluasi plafon anggaran yang diproyeksikan,” kata pengamat anggaran, Elfenda Ananda menjawab Sumut Pos, Rabu (4/3).
Menurut dia, idealnya tidak boleh SiLPA di setiap organisasi perangkat daerah (OPD) pemerintah terjadi ketimpangan yang signifikan. Karenanya jika mau dikoreksi atau dievaluasi, dapat dilakukan melalui pembahasan Perubahan APBD.
“Kalau ada momen, P-APBD (2020) ini bisa dikoreksi apakah ditambah atau dikurangi. Begitu juga momen laporan triwulan, laporan semester bisa dipakai untuk mengontrol apakah pagu yang dipatok di dinas ini realistis atau tidak,” katanya.
Sayangnya, menurut mantan sekretaris Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut ini, momentum P-APBD jarang dimanfaatkan untuk mendekatkan antara target dan capaian.
“Kita tahu APBD provinsi dikoreksi negatif. Artinya target pendapatan dikurangi dari sebelumnya. Harusnya itu diikuti dengan pengurangan belanja. Jangan membiarkan pagu masih tetap sama dengan awalnya,” ujarnya.
Masih Elfenda, selain itu perlu membuat pemetaan belanja berdasarkan prioritas yang mana boleh dikurangi dan mana yang tidak boleh dikurangi agar prioritas tidak terganggu. Lagi-lagi disayangkan dia, hal ini jarang terpublikasi ke publik.
“Kalaupun ada pernyataan DPRD soal akan mengurangi anggaran kalau tidak mampu tentunya harus dipastikan SiLPA disebabkan ketidakmampuan mengelola belanja program. Bukan karena target pendapatan tidak tercapai dan aspek perencanaan buruk. Kalau target pendapatan daerah kira-kira tercapai, tentunya ya kegiatan bisa full hingga PAPBD. Tapi, kalau kira-kira target tidak tercapai bisa dikurangi belanjanya,” pungkasnya.
Komisi D DPRD Sumut sebelumnya menegaskan, SiLPA 2019 di Dishubsu akan menjadi pertimbangan untuk menambah atau menurunkan anggaran OPD tersebut ke depan. Sebab anggaran belanja Dishubsu dari sekitar Rp62 miliar terdapat SiLPA Rp10 miliar lebih.
Anggota Komisi D DPRD Sumut Ari Wibowo, Rony Reynaldo Situmorang dan Syahrul Effendi Siregar menyampaikan hal ini dalam rapat dengar pendapat dengan Dishubsu, Selasa (3/3). RDP dipimpin Ketua dan Sekretaris Komisi D, Anwar Sani Tarigan dan Parlaungan Simangunsong.
Ari Wibowo dan Rony menyayangkan masih terdapat SiLPA di Dishubsu tahun anggaran 2019, karena dana yang dianggap tidak terlalu besar malah masih tersisa. “Harusnya jangan ada SiLPA. Kadishub curhat tentang anggaran di instansinya kecil, tapi anggaran kecil saja terjadi SiLPA. Bagaimana mungkin anggarannya ditambah, kalau program tidak dilaksanakan semua,” kata Ari.
Ia pun menyinggung masalah pengangkutan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya) tidak ada pengawasan, karena Dinas Lingkungan Hidup menyebutkan transportasi pengangkutan limbah B3 oleh traspoter menjadi kewenangan Dishub dalam mengawasi.
“Selama ini tidak kita ketahui, apakah Dishub telah melakukan pengawasan terhadap pengangkutan limbah B3. Padahal limbah yang diangkut sangat berbahaya, karena ada kekhawatiran limbah tersebut tidak diangkut ke tempat tujuan yang sebenarnya,” ujarnya.
Terkait realisasi anggaran 2019, menurut Rony, perlu dilakukan evaluasi secara mendalam dan detil. “SiLPA tersebut akan menjadi pertimbangan kita, apakah wajar ditingkatkan atau diturunkan,” ujar politisi NasDem ini. (prn/ila)