MEDAN- Rahudman Harahap, mantan sekretaris daerah Tapanuli Selatan (Sekda Tapsel) blak-blakan menjawab pertanyaan majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan. Pria berkumis itu menyatakan dana Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) 2005 telah di pertanggungjawabkan serta disalurkan ke Kabag Pemerintahan Desa (Pemdes).
“Kalau dana itu belum dipertanggungjawabkan, mana mungkin BUD (Bendahara Umum Daerah) mau mengeluarkan atau mencairkan uang. Sama-sama kita saksikan di persidangan ini, Amrin Tambunan mencairkan uang itu dengan memalsukan tanda tangan saya,” ujarnya saat sidang dengan agenda pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa di ruang sidang utama Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (4/7).
Dia mengatakan dana TPAPD dengan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) tanggal 6 Januari 2005 dan 13 April 2005 masing-masing sebesar Rp1,035 miliar telah dipertanggungjawabkan. Termasuk kekurangan TPAPD 2004 sebesar Rp480 juta telah diserahkan kepada Kabag Pemerintahan Desa (Pemdes) yang diterima Ajizun Harahap. “Dana TPAPD yang cair pada 6 Januari 2005, sebagian digunakan untuk mengganti kekurangan bayar TPAPD 2004 sebesar Rp480 juta,” ucap Rahudman.
Dia juga memaparkan, dana TPAPD 2005 sengaja dinaikkan menjadi Rp5,9 miliar pada APBD 2005. Kenaikan itu sudah termasuk dana Rp480 juta untuk mengganti kekurangan dana TPAPD 2004. Saat ditanya tentang kekurangan bayar TPAPD 2005 triwulan III dan IV meski dananya sudah ditampung di APBD, Rahudman mengaku tidak tahu karena dirinya sudah tidak lagi menjabat Sekda Tapsel. Dia pun menyatakan, Amrin Tambunan, selaku pemegang kas Setda, tidak pernah melapor ada masalah dengan dana TPAPD.
“Selama ini, Amrin tidak pernah mengatakan kepada saya ada masalah di dana TPAPD. Saya pun baru tahu terjadi masalah dalam penyaluran TPAPD 2005, setelah dimintai keterangan di Polda Sumut saat Amrin Tambunan ditangkap. Yang terjadi masalah itu kan pada Triwulan III dan IV, saat saya sudah tidak Sekda lagi,” kata Rahudman kembali.
Tidak berbeda dengan sidang sebelumnya, seluruh pendukung Rahudman Harahap baik itu Kepling, Camat, Lurah maupun dari Pemko Medan terus memenuhi ruang persidangan. Namun tak seperti biasa, mereka bukan mengenakan pakaian dinas, melainkan kemeja batik. Mereka terus memberikan dukungan kepada Rahudman.
Dalam keterangannya, Rahudman juga menegaskan, dalam membuat SPP, dia selalu mengacu pada Surat Keputusan Otorisasi (SKO) yang dikeluarkan bupati. “Saya membuat SPP berdasarkan SKO bupati. Soal penggunaan anggarannya, disalurkan atau tidak itu tergantung pemegang kas. Yang penting bagi saya, bagaimana roda pemerintahan bisa tetap berjalan dengan baik,” urainya.
Rahudman pun membantah saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Polim Siregar menanyakan terkait pengakuan Amrin Tambunan di persidangan sebelumnya yang menyatakan dana TPAPD 2005 sebesar Rp1,59 miliar itu digunakan untuk perjalanan dinas Bupati, Wakil Bupati, dan dirinya selaku Sekda Tapsel. “Saya nyatakan itu tidak benar,” tegasnya.
Jadi, apakah saudara mengenal David yang membayarkan uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,59 miliar pada persidangan Amrin Tambunan di Tahun 2010?,” tanya jaksa kembali.
“Saya tidak tahu, saya tidak mengenalnya,” balas Rahudman.
Di akhir keterangannya, Wali Kota Medan nonaktif itu menyampaikan curahan hatinya sebelum menghadapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 18 Juli mendatang. Dia merasakan persidangan yang dihadapinya ini cukup melelahkan. Apalagi, yang dibahas di persidangan berputar pada peraturan saja. Dia pun memohon agar majelis hakim memberinya keadilan. Pada kesempatan itu, dia juga meminta maaf kepada JPU bila ada yang salah.
“Mudah-mudahan majelis hakim mempertimbangkan betapa sulitnya menjalani sidang ini. Semoga ada keadilan bagi saya, apa pun keputusan hakim, semoga menjadi yang terbaik bagi saya dan keluarga saya. Kepada JPU saya minta maaf kalau ada yang salah. Semoga ada keadilan dalam perkara ini,” tuturnya disambut gemuruh tepuk tangan pendukungnya.
Keluh kesah Rahudman ini sempat dijawab Ketua Majelis Hakim Sugiyanto. Dia mengatakan, majelis hakim mengadili perkara ini dengan serius. Dan, mereka ingin mendapatkan gambaran kebenaran yang akan jadi dasar putusan nanti. “Kami bertiga ini sudah bertekad apa pun risikonya, apa pun kami lakukan untuk mendapatkan keadilan. Kami jangan dipengaruhi,” ujar Sugiyanto.
Sebelum pemeriksaan terdakwa, JPU membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi ahli keuangan daerah dari Kemendagri Dra Marisi Parulian MSi, karena tidak hadir di persidangan meski sudah beberapa kali dipanggil secara patut. Terhadap keterangan saksi ahli tersebut, penasihat hukum terdakwa menyatakan keberatan berkaitan dengan keterangan yang menyangkut pokok perkara. Sedangkan keterangan bersifat normatif terkait pengelolaan keuangan daerah sesuai Kepmendagri No 29 Tahun 2002, penasihat hukum terdakwa tidak menyampaikan tanggapan. Usai pemeriksaan terdakwa, majelis hakim menunda sidang hingga 18 Juli mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan dari JPU. (far)