Site icon SumutPos

Waspada! Sumut Diselubungi Asap hingga November

Foto: Riadi/PM Sejumlah mahasiswa membagikan masker kepada pengguna motor, untuk mengantisipasi polusi asap yang diakibatkan terbakarnya hutan di Riau, di Jalan Balai Kota Medan, Jumat (4/9/2015).
Foto: Riadi/PM
Sejumlah mahasiswa membagikan masker kepada pengguna motor, untuk mengantisipasi polusi asap yang diakibatkan terbakarnya hutan di Riau, di Jalan Balai Kota Medan, Jumat (4/9/2015).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kebakaran lahan hutan di wilayah Sumatera sudah tergolong parah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis data, 80 persen wilayah Sumatera, termasuk Medan sudah tertutup asap. Kondisi yang parah ini diperkirakan dua kali lipat buruknya dibanding tahun lalu.

Jika tidak cepat ditanggulangi, kondisi perkonomian yang sudah berat akan semakin memburuk lantaran aktivitas bisnis banyak mengalami gangguan. Juru Bicara BNPB Sutopo Purwo Nugroho kepada wartawan di kantornya, Jumat (4/9) mengatakan, kondisi buruk ini berpotensi terus terjadi hingga November mendatang, sebagai dampak fenomena El Nino.

“Diperkirakan musim hujan baru awal Desember, sehingga wilayah ekuator khatulistiwa selatan seperti Sumatera dan Kalimantan, masih berpotensi terjadi peningkatan kebakaran lahan dan kekeringan. Sekitar 80 persen wilayah Sumatera sudah ditutupi asap, dimana Riau dan Jambi paling pekat,” terangnya. Di dua daerah itu, jarak pandang hanya 500 meter, yang berdampak pada terganggunya jadwal penerbangan.

Meski wilayah Sumut titik apinya tidak begitu banyak, namun terdampak langsung asap dari wilayah Riau. Akibatnya, sejumlah penerbangan di Bandara Kualanamu terganggu. Di tempat yang sama, Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Tri Budiarto mengaku kewalahan mengatasi kebakaran hutan lantaran cakupan wilayahnya cukup luas.

Upaya membuat hujan buatan segera dilakukan beriringan dengan pemadaman, dengan mengerahkan pesawat cassa dan helikopter ke enam provinsi gawat, yakni Riau, Sumsel, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.

Terpisah, Aktivis Lingkungan Hidup dari LSM Telapak, M Yayat Afianto, mendesak BNPB untuk cepat memadamkan kebakaran lahan yang memicu terganggunya penerbangan. “Misal penerbangan di Kualanamu, itu terganggu karena asap dari Riau. Maka yang di Riau itu harus cepat diatasi. Ini penting untuk menekan kerugian di sektor ekonomi,” terang Yayat. Menurut Yayat, kebakaran lahan tahun ini jauh lebih parah. Pemicunya, selain kemarau yang panjang, juga dampak El Nino yang menyebabkan suhu udara sangat panas. Langkah preventif sudah tidak mungkin dilakukan karena sudah kritis. “Yang penting segera saja buat hujan buatan,” terangnya.

Dia menyebut, dampak kebakaran lahan saat ini akan besar karena menurut rilis Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), El Nino akan berlangsung hingga November. “Dampaknya cukup luas. Anak-anak sekolah sudah mulai libur, belum lagi dampak kesehatan. Banyak penerbangan yang delay, yang otomatis banyak rencana pertemuan bisnis terganggu, nelayan juga susah melaut. Aktivitas perkonomian rakyat juga terganggu karena harus banyak berada di dalam rumah. Juga menyangkut hubungan dengan negara tetangga, kita ekspor asap,” bebernya.

Pernyataan Yayat dibenarkan pengamat ekonomi Enny Sri Hartati. Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) itu mengatakan, terganggunya jadwal penerbangan di bandara-bandara besar, seperti di Kualanamu, pasti punya efek domino. “Pesawat delay, pertemuan-pertemuan bisnis juga akan delay. Sektor transportasi yang lain juga terganggu, yang menyebabkan high cost economy. Tidak ada asap saja sudah banyak faktor yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Ini menyebabkan daya saing produk kita semakin turun. China misalnya, saat ini sedang banting harga, kita makin tambah high cost economy-nya,” terang Enny di Jakarta, kemarin. Salah seorang warga Medan, Mahruzar Nasution,SH menilai pemerintah kurang tanggap akan kebakaran hutan. “Ini kan terjadi hampir setiap tahun sekali. Seharusnya pemerintah itu tanggap, karena di wilayah sana kan banyak hutan, dan kejadian ini berulang lagi. Jika pemerintah ini tanggap pasti dapat ditangani,” jelasnya. Lanjut pria yang berprofesi sebagai pengacara ini, kalau pemerintah juga tidak melakukan pengawasan rutin, dan diduga adanya kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan dari lahan ini.

“Ini bukan rahasia lagi, disana kan banyak hutan, kita duga pasti ada orang tertentu yang mengambil keuntungan dalam pembakaran ini, untuk membuka lahan baru, untuk ditanami kembali. Jadi disini pengawasannya yang kurang, tidak ada koordinasi antara pihak terkait,” ungkapnya. Dan asap ini membuat anak-anak sakit, karena pengaruh asap tersebut. “Asap ini buat dua anakku sakit, udah pada batuk-batuk keduanya. Takutnya bisa makin parah kan sakitnya, kalau terus menerus hirup asap ini,” terangnya.

Sementara itu, menurut Dede Prayitno, mengatakan kalau akibat asap ini membuat sumber penyakit Ispa (infeksi saluran pernapasan). “Asap ini buat nafas jadi sesak, batuk, mata merah dan pedih. Apalagi kalau naik kereta, pandangan gak nyaman. Lain kalau naik mobil, pasti kan tertutup,” ujarnya. Tambah, pria yang bekerja di bagian Informasi dan Teknologi (IT) Pertamina UPMS I Medan ini berharap pemerintah mencari solusi agar kebakaran tersebut dapat diatasi. “Kita minta sama pemerintah untuk tanggaplah, mencari solusi untuk memadamkan api tersebut. Jangan nanti masyarakat jadi penyakitan karena asap ini,” harapnya.

Begitu juga halnya dengan Iyul, yang berprofesi sebagai parbetor ini, mengaku kalau omzetnya turun karena kabut asap. Menurutnya penumpang lebih banyak menumpangi angkot. “Karena asap ini, penumpang pun turun, lebih banyak naik angkot karena tertutup. Kalu betor kan terbuka, udah gitu mata pun pedih dibuatnya,” ujarnya. Lanjutnya kalau dirinya pun membuat atau memberikan masker bagi penumpang yang ingin menumpangi betornya. “Aku cari cara lain, aku beli masker beberapa, jadi pas penumpang mau naik aku kasih maskerlah, biar gak kena asap kabut ini,” terangnya. (sam/bam/bay/man/deo)

Exit mobile version