JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar diuji. Setelah sang ketua, Abraham Samad, tersandung kasus bocornya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Anas Urbaningurum, kini surat panggilan KPK pun dipalsukan.
Adalah Wali Kota Bandung Dada Rosada yang menjadi korban. Jauh-jauh datang dari Bandung ke gedung KPK di Jakarta, ternyata dia dicueki oleh para penyidik. Dia tak kunjung dimintai keterangan atas kasus suap kepada Hakim PN Bandung Setyabudi Tejocahyono meski sudah menunggu di lobi KPK selama satu jam.
Belakangan baru diketahui kalau surat panggilan yang dilayangkan pada orang nomor satu di Bandung itu palsu. Sia-sia sudah perjalanan Dada dari Bandung sejak pagi menuju KPK. Setelah mendapat kepastian dia tidak diperiksa lemarin, Dada langsung melangkah keluar sekitar pukul 11.20 WIB.
“Saya memang akan diperiksa sebagai saksi, tapi tidak sekarang,” ujar Dada. Efek lain dari batalnya pemeriksaan membuat wali kota asal Partai Demokrat itu tidak bisa memberi banyak penjelasan pada wartawan. Padahal, sebelumnya dia sudah berjanji bakal banyak bercerita setelah diperiksa penyidikn
Entah siapa yang mengirimkan surat palsu itu. Yang pasti, dia memanfaatkan posisi Dada sebagai saksi atas empat tersangka kasus suap. Mereka adalah Setyabudi Tejocahyono, Asep Triana, Plt Kadispenda Bandung Heri Nurhayat, dan Toto Hutagalung yang masih buron.
Dada menganggap surat panggilan yang dilayangkan padanya adalah asli. Dia langsung pulang saat pihak KPK memastikan surat tersebut palsu dan tidak ada agenda memeriksa dirinya kemarin. Saat menuju mobil yang akan membawanya kembali ke Bandung, Dada Rosada mengelak untuk menjawab berbagai pertanyaan wartawan. Terutama saat disinggung mengenai keterlibatannya dalam kasus suap dan hubungan kekerabatannya dengan Toto. “Enggak, nggak,” jawab Dada ketika ditanya apakah dia tahu dimana posisi Toto saat ini.
Seperti diberitakan, hingga kini KPK belum bisa menemukan Toto Hutagalung. Saat operasi tangkap tangan berlangsung Jumat, 22 Maret lalu, Toto diketahui melarikan diri begitu tahu transaksi antara Asep Triana dan Hakim Setyabudi dipergoki KPK. Ujung-ujungnya, Toto masuk ke dalam daftar pencarian orang.
Sementara itu, Jubir KPK Johan Budi membenarkan adanya panggilan palsu tersebut. Pihaknya berjanji untuk menelusuri siapa pembuat surat panggilan palsu tersebut. Surat bermasalah itu langsung diserahkan kepada tim pengawas internal KPK. “Format surat panggilannya tidak sama dengan milik KPK,” katanya.
Di sisi lain, pascapengumuman hasil investigasi Komite Etik atas bocornya sprindik Anas Urbaningrum, muncul dugaan para pimpinan dan pegawai KPK bakal tak kompak lagi. Sebelum isu makin meluas, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas langsung menampik dugaan itu. Dia memastikan jika pimpinan tetap solid.
Dalam pesan singkatnya yang dikirimkan kepada wartawan, dia mengatakan para pimpinan tak terpengaruh dengan kebocoran sprindik. Pemberantasan korupsi tetap berjalan seperti biasa dan tidak ada perpecahan diantara pimpinan. “Pegawai KPK selama ini saya tegaskan solid, tidak terpengaruh kasus pembocoran,” ujarnya.
Itu dibuktikan Busyro dengan menyebut beberapa kasus korupsi yang memiliki progress signifikan. Seperti kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan Irjen Djoko Susilo, dan Ahmad Fathanah di kasus pengaturan kuota impor daging sapi.
Sementara itu, putusan bersalah Komite Etik terhadap Abraham Samad mengundang simpati dua mantan menteri. Mereka adalah mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris dan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Hamid Awaluddin yang datang bersama aktivis Adhie Massardi. Mereka ke KPK untuk memberi dukungan moral.
“Tidak ada alasan untuk tak mendukung, terutama Abraham Samad,” kata Fahmi Idris. Namun, dia mengaku tidak sepakat dengan keputusan Komite Etik yang member teguran tertulis. Alasannya, Samad sudah menjalankan tugasnya sebagai ketua KPK dengan baik.
Pujian lain yang keluar dari mulutnya adalah fakta bahwa Samad berhasil membawa beberapa kasus ke pengadilan. Termasuk gebrakannya dalam mengungkap kasus-kasus yang dinilai Fahmi sempat menggantung di KPK. Dia malah mengaku suka dengan gaya agresif Samad yang menurutnya cocok untuk memberangus korupsi.
Di bagian lain, pihak istana kembali mengungkapkan apresiasinya atas kinerja komite etik. Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik Daniel Sparingga menuturkan, istana menyambut baik prakarsa KPK dalam membentuk komite etik. “Karena publik juga perlu mendapatkan keterangan sebenarnya apa yang terjadi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi suatu hal yang penting kalau kita mau membangun sebuah lembaga,” jelasnya ketika ditemui di Kantor Presiden, kemarin.
Terkait hasil penyelidikan komite etik, Daniel melanjutkan, di satu sisi pihak istana menyambut baik hasil tersebut karena tidak ada keterlibatan Presiden. Namun, di sisi lain, kasus ini juga bisa menjadi pelajaran untuk KPK. “Semoga KPK dapat menarik pelajaran. Satu hal yang publik juga belajar berkenaan dengan dua hal penting. Yang pertama, sangat jelas disebut tidak ada intervensi dari Presiden. Yang kedua adalah soal kebocoran itu tidak hubungan dengan kita, dan itu menjadi sangat penting untuk disampaikan,” imbuh dia.
Sementara itu, Mantan Ketua KPK Taufiequrachman Ruki mengakui kasus bocornya sprindik tersebut, kemungkinan berkaitan dengan mekanisme internal yang belum sempurna. Ruki mengungkapkan, masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan terkait SOP dan mekanisme internal.
“Kemungkinan ketika dulu dibangun oleh kita pada jilid pertama belum sempurna. Nah pengalaman-pengalaman itu akan membuat mereka untuk lebih menyempurnakan SOP dan mekanisme. Sudah pas itu (yang dilakukan komite etik) dan tinggal bagaimana pimpinan KPK yang ada sekarang melakukan perbaikan-perbaikan mekanisme internal,”jelasnya.
Ketika ditanya soal hasil penyelidikan komite etik, Ruki enggan memberikan tanggapan. Namun, saat disinggung mengenai kemungkinan adanya ketidakharmonisan antara Abraham Samad dan para pimpinan yang lain, anggota BPK tersebut menuturkan, jika kelima pimpinan tersebut masih berada dalam tahap penyesuaian.
“Saya melihat ini sebagai sebuah adjusment, sebagai upaya masing-masing untuk saling menyesuaikan dengan karakter dan bawaannya yang berbeda. Mungkin cuma persoalan gaya saja. Gaya Abraham belum match dengan gayanya Bambang Widjojanto, gayanya Bambang belum match sama Pandu. Jadi saya kira persoalan penyesuaian gaya saja di sini,” urainya.
Karena itu, Ruki berharap hasil penyelidikan komite etik tersebut tidak perlu menjadi polemik internal. Sebab, polemik semacam itu justru akan melemahkan kinerja para pimpinan KPK. “Nggak perlu dijadikan polemik berkepanjangan, nanti malah melemahkan kinerja. Lebih baik mereka menyelesaikan cepat dengan menggunakan mekanisme menyempurnakan SOP-SOP dan standar-standar yang belum sesuai. (dim/ken/oki/jpnn)