32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Kalabfor Poldasu: Tak Ada Rekayasa Tes Urine Apriyanto

MEDAN-Kepala Labfor Polda Sumut, Kombes Pol Chomsi Syafrian Simin membantah pernyataan mantan Wadir Reserse Narkoba Poldasu, AKBP Apriyanto Basuki Rahmat, yang mengaku kalau hasil tes urine dirinya direkayasa pada saat pemeriksaan di Labfor Poldasu.

Chomsi mengatakan kalau apa yang dilakukan oleh pihaknya sudah sesuai prosedur dan tidak ada niat untuk merekayasa.

“Silahkan saja dia bilang gitu. Tapi apa yang saya lakukan sudah sesuai dengan prosedur. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau saya rekayasa, sama saja saya melanggar sumpah,” ujar Chomsi, Senin (4/6) kemarin.

Chomsi juga menganggap kalau pernyataan itu adalah untuk ‘sekedar’ pembelaan Apriyanto saja.
“Terlepas dari jabatan saya sebagai Kalabfor. Saya mengaggap kalau itu adalah untuk pembelaannya saja,” ungkap Chomsi.

Sebagaimana diketahui, dalam menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Medan beberapa hari yang lalu, AKBP Apriyanto menyebut, kalau sebelumnya urinenya dinyatakan negatif.
“Urine saya negatif, tetapi diganti dengan hasil tes urine Johnson Jingga (tersangka kepemilikan pil happy five lainnya, Red),” beber Apriyanto.

Tidak hanya itu, mantan orang nomor dua di Direktorat Reserse Narkoba Poldasu itu juga menyatakan kalau dalam pemeriksaan tes urine yang dilakukan di Labfor Poldasu itu sering ditukar-tukar.

“Ya seperti tes urine saya ini, ditukar dengan hasil tes urine tersangka lainnya,” ungkap Apriyanto.
Menanggapi hal itu, Chomsi kembali angkat bicara. Menurutnya Labfor Poldasu tidak ada merekayasa, ataupun menukar-nukar hasil tes urin siapapun itu. “Tidak pernah kita melakukan tukar menular hasil tes urine,” tegas Chomsi.

Disebutkan Chomsi, prosedur setiap pemeriksaan tes urine itu dilakukan berawal dari permintaan penyidik.
“Urine diperiksa jika ada surat dari penyidik. Bukan suka-suka kita untuk memeriksa urine itu,” tukas Chomsi.

Disebutkan perwira berpangkat melati tiga itu, walaupun kasus pemeriksaan urine yang ditangani pihaknya itu banyak, namun sejauh ini ia masih melakukannya dengan profesional.
“Dalam setahun kita bisa tangani 3 sampai 6 ribu pemeriksaan urine. Tapi  kami melakukannya sesuai dengan sumpah dan secara profesioanal,” sebut Chomsi.

Chomsi mengatakan dirinya siap untuk menuntut kembali jika tudingan ‘miring’ kepada Labfor Polda itu tidak terbukti.
“Silahkan saja menuding Labfor seperti itu. Nanti kalau itu semua tidak terbukti, saya siap untuk menuntut itu kembali,” pungkas Chomsi.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro untuk segera turun tangan. Jika didiamkan saja, lanjut Neta, masyarakat akan bingung dan bisa merusak citra kepolisian.

Menurut Neta, ada dua kemungkinan terkait pernyataan AKBP Apriyanto bahwa dirinya korban rekayasa terkait kasus penggunaan narkoba jenis happy five (H5) itu. Pertama, Apriyanto memang sedang membangun alibi agar dirinya bebas.

Kemungkinan kedua, memang ada rekayasa di balik kasus ini. Menurut Neta, konflik internal di tubuh kepolisian, antara pimpinan dengan wakilnya, seperti direktur dengan wadir, memang cukup tajam dan terjadi di banyak daerah.

“Konfliknya sengit. Itu sebabnya muncul hal yang aneh-aneh. Apa yang dikatakan mantan wadir (AKBP Apriyanto, red) bahwa dirinya dikriminalisasi, harus ditelusuri benar atau tidak. Kapolda lewat Propam-nya harus turun tangan agar masyarakat tak bingung,” ujar Neta S Pane kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/6).

Neta memberi contoh perkara mantan Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Kepri AKBP Mindo Tampubolon yang divonis bebas dari jerat hukum atas tuduhan membunuh istrinya, Putri Mega Umboh. Bisa jadi, lanjut Neta, kasus Mindo ini merupakan kasus rekayasa akibat konflik di internal kepolisian, sehingga tatkala dibuktikan di pengadilan, dinyatakan bebas.

Neta mengatakan, konflik di internal kepolisian memang cukup sengit. Konflik ini, sambungnya, merupakan dampak persaingan sejak mereka masih menjalani pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol).

“Sikap arogansi senior kepada yunor masih tinggi hingga persaingannya berlarut-larut, terbawa hingga mereka sudah menjadi perwira, dari perwira menengah hingga perwira tinggi. Konflik sangat tajam jika daerah penugasan merupakan daerah basah,” urai Neta, aktivis asal Sumut yang konsen menyoroti kinerja kepolisian itu.

Apa yang harus dilakukan Kapolda Sumut? Neta menyarankan, Kapolda segera memerintahkan Propam untuk melakukan penelusuran. Kalau memang dugaan AKBP Apriyanto terlibat narkoba ada buktinya yang kuat, maka berkas penyidikannya harus cepat diserahkan ke kejaksaan, selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan. “Sekaligus, Kapolda harus menjelaskan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Sebaliknya, jika hasil penelusuran Propam menemukan ada indikasi telah terjadi kriminalisasi kepada AKBP Apriyanto, maka penyidikan harus dihentikan dan nama baik Apriyanto dipulihkan.
“Yang bersangkutan selanjutnya bisa menuntut pihak yang diduga melakukan rekayasa,” kata Neta.

Sekadar mengingatkan, AKBP Apriyanto ditangkap Direktorat Reserse Narkoba Poldasu, karena memiliki Psikotropika jenis pil Happy Five (H5). Dia diamankan saat Direktorat Reserse Narkoba Poldasu melakukan razia di salah satu tempat hiburan malam di Jalan Merak Jingga, beberapa bulan yang lalu.

Marudut SH, selaku tim penasehat hukum terdakwa Aprianto meragukan keterangan Debora Hutagaol sebagai saksi ahli yang dihadirkan pada sidang sebelumnya.

“Kita meminta agar dia (saksi ahli) menunjukkan identitasnya sebagai ahli forensik. Apa yang menyatakan dia sebagai saksi ahli,” tegas Debora, saat dihubungi, Senin (4/6).
Selain itu, menghadapi sidang mendatang, Debora mengaku sudah menyiapkan beberapa materi pertanyaan yang akan diajukan nantinya kepada saksi ahli.

“Sudah saya siapkan. Intinya mempertanyakan sampai sejauh mana pengetahuan saksi ahli. Tapi lihat nantilah saat sidang. Kan nggak enak kalau dibeberkan,” ungkapnya.
Pihaknya juga meragukan hasil tes urine Apriyanto yang menyatakan positif mengandung psikotropika.

“Kita meragukan hasilnya. Karena seperti yang kita ketahui, Laboratorium Forensik Poldasu sendiri kenyataannya sering menukar hasil tes urin. Hasil negatif bisa jadi positif, dan sebaliknya. Jadi kemungkinan saja, tes urine klien saya juga ditukar. Tapi kalau ditukar dengan urine siapa, kita nggak begitu tahu, kemungkinan saja dengan tersangka lainnya,” tegasnya.

MEDAN-Kepala Labfor Polda Sumut, Kombes Pol Chomsi Syafrian Simin membantah pernyataan mantan Wadir Reserse Narkoba Poldasu, AKBP Apriyanto Basuki Rahmat, yang mengaku kalau hasil tes urine dirinya direkayasa pada saat pemeriksaan di Labfor Poldasu.

Chomsi mengatakan kalau apa yang dilakukan oleh pihaknya sudah sesuai prosedur dan tidak ada niat untuk merekayasa.

“Silahkan saja dia bilang gitu. Tapi apa yang saya lakukan sudah sesuai dengan prosedur. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau saya rekayasa, sama saja saya melanggar sumpah,” ujar Chomsi, Senin (4/6) kemarin.

Chomsi juga menganggap kalau pernyataan itu adalah untuk ‘sekedar’ pembelaan Apriyanto saja.
“Terlepas dari jabatan saya sebagai Kalabfor. Saya mengaggap kalau itu adalah untuk pembelaannya saja,” ungkap Chomsi.

Sebagaimana diketahui, dalam menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Medan beberapa hari yang lalu, AKBP Apriyanto menyebut, kalau sebelumnya urinenya dinyatakan negatif.
“Urine saya negatif, tetapi diganti dengan hasil tes urine Johnson Jingga (tersangka kepemilikan pil happy five lainnya, Red),” beber Apriyanto.

Tidak hanya itu, mantan orang nomor dua di Direktorat Reserse Narkoba Poldasu itu juga menyatakan kalau dalam pemeriksaan tes urine yang dilakukan di Labfor Poldasu itu sering ditukar-tukar.

“Ya seperti tes urine saya ini, ditukar dengan hasil tes urine tersangka lainnya,” ungkap Apriyanto.
Menanggapi hal itu, Chomsi kembali angkat bicara. Menurutnya Labfor Poldasu tidak ada merekayasa, ataupun menukar-nukar hasil tes urin siapapun itu. “Tidak pernah kita melakukan tukar menular hasil tes urine,” tegas Chomsi.

Disebutkan Chomsi, prosedur setiap pemeriksaan tes urine itu dilakukan berawal dari permintaan penyidik.
“Urine diperiksa jika ada surat dari penyidik. Bukan suka-suka kita untuk memeriksa urine itu,” tukas Chomsi.

Disebutkan perwira berpangkat melati tiga itu, walaupun kasus pemeriksaan urine yang ditangani pihaknya itu banyak, namun sejauh ini ia masih melakukannya dengan profesional.
“Dalam setahun kita bisa tangani 3 sampai 6 ribu pemeriksaan urine. Tapi  kami melakukannya sesuai dengan sumpah dan secara profesioanal,” sebut Chomsi.

Chomsi mengatakan dirinya siap untuk menuntut kembali jika tudingan ‘miring’ kepada Labfor Polda itu tidak terbukti.
“Silahkan saja menuding Labfor seperti itu. Nanti kalau itu semua tidak terbukti, saya siap untuk menuntut itu kembali,” pungkas Chomsi.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolda Sumut, Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro untuk segera turun tangan. Jika didiamkan saja, lanjut Neta, masyarakat akan bingung dan bisa merusak citra kepolisian.

Menurut Neta, ada dua kemungkinan terkait pernyataan AKBP Apriyanto bahwa dirinya korban rekayasa terkait kasus penggunaan narkoba jenis happy five (H5) itu. Pertama, Apriyanto memang sedang membangun alibi agar dirinya bebas.

Kemungkinan kedua, memang ada rekayasa di balik kasus ini. Menurut Neta, konflik internal di tubuh kepolisian, antara pimpinan dengan wakilnya, seperti direktur dengan wadir, memang cukup tajam dan terjadi di banyak daerah.

“Konfliknya sengit. Itu sebabnya muncul hal yang aneh-aneh. Apa yang dikatakan mantan wadir (AKBP Apriyanto, red) bahwa dirinya dikriminalisasi, harus ditelusuri benar atau tidak. Kapolda lewat Propam-nya harus turun tangan agar masyarakat tak bingung,” ujar Neta S Pane kepada koran ini di Jakarta, kemarin (4/6).

Neta memberi contoh perkara mantan Kasubdit II Ditreskrimsus Polda Kepri AKBP Mindo Tampubolon yang divonis bebas dari jerat hukum atas tuduhan membunuh istrinya, Putri Mega Umboh. Bisa jadi, lanjut Neta, kasus Mindo ini merupakan kasus rekayasa akibat konflik di internal kepolisian, sehingga tatkala dibuktikan di pengadilan, dinyatakan bebas.

Neta mengatakan, konflik di internal kepolisian memang cukup sengit. Konflik ini, sambungnya, merupakan dampak persaingan sejak mereka masih menjalani pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol).

“Sikap arogansi senior kepada yunor masih tinggi hingga persaingannya berlarut-larut, terbawa hingga mereka sudah menjadi perwira, dari perwira menengah hingga perwira tinggi. Konflik sangat tajam jika daerah penugasan merupakan daerah basah,” urai Neta, aktivis asal Sumut yang konsen menyoroti kinerja kepolisian itu.

Apa yang harus dilakukan Kapolda Sumut? Neta menyarankan, Kapolda segera memerintahkan Propam untuk melakukan penelusuran. Kalau memang dugaan AKBP Apriyanto terlibat narkoba ada buktinya yang kuat, maka berkas penyidikannya harus cepat diserahkan ke kejaksaan, selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan. “Sekaligus, Kapolda harus menjelaskan kepada masyarakat,” imbuhnya.

Sebaliknya, jika hasil penelusuran Propam menemukan ada indikasi telah terjadi kriminalisasi kepada AKBP Apriyanto, maka penyidikan harus dihentikan dan nama baik Apriyanto dipulihkan.
“Yang bersangkutan selanjutnya bisa menuntut pihak yang diduga melakukan rekayasa,” kata Neta.

Sekadar mengingatkan, AKBP Apriyanto ditangkap Direktorat Reserse Narkoba Poldasu, karena memiliki Psikotropika jenis pil Happy Five (H5). Dia diamankan saat Direktorat Reserse Narkoba Poldasu melakukan razia di salah satu tempat hiburan malam di Jalan Merak Jingga, beberapa bulan yang lalu.

Marudut SH, selaku tim penasehat hukum terdakwa Aprianto meragukan keterangan Debora Hutagaol sebagai saksi ahli yang dihadirkan pada sidang sebelumnya.

“Kita meminta agar dia (saksi ahli) menunjukkan identitasnya sebagai ahli forensik. Apa yang menyatakan dia sebagai saksi ahli,” tegas Debora, saat dihubungi, Senin (4/6).
Selain itu, menghadapi sidang mendatang, Debora mengaku sudah menyiapkan beberapa materi pertanyaan yang akan diajukan nantinya kepada saksi ahli.

“Sudah saya siapkan. Intinya mempertanyakan sampai sejauh mana pengetahuan saksi ahli. Tapi lihat nantilah saat sidang. Kan nggak enak kalau dibeberkan,” ungkapnya.
Pihaknya juga meragukan hasil tes urine Apriyanto yang menyatakan positif mengandung psikotropika.

“Kita meragukan hasilnya. Karena seperti yang kita ketahui, Laboratorium Forensik Poldasu sendiri kenyataannya sering menukar hasil tes urin. Hasil negatif bisa jadi positif, dan sebaliknya. Jadi kemungkinan saja, tes urine klien saya juga ditukar. Tapi kalau ditukar dengan urine siapa, kita nggak begitu tahu, kemungkinan saja dengan tersangka lainnya,” tegasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/