Potret Masa Lampau Restoran Tip Top (2)
Tip Top seperti sendirian bertahan di tengah perubahan. Tak terbesit sedikit pun keinginan untuk merubah wajah Tip Top menjadi lebih moderen. Apalagi warga Medan maupun turis-turis asing tidak akan pernah melupakan Tip Top untuk bernostalgia.
DONI HERMAWAN, Medan
Perbincangan berlanjut soal Tip Top. Bahwa restoran yang kini diwarisi generasi ketiga ini selalu punya pelanggan setia. Tidak hanya masyarakat pribumi namun juga turis-turis dari Eropa. Di tengah menjamurnya restoran-restoran sejenis Tip Top tetap menjadi pilihan. Toh, nama Tip Top sudah tersohor. Bahkan menurut Dirdikus, pewaris generasi ketiga Tip Top, presiden RI pertama Soekarno juga pernah bersantap di restoran Tip Top.
“Dulu ada sering ada pertunjukan tari di sini. Jadi anak yang nari itu ketika itu datang. Presiden Soekarno datang melihat pertunjukan tari itu di sini,” katanya.
Apalagi para pelanggan Tip Top juga tidak hanya warga pribumi. Namun kebanyakan para turis Eropa yang singgah ke Medan. Bahkan ada yang rela dengan penerbangan langsung dari Amsterdam untuk bersantap di Tip Top.
“Bayangkan dulu ada dari Amsterdam langsung direct untuk Medan dan Taipei untuk singgah ke Tip Top,” ungkapnya.
Namun diakuinya sejak krisis moneter 1998, tingkat kunjungan berkurang.
“Sekarang memang agak kurang. Itu sejak krisis moneter dulu. Tapi masih tetap ada turis-turis singgah kemari,” tambahnya.
Tip Top akan tetap mempertahankan segala keorisinalitas era dulu. Dirdikus juga enggan untuk membuka cabang. Tip Top tetap berjalan dengan kisah penuh kenangannya.
“Ada kontradiksi. Banyak yang bilang sebaiknya Tip Top buka cabang. Tapi lebih banyak yang bilang jangan. Ini faktor sejarah. Sejak dulu Tip Top sudah di sini. Dengan segala peralatan salah satunya tungku Belanda. Kalau buka cabang takutnya citarasanya beda,” katanya.
Bahkan untuk merubah tampilan Tip Top saja banyak yang menentang.
“Masalah mau renovasi saja ini kontradiksi. Kebanyakan bilang jangan. Orang yg nostalgia dari zaman dulu hampir rata-rata bilang 90 persen jangan. Karena sebagai salah satu objek wisata. Kalau sudah seperti frenchise poinnya hilang,” tambahnya.
Dukungan ini juga datang dari para petinggi. Salah satunya Mantan Gubsu, Almarhum Tengku Rizal Nurdin.
“Dulu paling mendukung Pak Rizal Nurdin. Sempat jumpa Bapak dulu dan beliau termasuk sering duduk di sini,” tambahnya.
Tidak hanya soal desain, cita rasa kuliner Tip Top juga diakui. Bahkan di Indonesia dari survei sebuah media tahun 2005-2006 soal kuliner dari Barat ke Timur. Tip Top termasuk tiga restoran klasik terbaik.
“Tapi diakui kami yang paling lengkap. Karena selain makanan western, Indonesian food dan makanan-makanan lain seperti Ice Cream,” lanjutnya.
Ke depannya Tip Top punya tantangan yang semakin besar. Mempertahankan ciri khas bukan persoalan mudah. Dengan usianya yang semakin menua, Tip Top dituntut terus bertahan untuk menampung hasrat bernostalgia orang-orang. Juga sajian makanan-makanan lezat ala tiga Benua. Memadukan resep-resep orisinalitas dengan ciri Medan menjadi rencana ke depan.
“Yang pasti saya pertahankan ciri khas. Karena tantangan ke belakang usianya makin tua makin sulit jugak. Terutama mesin-mesin kami yang sudah tua. Dengan resep turunan kita mempertahankan orisinalitas. Walaupun resepnya sama tapi dengan mesin yang berbeda cita rasanya pasti berubah. Tapi bagaimana menjaganya itulah seni. Untuk produk mungkin ke depannya Ice Cream rasa durian coba kita kembangkan. Jadi yg unik dari kita dengan cita rasa durian,” katanya.
Salah satu pelanggan setia Tip Top, Bersamanov melontarkan harapan yang sama. Pria yang mulai mencicipi sajian Tip Top sejak tahun 1967 ini belum mau pindah ke lain hati. “Dari masih SMA saya sudah main ke mari. Tempatnya santai. Di tengah kota, jumpa kawan-kawan lama sering kemari.Kadang sama keluarga. Harganya juga terjangkau,” ujar
warga Medan Baru ini. (*)