Balon Gubsu Letjen TNI (Purn) Cornel Simbolon mengunjungi Barus, Tapanuli Tengah, yang dikenal sebagai pintu masuknya suku bangsa dan agama, khususnya Islam, di Sumatera, Rabu (26/9).
KUNJUNGAN mantan Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat (Wakasad) ini untuk mengenal lebih dekat sejarah kota yang dulunya juga sebagai pusat perdagangan dunia.
Ketua DPP Partai Demokrat bidang politik dan keamanan ini menyempatkan diri berziarah ke Makam Mahligai, Desa Aek Dakka, tempat dimakamkannya para penyiar agama Islam dan makam Syekh Tuan Mahmud di Papan Tinggi.
Syekh Mahmud adalah salah seorang penyebar masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-6. Makamnya ditemukan pada abad ke-13. Selain makam Mahmud, ditemukan 43 batu nisan penyebar Islam lainnya di Barus. Semuanya bertuliskan aksara Arab dan Persia.
Menurut Cornel, Barus merupakan kota sejarah, menjadi pusat pintu masuk semua suku bangsa dan agama di Indonesia, mulai dari agama Islam, Hindu, Kristen dan berbagai suku bangsa mulai dari Belanda, Inggeris, Arab, Tamil, China, India, Portugis, Jepang dan lainnya.
Dengan keberadaanya ternyata kota barus ini merupakan sebuah kota penuh dengan nilai-nilai sejarah. Hal ini terbukti di kota tua Barus ini masih terlihat sisa-sisa peninggalan sejarah, namun sayang keberadaanya masih sangat memprihatinkan.
Padahal jika dikelola dengan baik dan profesional, pasti kota tua Barus terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan. Kurangnya akomodasi yang ada di barus untuk menuju ke tempat ziarah ini menjadikan wisatawan enggan untuk ziarah.
Menurutnya, seharusnya pemerintah setempat mengelola makam-makam tua penuh sejarah itu, tidak dibiarkan begitu saja dengan kondisi yang memprihatinkan. Bila dibiarkan begitu saja, maka makam-makam itu akan hancur dan hilanglah nilai-nilai sejarah yang ada dan aset wisata di kota tua Barus juga akan punah.
Ia menjelaskan, dimasa lalu para pedagang dari India, Mesir dan Arab datang ke Barus untuk membeli rempah-rempah, seperti kemenyan dan kapur barus.
Saat itu, papar Cornel, Barus adalah satu-satunya kota pelabuhan untuk transit ke Pulau Sumatera. Maka, tak heran jika penyebaran agama Islam dimulai dari kota tua Barus pada abad ke-6.
Setelah mengunjungi sejumlah lokasi di Barus, serta sejarahnya, maka Cornel berpendapat bahwa seharusnya Barus menjadi kota yang modern dan makmur. Namun kenyataannya Barus tertinggal akibat terabaikan.
“Pertanian dan perkebunan bagus. Ikan banyak. Soal sejarah, apalagi. Jadi, sunggguh ironis, kota tua yang penuh dengan sejarah, daya alam yang cukup, dan dahulunya dihadiri para saudagar dunia, namun tertinggal akibat kurangnya perhatian,” imbuhnya.
Dalam kunjungan itu, Cornel juga melakukan pertemuan dengan para tokoh masyarakat di Hotel Pansyuri, di antaranya hadir Ustaz Azmi Tanjung Khoiruddin Pasarubu. Di hadapan warga, Cornel mempertanyakan kenapa kota tua Barus kini terlupakan.
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, adalah salah daerah yang tercatat dalam sejarah Islam. Khususnya kecamatan Barus, yang disebut sebagai pernah menjadi sentra pedagang Timur Tengah, hingga menjadi pusat penyebaran agama Islam di negeri ini.
“Dari sejarah yang saya dengar dan baca, bayangan saya Barus sekarang ini kota yang maju dan modern. Namun, penilaian saya bertolak-belakang dengan fakta yang saya lihat langsung,” paparnya.
Mendengar keprihatinan Cornel tersebut, masyarakat mengharapkan adanya pemimpin yang peduli terhadap perkembangan dan pembangunan di Barus. Masyarakat mengakui Barus kini tertinggal. Banyak hasil pertanian yang sulit dipasarkan akibat infratruktur yang buruk. Fasilitas pendidikan dan kesehatan juga masih minim. (rel/mea)