25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dinilai Masih Lebih Kritis dan Realistis, Calon DPD Rebutan Pemilih Milenial

MILENIAL: Seorang pemilih milenial menggunakan hak suaranya pada Pilkada Sumut 2018 lalu. Suara para pemilih milenial ini menjadi rebutan peserta Pemilu 2019, termasuk calon DPD RI.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Persaingan meraih kursi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia tak kalah sengit. Sebanyak 18 calon senator bakal bersaing ketat memperebutkan jatah empat kursi dari Sumut. Apalagi, empat incumbent masih ikut bertarung bersama 14 kandidat lainnya yang mayoritas wajah baru.

Suara kaum milenial atau pemilih pemula tampaknya sangat menarik bagi sejumlah calon DPD RI saat inin

Selain jumlahnya yang cukup besar, para milenial juga dianggap sebagai kaum yang kritis. Berbekal dengan pendekatan secara persuasif, para caleg DPD pendatang baru pun punya caranya masing-masing untuk merebut hati kaum muda.

“Berbekal kegiatan saya yang sehari-hari sebagai seorang dosen, tentu saja saya sama sekali tidak canggung berkomunikasi dengan para milenial. Hari-hari saya dipenuhi dengan pergaulan saya dengan kaum milenial. Bermodalkan pengalaman itu, saya optimis saya bisa merebut hati mereka,” kata calon anggota DPD RI nomor urut 21, Abdul Hakim Siagian kepada Sumut Pos, Kamis (4/4) siang.

Selain kritis, kata Hakim, kaum milenial juga lebih jujur dan objektif dalam menilai. “Saya tahu persis apa yang dimau kaum milenial. Mereka sangat sering menyuarakan keadilan, para usia muda itu sangat ingin diperhatikan dan diperlakukan secara adil, itu intinya. Maka saya akan pastikan kepada mereka, saya akan menjadi orang yang memperjuangkan tuntutan mereka, memberikan keadilan kepada mereka.

Kaum milenial itu lebih kritis dan objektif dalam memilih, mereka tak mudah dibohongi, mereka akan lebih memilih siapa yang mereka percaya,” beber Hakim.

Untuk itu, lanjut mantan politisi PAN ini, dirinya telah melakukan pendekatan kepada setiap kaum milenial di sekitarnya dan hampir di semua kabupaten/kota di Sumatera Utara. “Saya katakan kepada mereka, masa depan milenial itu penting, nasib bangsa ini ada pada mereka. Sosialisasi dari penyelenggara pemilu inipun sebenarnya sangat minim, maka saya yang mensosialisasikan itu sebagai bentuk kepedulian saya terhadap berharganya suara mereka,” terang Hakim.

Selain pendekatan secara langsung, Hakim juga menjelaskan, dirinya juga melakukan pendekatan dan sosialisasi melalui media sosial. “Kalau bicara tentang sosial media, ya itulah dunianya kaum milenial saat ini. Maka saya juga melakukan pendekatan dengan cara itu, melalui media sosial. Saya juga berterimakasih dengan awak media yang telah menyampaikan ide-ide yang baik untuk membangun bangsa ini dari kaum milenial,” tutupnya.

Selain Hakim, calon DPD RI lainnya Ali Yakub Matondang juga turut melakukan pendekatan terhadap kaum milenial agar bisa merebut suara dari anak-anak muda tersebut. “Saat ini saya sedang sosialisasi di Nias, sebelumnya saya sudah keliling di semua kabupaten/kota di Sumatera Utara. Selama saya keliling, saya kunjungi sekolah-sekolah, sejumlah perguruan tinggi, angkatan muda dan organisasi-organisasi muda. Semua itu saya lakukan untuk bisa mendulang suara dari mereka kaum milenial”, tandasnya.

Setali tiga uang, calon DPD RI asal Sumut lainnya, Solahuddin Nasution juga meyakini, selama ini bergerak bersama-sama anak muda di Karang Taruna, mampu mendulang suara dari mereka dalam kontestasi Pemilu 2019. Menurutnya, sudah saatnya kaum muda meneruskan tongkat estafet kepemimpinan para keterwakilan yang ada sebelumnya.

“Pola blusukan sifatnya lebih kepada silaturahmi dengan para kader kita (Karang Taruna) di kabupaten/kota. Dimana turut kita undang kelompok-kelompok masyarakat yang ada. Saya optimis mereka yang bergerak dan berpeluh-peluh bersama saya, adalah mereka kaum muda yang akan saya perjuangkan nantinya,” ujarnya menjawab Sumut Pos, kemarin.

Ia menyatakan, masyarakat dewasa ini sudah jeli dan memahami tentang kultur politik yang ada. Dimana tahu betul sosok seorang calon yang sudah pernah atau belum sama sekali berbuat bagi masyarakat. “Apalagi sampai merasakan manfaat yang pernah kita berikan untuk masyarakat. Tentunya masyarakat membutuhkan figur seorang pemimpin seperti itu, untuk mewakili mereka,” katanya.

Dirinya lebih banyak menjalankan program konsolidasi dan pemberdayaan kaum pemuda, terutama pada sebaran daerah yang menjadi syarat dukungannya untuk maju sebagai anggota DPD. “Kan wajar bila saya ketua Karang Taruna Sumut, lantas saya menggunakan kendaraan ini untuk blusukan dan bersilaturahmi dengan masyarakat di daerah. Sekaligus di situ saya juga bisa sampaikan visi misi,” katanya.

Hemat Solahuddin, sebelum mengetahui kalah atau menang dalam kompetisi di DPD, melalui blusukan ke berbagai daerah dan menemui langsung masyarakat, sudah bisa merasakan dampak dari proses yang telah dilakukannya tersebut. “Dalam artian positifnya kami (kader pemuda dan Karang Taruna) sudah lebih terkonsolidasi. Bisa memaknai aktivitas kegiatan dan program kerja yang kita lakukan bersama,” katanya.

Lantas berapa kekuatan finansial yang sudah disiapkan? Solahuddin menjawab sebagai seorang yang aktif di bidang kepemudaan, dari mana punya kekuatan uang untuk maju sampai Rp10 miliar. “Saya pakai kekuatan rakyat saja. Apalagi untuk di DPD ini, siapa yang berani main serangan fajar? Berapa lagi duitnya. Jadi selain ketokohan, investasi sosial di masyarakat adalah kuncinya. Kalau di DPD ini sisi pragmatisnya menurut saya lebih minim, beda seperti caleg partai,” ungkapnya.

Kekuatan uang disebut dia tidak selamanya berpengaruh untuk menarik simpati rakyat. Justru melalui investasi sosial yang selama ini sudah dibangun, menjadi modal berharga yang tak bisa dianggap remeh untuk memeroleh kursi sebagai wakil rakyat. “Saya memandang dalam mengikuti kompetisi politik, biayanya itu ada maksimal dan minimal. Jadi yang memberatkan dan membesarkan biaya politik adalah pelaku-pelaku politik itu sendiri. Kalau dia tidak banyak investasi sosialnya, itulah transaksional dan pragmatis. Jadi kalau saya pakai kekuatan rakyat saja untuk mencapai tujuan tersebut,” katanya.

Ketua Karang Taruna Sumut ini menuturkan, akan memanfaatkan kader-kader Karang Taruna dan pemuda yang ia miliki untuk membangun komunikasi dengan masyarakat. “Biaya itu memang menentukan, tapi tidak menentukan kita sebagai pemenang jika investasi sosial kita terhadap masyarakat kecil,” katanya.

Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dr Warjio menilai, peluang wajah-wajah baru merebut kursi DPD RI sangat terbuka lebar. Apalagi mereka cukup dikenal dan memiliki track record yang baik. “Persaingan DPD kali ini memang tampak lebih menarik. Cukup banyak pendatang baru yang berusia muda. Mereka yang muda-muda ini tentu punya segmen sendiri, punya lumbung-lumbung suara sendiri yang diharapkan mampu bersaing dengan para incumbent,” kata Dr Warjio.

Menurutnya, dengan berbekal ‘persenjataan’ yang minim, para calon DPD ini juga harus bisa memanfaatkan teknologi informasi saat ini. “Mereka harus membangun jaringannya sendiri, dan targetnya adalah mereka para pemilih pemula,” sebutnya.

Di samping itu, tentu persenjataan mereka yang minim, khususnya dana yang terbatas dibandingkan dengan para incumbent menjadi kekurangan yang harus bisa ditutupi. “Nah, di sini poinnya. Mereka harus bisa memanfaatkan sosial media atau internet sebagai sarana mereka mempromosikan diri sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya. Karena selain sosial media merupakan dunianya para kaum milenial, sosial media juga tidak mengeluarkan biaya yang besar,” jelasnya.(mag-1/prn)

MILENIAL: Seorang pemilih milenial menggunakan hak suaranya pada Pilkada Sumut 2018 lalu. Suara para pemilih milenial ini menjadi rebutan peserta Pemilu 2019, termasuk calon DPD RI.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Persaingan meraih kursi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia tak kalah sengit. Sebanyak 18 calon senator bakal bersaing ketat memperebutkan jatah empat kursi dari Sumut. Apalagi, empat incumbent masih ikut bertarung bersama 14 kandidat lainnya yang mayoritas wajah baru.

Suara kaum milenial atau pemilih pemula tampaknya sangat menarik bagi sejumlah calon DPD RI saat inin

Selain jumlahnya yang cukup besar, para milenial juga dianggap sebagai kaum yang kritis. Berbekal dengan pendekatan secara persuasif, para caleg DPD pendatang baru pun punya caranya masing-masing untuk merebut hati kaum muda.

“Berbekal kegiatan saya yang sehari-hari sebagai seorang dosen, tentu saja saya sama sekali tidak canggung berkomunikasi dengan para milenial. Hari-hari saya dipenuhi dengan pergaulan saya dengan kaum milenial. Bermodalkan pengalaman itu, saya optimis saya bisa merebut hati mereka,” kata calon anggota DPD RI nomor urut 21, Abdul Hakim Siagian kepada Sumut Pos, Kamis (4/4) siang.

Selain kritis, kata Hakim, kaum milenial juga lebih jujur dan objektif dalam menilai. “Saya tahu persis apa yang dimau kaum milenial. Mereka sangat sering menyuarakan keadilan, para usia muda itu sangat ingin diperhatikan dan diperlakukan secara adil, itu intinya. Maka saya akan pastikan kepada mereka, saya akan menjadi orang yang memperjuangkan tuntutan mereka, memberikan keadilan kepada mereka.

Kaum milenial itu lebih kritis dan objektif dalam memilih, mereka tak mudah dibohongi, mereka akan lebih memilih siapa yang mereka percaya,” beber Hakim.

Untuk itu, lanjut mantan politisi PAN ini, dirinya telah melakukan pendekatan kepada setiap kaum milenial di sekitarnya dan hampir di semua kabupaten/kota di Sumatera Utara. “Saya katakan kepada mereka, masa depan milenial itu penting, nasib bangsa ini ada pada mereka. Sosialisasi dari penyelenggara pemilu inipun sebenarnya sangat minim, maka saya yang mensosialisasikan itu sebagai bentuk kepedulian saya terhadap berharganya suara mereka,” terang Hakim.

Selain pendekatan secara langsung, Hakim juga menjelaskan, dirinya juga melakukan pendekatan dan sosialisasi melalui media sosial. “Kalau bicara tentang sosial media, ya itulah dunianya kaum milenial saat ini. Maka saya juga melakukan pendekatan dengan cara itu, melalui media sosial. Saya juga berterimakasih dengan awak media yang telah menyampaikan ide-ide yang baik untuk membangun bangsa ini dari kaum milenial,” tutupnya.

Selain Hakim, calon DPD RI lainnya Ali Yakub Matondang juga turut melakukan pendekatan terhadap kaum milenial agar bisa merebut suara dari anak-anak muda tersebut. “Saat ini saya sedang sosialisasi di Nias, sebelumnya saya sudah keliling di semua kabupaten/kota di Sumatera Utara. Selama saya keliling, saya kunjungi sekolah-sekolah, sejumlah perguruan tinggi, angkatan muda dan organisasi-organisasi muda. Semua itu saya lakukan untuk bisa mendulang suara dari mereka kaum milenial”, tandasnya.

Setali tiga uang, calon DPD RI asal Sumut lainnya, Solahuddin Nasution juga meyakini, selama ini bergerak bersama-sama anak muda di Karang Taruna, mampu mendulang suara dari mereka dalam kontestasi Pemilu 2019. Menurutnya, sudah saatnya kaum muda meneruskan tongkat estafet kepemimpinan para keterwakilan yang ada sebelumnya.

“Pola blusukan sifatnya lebih kepada silaturahmi dengan para kader kita (Karang Taruna) di kabupaten/kota. Dimana turut kita undang kelompok-kelompok masyarakat yang ada. Saya optimis mereka yang bergerak dan berpeluh-peluh bersama saya, adalah mereka kaum muda yang akan saya perjuangkan nantinya,” ujarnya menjawab Sumut Pos, kemarin.

Ia menyatakan, masyarakat dewasa ini sudah jeli dan memahami tentang kultur politik yang ada. Dimana tahu betul sosok seorang calon yang sudah pernah atau belum sama sekali berbuat bagi masyarakat. “Apalagi sampai merasakan manfaat yang pernah kita berikan untuk masyarakat. Tentunya masyarakat membutuhkan figur seorang pemimpin seperti itu, untuk mewakili mereka,” katanya.

Dirinya lebih banyak menjalankan program konsolidasi dan pemberdayaan kaum pemuda, terutama pada sebaran daerah yang menjadi syarat dukungannya untuk maju sebagai anggota DPD. “Kan wajar bila saya ketua Karang Taruna Sumut, lantas saya menggunakan kendaraan ini untuk blusukan dan bersilaturahmi dengan masyarakat di daerah. Sekaligus di situ saya juga bisa sampaikan visi misi,” katanya.

Hemat Solahuddin, sebelum mengetahui kalah atau menang dalam kompetisi di DPD, melalui blusukan ke berbagai daerah dan menemui langsung masyarakat, sudah bisa merasakan dampak dari proses yang telah dilakukannya tersebut. “Dalam artian positifnya kami (kader pemuda dan Karang Taruna) sudah lebih terkonsolidasi. Bisa memaknai aktivitas kegiatan dan program kerja yang kita lakukan bersama,” katanya.

Lantas berapa kekuatan finansial yang sudah disiapkan? Solahuddin menjawab sebagai seorang yang aktif di bidang kepemudaan, dari mana punya kekuatan uang untuk maju sampai Rp10 miliar. “Saya pakai kekuatan rakyat saja. Apalagi untuk di DPD ini, siapa yang berani main serangan fajar? Berapa lagi duitnya. Jadi selain ketokohan, investasi sosial di masyarakat adalah kuncinya. Kalau di DPD ini sisi pragmatisnya menurut saya lebih minim, beda seperti caleg partai,” ungkapnya.

Kekuatan uang disebut dia tidak selamanya berpengaruh untuk menarik simpati rakyat. Justru melalui investasi sosial yang selama ini sudah dibangun, menjadi modal berharga yang tak bisa dianggap remeh untuk memeroleh kursi sebagai wakil rakyat. “Saya memandang dalam mengikuti kompetisi politik, biayanya itu ada maksimal dan minimal. Jadi yang memberatkan dan membesarkan biaya politik adalah pelaku-pelaku politik itu sendiri. Kalau dia tidak banyak investasi sosialnya, itulah transaksional dan pragmatis. Jadi kalau saya pakai kekuatan rakyat saja untuk mencapai tujuan tersebut,” katanya.

Ketua Karang Taruna Sumut ini menuturkan, akan memanfaatkan kader-kader Karang Taruna dan pemuda yang ia miliki untuk membangun komunikasi dengan masyarakat. “Biaya itu memang menentukan, tapi tidak menentukan kita sebagai pemenang jika investasi sosial kita terhadap masyarakat kecil,” katanya.

Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dr Warjio menilai, peluang wajah-wajah baru merebut kursi DPD RI sangat terbuka lebar. Apalagi mereka cukup dikenal dan memiliki track record yang baik. “Persaingan DPD kali ini memang tampak lebih menarik. Cukup banyak pendatang baru yang berusia muda. Mereka yang muda-muda ini tentu punya segmen sendiri, punya lumbung-lumbung suara sendiri yang diharapkan mampu bersaing dengan para incumbent,” kata Dr Warjio.

Menurutnya, dengan berbekal ‘persenjataan’ yang minim, para calon DPD ini juga harus bisa memanfaatkan teknologi informasi saat ini. “Mereka harus membangun jaringannya sendiri, dan targetnya adalah mereka para pemilih pemula,” sebutnya.

Di samping itu, tentu persenjataan mereka yang minim, khususnya dana yang terbatas dibandingkan dengan para incumbent menjadi kekurangan yang harus bisa ditutupi. “Nah, di sini poinnya. Mereka harus bisa memanfaatkan sosial media atau internet sebagai sarana mereka mempromosikan diri sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya. Karena selain sosial media merupakan dunianya para kaum milenial, sosial media juga tidak mengeluarkan biaya yang besar,” jelasnya.(mag-1/prn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/