MEDAN, SUMUTPOS.CO – Menjelang Musyawarah Cabang (Muscab) Partai Demokrat se-Sumatera Utara tahap III, kader senior Partai Demokrat Sumatera Utara Muhammad Yusuf Tambunan, mengingatkan agar Muscab yang digelar dapat terlaksana sesuai konstitusi. Artinya, semua aturan dan landasan yang diterapkan harus merujuk pada AD/ART partai, bukan semata-mata atas dasar suka atau tidak suka (like and dislike), apalagi berdasarkan emosional.
Menurut Yusuf, untuk meletakkan seseorang menjadi pengurus, apalagi sebagai seorang pemimpin partai, ada landasan yang dipakai di dalam AD/ART partai Pasal 12 ayat 1 huruf a, b, c, dan d serta ayat 2, yakni tentang proses pengkaderan. Disebutnya, ada tahapan atau jenjang minimal yang harus dilalui sebelum seseorang itu dipilih menjadi pimpinan.
“Tidak elok dong serta merta, datang dengan bimsalabim. Itu sangat mungkin, bisa berbahaya bagi partai. Sejatinya dilalui mekanisme jenjang perkaderan dulu. Jadi untuk menjadi kader ada tahapan-tahapan yang harus dilalui sampai seseorang bisa disebut kader,” kata Yusuf Tambunan saat dihubungi Sumut Pos via ponselnya, Selasa (5/7/2022).
Lebih lanjut dijelaskannya, pengertian kader itu bukan semata-mata sudah menerima atau memegang KTA. Tapi harus sudah melewati tahapan-tahapan kaderisasi organisasi partai. “Harus dibedakan, anggota partai dengan kader partai. Kalau orang yang baru menerima KTA, itu anggota partai bukan kader. Kalau seorang kader sudah melewati tahapan-tahapan kaderisasi organisasi sehingga sudah teruji berdasarkan konstitusi partai. Jadi bukan teruji maunya dan selera kita, tapi teruji yang kita maksud adalah, kader tersebut sudah malang melintang membesarkan partai kita ini,” bebernya.
Yusuf tidak mempermasalahkan bahkan menyambut baik jika ramai-ramai orang bergabung ke Partai Demokrat, karena partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini merupakan partai terbuka untuk semua orang. “Kalau ada org ramai-ramai masuk Partai Demokrat, ya monggo. Memang Demokrat terbuka untuk semua orang dan semua golongan yang ingin menjadi anggota partai sesuai dengan Anggaran Dasar Pasal 3 Ayat 1, 2 dan 3,” sebut salah satu tokoh deklarator Partai Demokrat Sumut ini.
Disebutnya, tahapan yang dilalui juga penilaiannya berdasarkan konstitusi, sehingga tidak eloklah sesuka hati orang yang memberi penilaian karena partai ada parameternya. “Kalau orang yang menilai, ada subjektivitas yang muncul. Akan ada upaya-upaya untuk memberi kemudahan-kemudahan dengan memberikan batasan minimal kepada seseorang itu menjadi kader partai. Tapi kalau semua mengacu kepada konstitusi, tidak bisa sesuka hati, karena ada aturan-aturan yang mengikat,” ungkapnya.
Dia kembali menegaskan, pemimpin yang instan sangat berbahaya bagi Partai Demokrat jelang Pemilu 2024. Pasalnya, hal ini bisa meruntuhkan apa yang sudah dibangun Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan elektabilitas partai capai saat ini
“Rasanya kurang elok, orang yang belum mencukupi rangkaian dalam sebuah proses organisasi sudah diujuk-ujuk disiapkan atau ditempatkan jadi ketua partai. Harus dilihat dong latar belakang dan track recordnya, termasuk juga latar belakang pendidikannya, ketokohannya, dan yang lebih penting lagi, maaf ya, minimalisirlah orang yang baru lompat pagar lalu pegang kendali partai,” tegasnya.
Sejatinya, lanjut Yusuf, orang yang belum memiliki jenjang pengkaderan mumpuni yang harus dijaga dan tidak diambil Partai Demokrat. “Jangan biarkan, apalagi membentangkan karpet merah kepada “bajing loncat” untuk menjadi calon pemimpin partai setingkat cabang. Ini sangat menafikan seolah di dalam partai tidak memiliki kader mumpuni dan siap membesarkan partai. Padahal, sesungguhnya Partai Demokrat di Sumut ini sangat-sangat banyak yang betul-betul kader berproses dan mumpuni dan teruji secara struktural dengan parameter konstitusi, bukan teruji atas faktor X atau suka atau tidak suka,” tandasnya.
Yusuf berharap, apa yang disampaikannya bisa menjadi pertimbangan bagi pemangku kebijakan di DPD dan DPP Partai Demokrat untuk bersikap dalam menentukan ketua-ketua DPC se-Sumut. (adz)