Berlangsung 5 Tahun, Raup Miliaran Rupiah
JAKARTA- Polda Metro Jaya, Jakarta, berhasil mengungkap pelaku penipuan melalui layanan pesan singkat (SMS) dan telepon, yang masih marak hingga saat ini. Yang mengagetkan, pelaku adalah para narapidana yang meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta, Medan.
Ada dugaan, sebanyak 1.800 napi di LP terbesar di Medan itu terlibat penipuan dengan modus SMS dan telepon ini. Pasalnya, dari satu korban saja, sudah melibatkan enam napi. Keenam napi Tanjung Gusta itulah yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Subdirektorat Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Mereka adalah AA alias Andin, IFR alias Ipan alias Bureng, PT alias Fredi MS alias Tompul, Z alias Zul, dan R alias Anto.
Kasubdit Cyber Crime Ajun Komisaris Besar (AKB) Hermawan saat membeberkan perkara ini di Mapolda Metro Jaya, kemarin (4/10) menyebutkan, otak aksi penipuan ini adalah AA. “Dia napi 17 tahun penjara, kebetulan tiga bulan lagi mau bebas. Kelompok inilah yang banyak menipu dengan melakukan SMS palsu, SMS minta pulsa, menelepon dan menipu bilang kalau ada anggota keluarga yang sakit atau ditahan oleh anggota (polisi) sehingga meminta dikirim uang,” ujar Hermawan.
Tersangka lainnya adalah napi kasus perampokan, pembunuhan, dan narkoba, dengan masa tahanan rata-rata mencapai 10 tahun penjara.
Bagaimana polisi bisa membongkar kasus ini? Hermawan cerita, ini bermula dari laporan korban, SK, yang lapor ke Polda Metro Jaya pada 5 September 2011 karena uangnya Rp126 juta ‘lenyap’ tertipu.
Dalam laporannya, korban menyebutkan, pada 29 Agustus 2011, pukul 05.00, tiba-tiba teleponnya berdering. Suara dari ujung telepon mengaku sebagai anak korban. SK panik lantaran ‘anaknya’ itu telepon sambil menangis lantaran ditahan polisi karena kasus narkoba.
Korban tak sadar ditipu, lantaran dari telepon itu juga ada orang lain yang bicara, yang mengaku sebagai polisi yang menangkap si anak. Suara yang mengaku polisi itu mengatakan bahwa urusan anak itu bisa selesai jika ada dana yang disetor.
Hermawan menjelaskan, korban yang terpedaya dengan modus tipuan itu, lantas mentransfer uang ke enam nomor rekening berbeda yang ditunjuk pelaku, sebanyak 14 kali. “Total mencapai Rp 126 juta,” kata Hermawan. Korban baru kaget tatkala menerima dari telepon anaknya yang mengaku tidak ada masalah apa-apa. Dari situ korban baru sadar telah tertipu.
Hermawan mengatakan, setelah menerima laporan korban, polisi melacak nomor ponsel pelaku, juga menelusuri identitas pelaku lewat rekening bank yang dijadikan alat transfer. Akhirnya terlacak pelakunya adalah para napi di Tanjung Gusta.
Dijelaskan, para pelaku memerankan peran yang berbeda-beda saat menjalankan aksinya. Seperti yang dialami SK, pelaku ada yang menjadi anak, dan ada yang menjadi polisi. Bahkan ada yang mengaku sebagai wartawan, yang juga minta uang sebagai syarat kasus anaknya tak diekspos. Berdasarkan hasil pemeriksaan, modus penipuan ini sudah berjalan selama lima tahun terakhir. Dugaan kuat, para napi lain juga melakukan aksi dengan modus yang sama.
“Sindikat ini cukup besar karena mereka lakukan sambil iseng di LP selama lima tahun belakangan untuk membiayai keluarga di luar. Menurut mereka, menipu dengan HP apalagi dari dalam sel bisa lebih aman,” kata Hermawan.
Dia menduga, sindikat Tanjung Gusta sudah meraup miliaran rupiah. Asumsinya, aksi sudah berlangsung lima tahun, dan satu korban bisa tertipu Rp126 juta.
Para tersangka itu dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, Pasal 28 Ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun.
Barang bukti yang disita polisi adalah 11 lembar bukti transfer, 2 lembar rekening koran, 8 lembar tanda terima pengaduan dari Bank Mandiri, dan 2 lembar rekening koran dari Bank Syariah Mandiri, 1 buah ponsel Esia, dan 2 buah ponsel Nokia.
Kalapas Klas I Medan, Suwarso saat dihubungi melalui telepon selulernya, kemarin (4/10) malam. “Ya benar Polda Metro Jaya telah menangkap 6 orang napi kita, tapi penangkapan itu merupakan kerjasama kita dengan mereka untuk mengungkap jaringan penipuan dengan modus via telepon,”ucap orang nomor satu di Lapas Klas I Medan itu.
Namun saat ditanya mengenai napi yang menggunakan telepon dan sebagai alat untuk melakukan kejahatan. Suwarso menegaskan pihaknya pada prinsipnya melarang napi untuk menggunakan telepon (handphone) didalam Lapas Klas I Medan.
“Kita sudah melarang keras napi yang menggunakan handphone, kita senantiasa melakukan razia terhadap para napi dan para pengunjung. Kalau para napi itu kedapatan memiliki handphone maka kita tidak akan berikan remisi kepadanya,”tegas Suwarso.
Ditempat terpisah, Kanit Reskrim Polsek Helvetia, AKP Zulkipli Harahap juga membenarkan penangkapan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap 6 orang napi Lapas Klas I Medan.
“Mereka sebelum melakukan penangkapan terlebih dahulu kordinasi sama kita dan kita yang menunjukkan mereka Tempat Kejadian Perkara (TKP),” kata Kanit.
Dia juga menjelaskan, sebelum Polda Metro Jaya melaklukan penangkapan, telah menginap dua minggu di Polsek Helvetia.
“Mereka mempelajari lokasi dari sini, tapi pada waktu penangkapan mereka langsung yang melakukan kita hanya memberikan jalan saja,”ujarnya. (sam/mag-7)
Incar Nomor Cantik
Pelaku kejahatan penipuan melalui SMS dari balik jeruji LP Tanjung Gusta, Medan, tergolong lihai. Sindikat ini mendapat nomor korban secara acak. Mereka membidik nomor-nomor cantik. “Pelaku mencari nomor korban adalah nomor-nomor cantik. Perkiraan dia, orang yang punya nomor cantik itu kelas menengah ke atas sehingga punya uang untuk transfer pelaku,” ujar Kasubdit Cyber Crime Polda Metro Jaya, AKBP Hermawan.
Hermawan mengungkapkan pelaku mendapatkan nomor korban dengan cara mengacaknya. Guna melancarkan kejahatannya pelaku melakukan aksinya pada jam-jam yang diperkirakan handphone akan mati.
“Cara yang dia lakukan adalah mencari waktu-waktu di mana handphone itu tidak aktif. Jadi, dia perkirakan HP anaknya itu mati dan ibunya saat itu nggak mengecek ke anaknya,” papar Hermawan.
“Motif pelaku mendapatkan uang adalah untuk hari raya Lebaran dan bersenang-senang. Uangnya kemudian diberikan kepada keluarganya,” kata Hermawan.
Para pelaku memanfaakan pembesuk untuk mendapatkan handphone. “Penyelundupannya macam-macam, ada yang diselundupkan dengan cara diselipkan pada baju,” ujar Hermawan.
Dalam penipuan via telepon ini dilakukan 6 tersangka yakni AA alias Andin, IFR alias Ipan alias Bureng, PT alias Fredi, MS alias Tompul, Z alias Zul dan R alias Anto. “Handphone adalah milik tersangka Ipan,” ujar Hermawan.
Handphone diselipkan ke dalam baju dengan cara membongkar casing-nya lebih dulu. Hal ini dilakukan agar tidak menarik perhatian petugas LP. “Kemudian yang tertinggal hanya bagian mesin, layar dan keypad saja,” katanya.
Ipan sendiri menghuni sel yang sama bersama tersangka Andin, Fredi dan Tompul. Andin sebagai otak kejahatan itu, memakai handphone Ipan pada jam-jam subuh, menjelang pagi.
“Karena Andin satu sel dengan Ipan, Andin pakai HP Ipan untuk menghubungi korban,” katanya.
Setelah berhasil mengelabui korban, Andin menyerahkan kembali HP kepada Ipan. Dalam kejahatan ini, Andin mengaku sebagai anak korban yang sedang bermasalah dengan polisi sekaligus polisi. Ipan juga melakukan hal serupa kepada korban dengan mengaku komandannya Andin.
“Sehingga Ipan kebagian Rp5 juta dari Andin, begitu juga dengan tersangka Fredi dan Tompul,” katanya.
Sementara tersangka Zul dan Anto yang satu sel, bertugas menyediakan rekening. Tersangka Zul dan Anto masing-masing mendapat bagian Rp3 juta dan Rp2 juta.
“Tersangka Zul meminjam rekening keluarganya, kemudian nanti keluarganya yang menyerahkan uang kepada tersangka,” kata dia.
Selain dengan cara menyelundupkan lewat baju, HP juga bisa masuk ke dalam LP lewat makanan yang dibawa pembesuk.(net/bbs)