25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Gubsu Sidak Pusat Pasar Jelang Natal dan Tahun Baru

Beras Bulog Bau Apek

SIDAK: Gubsu Edy Rahmayadi bersama tim saat sidak di Pusat Pasar Medan, Rabu (4/12). Sidak ini untuk memantau stok dan harga bahan pokok jelang Natal dan tahun baru.
SIDAK: Gubsu Edy Rahmayadi bersama tim saat sidak di Pusat Pasar Medan, Rabu (4/12). Sidak ini untuk memantau stok dan harga bahan pokok jelang Natal dan tahun baru.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Memastikan harga bahan pokok menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Pusat Pasar Medan, Jalan Pusat Pasar, Medan, Rabu (4/12).

Hasilnya, diketahui harga sejumlah bahan kebutuhan pokok relatif stabil, meski ada beberapa komoditas harganya naik dan ada juga yang turun.

Dalam sidak bersama Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Veri Anggriono itu, Gubsu juga menemukan beras dalam karung bercap Bulog, sudah mengeluarkan bau apek. Saat itu, Edy dan rombongan mendatangi sebuah kios penjual beras. Edy langsung membuka karung beras dengan logo Bulog. Terciumlah aroma apek dari karung beras tersebut. “Bau apek ini,” kata Edy yang sembari memegang beras itu dan menyodorkan kepada orang di sebelahnya.

Beras bau apek itu, ukuran 30 kilogram. Sedangkan, beras dengan produk yang sama ukuran 5 kilogram tidak mengeluarkan bau. Edy sempat menanyakan darimana pedagang mendapatkan beras yang sudah berbau tersebut. Oleh pedagang dikatakan, beras tersebut dia dapat dari distributor. “Tarik saja (beras), ganti yang berbau,” sebut mantan Pangkostrad itu.

Kepada wartawan, Edy menjelaskan, peninjau ke Pusat Pasar Medan ini, dalam rangka mengevaluasi bersama Kemendag untuk stok pangan di pasar tradisional. Dengan penemuan beras apek ini, jangan sampai jadi polemik. “Nanti rakyat tidak mau pula beli beras, kan repot lagi kita. Kita akan mencari yang terbaik. Bulog inikan milik kita. Untuk itu, terima kasih semuanya sama-sama kita awasi ini,” kata mantan Pangdam I Bukit Barisan itu.

Dengan kondisi ini, Edy selaku Gubernur Sumut tidak mau masyarakatnya kecewa dengan produk beras milik Bulog tersebut. “Saya tak mau rakyat saya kecewa gitu. Tapi saya juga tidak bisa semena-mena menghardik, memutuskan. Karena dia harus intelektual, harus ilmiah, di mana nanti dicek di laboratorium,” tutur Edy.

Pedagang beras, Acun menjelaskan, beras bau apek itu beras asal India dan milik Bulog. Ia mengungkapkan, tingkat kepecahan beras tersebut mencapai15 persen dan beras itu baru saja dibelinya seminggu yang lalu.

Dia tidak banyak membeli beras tersebut. Hanya dua goni besar dan sepuluh goni ukuran 5 kg dan 10 kg yang tidak bau. “Rencananya, karena berbau saya akan menukarnya,” tutur Acun sembari mengatakan harga beras normal Rp9.500 per kilogram.

Setelah itu, rombangan Pemprov Sumut dan Kemendag RI bertolak ke salah satu gudang Bulog di Jalan Mustafa, Medan. Edy kemudian meminta petugas untuk mengambil sampel beras yang ditunjuknya. Setelah dicium, beras impor asal Thailand tersebut juga berbau. Kemudian, beras medium yang dipasok dari India juga berbau.

Kepala Perum Bulog Kanwil Sumatera Utara, Arwakhudin Widiarso menjelaskan, bau apek beras dari beras Bulog itu, karena waktu penyimpanan terlalu lama. Dengan begini, pihak Bulog Sumut akan melakukan evaluasi. “Tapi yang jelas beras yang ada tadi secara visual masih cukup bagus karena saat dibeli dalam kondisi bagus. cuma di persoalan umur simpan,” sebut Arwakhudin.

Arwakhudin mengungkapkan, beras impor asal Thailand dan India tersebut telah disimpan dalam kurun waktu kurang lebih setahun. Sebab, beras-beras tersebut dipasok sejak akhir 2018 silam. Lamanya waktu penyimpanan itu yang ditengarai sebagai sebab dari beras yang berbau itu. “Yang mulai bau, itu sebagian ya, itu (dipasok) akhir 2018. Biasanya akan dilakukan uji laboratorium. Yang akhir 2018 itu (jumlahnya) sekitar 20 ribu ton,” tandasnya.

Sementara itu, Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Veri Anggriono mengatakan, kondisi beras bau itu akan dikordinasi dengan Bulog Pusat di Jakarta dan Bulog Sumut. “Kita memastikan kondisi yang ada di lapangan. Tapi hasil temuan ini akan kami koordinasikan dengan Bulog bagi Bulog pusat maupun daerah,” jelas Veri.

Veri mengungkapkan, akan menindaklanjuti temua beras bau apek itu. Termasuk akan mengambil sempel beras dilakukan pengecek di labotorium. “Ya nanti kita lihat, kita uji di labotorium ya. Apakah itu masih bisa dikonsumsi,” tandas Veri.

Sementara mengenai ketersediaan bahan kebutuhan pokok, saat ini Bulog memiliki stok 53.384 ton beras dan 53,8 ton daging kerbau beku. Menurut Kepala Perum Bulog Kanwil Sumatera Utara, Arwakhudin Widiarso, stok itu cukup untuk 3 sampai 4 bulan ke depan. “Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal beras dan daging, belum lagi yang dari petani. Kita juga sudah menyerap 7.000 ton beras dari petani, belum termasuk beras dari pengusaha,” tandas Arwakhudin.

Stok Aman, Harga Stabil

Sementara dari Sidak Gubsu di Pusat Pasar kemarin, harga sejumlah bahan kebutuhan pokok relatif stabil, meski ada beberapa komoditas harganya naik dan ada juga yang turun. Bahan pokok yang harganya relatif naik, seperti daging ayam, telur, gula, bawang merah, dan tomat.

Untuk harga daging ayam beberapa pekan lalu rata-rata Rp26.000/kg naik menjadi Rp32.000/kg, telur dari yang biasanya Rp1.100/butir menjadi Rp1.400/butir. Bawang merah yang sebelumnya Rp25.000/kg menjadi Rp30.000/kg dan tomat sebelumnya rata-rata Rp3.000/kg menjadi Rp8.000/kg. Sedangkan gula pasir naik dari Rp12.000/kg menjadi Rp13.000/kg.

Sedangkan komoditi yang mengalami penurunan adalah bawang putih yang biasanya rerata Rp35.000/kg menjadi Rp28.000/kg, cabai merah yang sebelumnya Rp30.000/kg menjadi Rp24.000/kg. Cabai rawit yang sebelumnya Rp30.000/kg menjadi Rp25.000/kg, sedangkan daging sapi stabil di harga Rp110.000/kg.

Kehadiran Gubsu di Pusat Pasat kemarin, dimanfaatkan para bedagang untuk menyampaikan unek-unek mereka. Banyak pedagang yang mengeluhkan harga bahan kebutuhan pokok ini sudah mahal dari distributor, dan salah satu penyebabnya adalah biaya parkir. Karena bisa tidak hanya sekali saja mereka bayar parkir. Ditambah lagi, kondisi Pusat Pasar sangat tidak nyaman. “Harusnya Pusat Pasar itu bisa membuat orang nyaman berbelanja. Kalau begini, siapa yang tahan berlama-lama di sini? Pada lari ke supermarket lah semua,” kata Edy Rahmayadi kepada wartawan di sela sidak.

Menurut Edy, kenaikan harga telur memang sudah diprediksi, karena menurunnya minat masyarakat terhadap ikan. “Kita prediksi ayam dan telur itu memang harganya akan melonjak karena adanya kejadian pembuangan bangkai babi ke sungai,” ungkap Edy.

Distributor Diminta Tak Naikkan Harga

Untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok, Edy Rahmayadi meminta kepada para distributor bahan kebutuhan pokok di Sumut tidak memanfaatkan perayaan hari besar Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 untuk menaikkan harga.Hal ini disampaikan Edy saat membuka acara Rapat Koordinasi dan Identifikasi Harga Bahan Pokok Menjelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, di Hotel Emerald Garden, Jalan KL Yos Sudarso Nomor 1, Medan, Rabu (4/12).

Distributor bahan kebutuhan pokok, menurut Edy, memiliki peran besar dalam mempengaruhi harga di pasaran, selain biaya pendistribusian. “Saya berharap kepada para distributor yang hadir pada saat ini tidak memanfaatkan momen Natal dan Tahun baru untuk menaikkan harga, apalagi sampai menimbun. Saya mengerti ini momen peluang bisnis besar, tetapi dengarkanlah hati nurani, sampai kapan kita terus begini, kasihan masyarakat kita,” kata Edy Rahmayadi, kepada para distributor bahan kebutuhan pokok Sumut yang hadir pada acara ini.

Menurut Edy, untuk mengantisipasi lonjakan harga bahan pokok yang paling penting untuk dipantau adalah harga di hilir, karena komoditi ini akan berakhir di konsumen. Ketika harga jauh dari jangkau masyarakat maka inflasi akan meningkat.

“Kita sering sekali menilai harga dari hulunya, padahal yang paling bergejolak itu ada di hilir. Kita harus melihat harga bahan pokok ini ketika dibeli ibu rumah tangga. Ketika harga itu terlalu tinggi bagi konsumen maka komoditi ini akan mengakibatkan inflasi, itu buruk bagi perekonomian kita,” kata Edy.

Tercatat inflasi Sumut month-to-month (mtm) tahun ini cukup fluktuatif, Januari tercatat 0,20%, Februari -0,32% dan Maret 0,81%. Kemudian ada lonjakan di April mencapai 1,22% dan menaik kembali di Mei 1,19%. Yang tertinggi di bulan Juni 1,63%, kemudian perlahan menurun bulan berikutnya 0,88% dan 0,18% di bulan Agustus. Kenaikan drastis ini penyebab terbesarnya pada saat itu adalah cabai merah. Namun, di bulan September turun drastis ke -1,81 % dan memasuki pola normal di dua bulan berikutnya.

“Kita sempat mewanti-wanti cabai bisa kembali lagi membuat inflasi tinggi di Sumut seperti sebelumnya, namun sampai saat ini harga cabai masih relatif stabil, sekitaran Rp18.000 sampai Rp24.000/kg di pengecer. Dan jelang Natal dan Tahun Baru inflasi kita masih bagus,” kata Edy Rahmayadi.

Senada disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumut Wiwiek Sisto Widayat. Dikatakannya, beberapa bulan belakangan memang inflasi Sumut tidak stabil, tetapi jelang Natal dan Tahun Baru mulai kembali ke pola normalnya. “Alhamdulillah saat ini kita sudah kembali ke pola normalnya, bila sebelumnya mencapai 3 % sekarang kita di sekitaran 2,5 % (inflasi tahunan sampai November),” katanya.

Sementara itu, Kadisperindag Sumut Zonny Waldi menyampaikan, ketersediaan bahan pokok jelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 cukup dan beberapa bahan pokok surplus. Begitu juga harga normal kecuali ayam dan telur. “Ketersediaan bahan pokok kita cukup bahkan beras surplus, daging juga, sapi kita punya lebih dari 11.000 ekor. Harga daging di produsen sekitar Rp42.000 – Rp43.000/kg. Produsen juga memastikan mereka tidak akan menaikkan harga. Namun, kemungkinan akan ada kenaikan sekitar 5 % di 2 atau 3 hari menjelang hari H karena jeroan, kulit dan cincangnya tidak akan dijual di hari tersebut, hanya dagingnya saja,” terang Zonny Waldi.

Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertibniaga Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengatakan ketersediaan dan harga pangan di Sumut akan tetap terkontrol dengan koordinasi yang baik antar lembaga. “Sampai saat ini ketersediaan dan harga bahan pokok di Sumut bagus, ini tidak terlepas dari sinergitas antar lembaga terkait seperti Pemerintah Daerah, distributor dan pusat. Satu lagi yang punya peran besar adalah Satgas Pangan di Sumut yang bekerja keras untuk memonitor harga-harga di semua daerah. Tanpa kerja sama yang baik ini sulit untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok di Sumut,” kata Veri.(gus/prn)

Beras Bulog Bau Apek

SIDAK: Gubsu Edy Rahmayadi bersama tim saat sidak di Pusat Pasar Medan, Rabu (4/12). Sidak ini untuk memantau stok dan harga bahan pokok jelang Natal dan tahun baru.
SIDAK: Gubsu Edy Rahmayadi bersama tim saat sidak di Pusat Pasar Medan, Rabu (4/12). Sidak ini untuk memantau stok dan harga bahan pokok jelang Natal dan tahun baru.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Memastikan harga bahan pokok menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke Pusat Pasar Medan, Jalan Pusat Pasar, Medan, Rabu (4/12).

Hasilnya, diketahui harga sejumlah bahan kebutuhan pokok relatif stabil, meski ada beberapa komoditas harganya naik dan ada juga yang turun.

Dalam sidak bersama Direktur Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Veri Anggriono itu, Gubsu juga menemukan beras dalam karung bercap Bulog, sudah mengeluarkan bau apek. Saat itu, Edy dan rombongan mendatangi sebuah kios penjual beras. Edy langsung membuka karung beras dengan logo Bulog. Terciumlah aroma apek dari karung beras tersebut. “Bau apek ini,” kata Edy yang sembari memegang beras itu dan menyodorkan kepada orang di sebelahnya.

Beras bau apek itu, ukuran 30 kilogram. Sedangkan, beras dengan produk yang sama ukuran 5 kilogram tidak mengeluarkan bau. Edy sempat menanyakan darimana pedagang mendapatkan beras yang sudah berbau tersebut. Oleh pedagang dikatakan, beras tersebut dia dapat dari distributor. “Tarik saja (beras), ganti yang berbau,” sebut mantan Pangkostrad itu.

Kepada wartawan, Edy menjelaskan, peninjau ke Pusat Pasar Medan ini, dalam rangka mengevaluasi bersama Kemendag untuk stok pangan di pasar tradisional. Dengan penemuan beras apek ini, jangan sampai jadi polemik. “Nanti rakyat tidak mau pula beli beras, kan repot lagi kita. Kita akan mencari yang terbaik. Bulog inikan milik kita. Untuk itu, terima kasih semuanya sama-sama kita awasi ini,” kata mantan Pangdam I Bukit Barisan itu.

Dengan kondisi ini, Edy selaku Gubernur Sumut tidak mau masyarakatnya kecewa dengan produk beras milik Bulog tersebut. “Saya tak mau rakyat saya kecewa gitu. Tapi saya juga tidak bisa semena-mena menghardik, memutuskan. Karena dia harus intelektual, harus ilmiah, di mana nanti dicek di laboratorium,” tutur Edy.

Pedagang beras, Acun menjelaskan, beras bau apek itu beras asal India dan milik Bulog. Ia mengungkapkan, tingkat kepecahan beras tersebut mencapai15 persen dan beras itu baru saja dibelinya seminggu yang lalu.

Dia tidak banyak membeli beras tersebut. Hanya dua goni besar dan sepuluh goni ukuran 5 kg dan 10 kg yang tidak bau. “Rencananya, karena berbau saya akan menukarnya,” tutur Acun sembari mengatakan harga beras normal Rp9.500 per kilogram.

Setelah itu, rombangan Pemprov Sumut dan Kemendag RI bertolak ke salah satu gudang Bulog di Jalan Mustafa, Medan. Edy kemudian meminta petugas untuk mengambil sampel beras yang ditunjuknya. Setelah dicium, beras impor asal Thailand tersebut juga berbau. Kemudian, beras medium yang dipasok dari India juga berbau.

Kepala Perum Bulog Kanwil Sumatera Utara, Arwakhudin Widiarso menjelaskan, bau apek beras dari beras Bulog itu, karena waktu penyimpanan terlalu lama. Dengan begini, pihak Bulog Sumut akan melakukan evaluasi. “Tapi yang jelas beras yang ada tadi secara visual masih cukup bagus karena saat dibeli dalam kondisi bagus. cuma di persoalan umur simpan,” sebut Arwakhudin.

Arwakhudin mengungkapkan, beras impor asal Thailand dan India tersebut telah disimpan dalam kurun waktu kurang lebih setahun. Sebab, beras-beras tersebut dipasok sejak akhir 2018 silam. Lamanya waktu penyimpanan itu yang ditengarai sebagai sebab dari beras yang berbau itu. “Yang mulai bau, itu sebagian ya, itu (dipasok) akhir 2018. Biasanya akan dilakukan uji laboratorium. Yang akhir 2018 itu (jumlahnya) sekitar 20 ribu ton,” tandasnya.

Sementara itu, Jendral Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI, Veri Anggriono mengatakan, kondisi beras bau itu akan dikordinasi dengan Bulog Pusat di Jakarta dan Bulog Sumut. “Kita memastikan kondisi yang ada di lapangan. Tapi hasil temuan ini akan kami koordinasikan dengan Bulog bagi Bulog pusat maupun daerah,” jelas Veri.

Veri mengungkapkan, akan menindaklanjuti temua beras bau apek itu. Termasuk akan mengambil sempel beras dilakukan pengecek di labotorium. “Ya nanti kita lihat, kita uji di labotorium ya. Apakah itu masih bisa dikonsumsi,” tandas Veri.

Sementara mengenai ketersediaan bahan kebutuhan pokok, saat ini Bulog memiliki stok 53.384 ton beras dan 53,8 ton daging kerbau beku. Menurut Kepala Perum Bulog Kanwil Sumatera Utara, Arwakhudin Widiarso, stok itu cukup untuk 3 sampai 4 bulan ke depan. “Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal beras dan daging, belum lagi yang dari petani. Kita juga sudah menyerap 7.000 ton beras dari petani, belum termasuk beras dari pengusaha,” tandas Arwakhudin.

Stok Aman, Harga Stabil

Sementara dari Sidak Gubsu di Pusat Pasar kemarin, harga sejumlah bahan kebutuhan pokok relatif stabil, meski ada beberapa komoditas harganya naik dan ada juga yang turun. Bahan pokok yang harganya relatif naik, seperti daging ayam, telur, gula, bawang merah, dan tomat.

Untuk harga daging ayam beberapa pekan lalu rata-rata Rp26.000/kg naik menjadi Rp32.000/kg, telur dari yang biasanya Rp1.100/butir menjadi Rp1.400/butir. Bawang merah yang sebelumnya Rp25.000/kg menjadi Rp30.000/kg dan tomat sebelumnya rata-rata Rp3.000/kg menjadi Rp8.000/kg. Sedangkan gula pasir naik dari Rp12.000/kg menjadi Rp13.000/kg.

Sedangkan komoditi yang mengalami penurunan adalah bawang putih yang biasanya rerata Rp35.000/kg menjadi Rp28.000/kg, cabai merah yang sebelumnya Rp30.000/kg menjadi Rp24.000/kg. Cabai rawit yang sebelumnya Rp30.000/kg menjadi Rp25.000/kg, sedangkan daging sapi stabil di harga Rp110.000/kg.

Kehadiran Gubsu di Pusat Pasat kemarin, dimanfaatkan para bedagang untuk menyampaikan unek-unek mereka. Banyak pedagang yang mengeluhkan harga bahan kebutuhan pokok ini sudah mahal dari distributor, dan salah satu penyebabnya adalah biaya parkir. Karena bisa tidak hanya sekali saja mereka bayar parkir. Ditambah lagi, kondisi Pusat Pasar sangat tidak nyaman. “Harusnya Pusat Pasar itu bisa membuat orang nyaman berbelanja. Kalau begini, siapa yang tahan berlama-lama di sini? Pada lari ke supermarket lah semua,” kata Edy Rahmayadi kepada wartawan di sela sidak.

Menurut Edy, kenaikan harga telur memang sudah diprediksi, karena menurunnya minat masyarakat terhadap ikan. “Kita prediksi ayam dan telur itu memang harganya akan melonjak karena adanya kejadian pembuangan bangkai babi ke sungai,” ungkap Edy.

Distributor Diminta Tak Naikkan Harga

Untuk menjaga kestabilan harga bahan pokok, Edy Rahmayadi meminta kepada para distributor bahan kebutuhan pokok di Sumut tidak memanfaatkan perayaan hari besar Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 untuk menaikkan harga.Hal ini disampaikan Edy saat membuka acara Rapat Koordinasi dan Identifikasi Harga Bahan Pokok Menjelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020, di Hotel Emerald Garden, Jalan KL Yos Sudarso Nomor 1, Medan, Rabu (4/12).

Distributor bahan kebutuhan pokok, menurut Edy, memiliki peran besar dalam mempengaruhi harga di pasaran, selain biaya pendistribusian. “Saya berharap kepada para distributor yang hadir pada saat ini tidak memanfaatkan momen Natal dan Tahun baru untuk menaikkan harga, apalagi sampai menimbun. Saya mengerti ini momen peluang bisnis besar, tetapi dengarkanlah hati nurani, sampai kapan kita terus begini, kasihan masyarakat kita,” kata Edy Rahmayadi, kepada para distributor bahan kebutuhan pokok Sumut yang hadir pada acara ini.

Menurut Edy, untuk mengantisipasi lonjakan harga bahan pokok yang paling penting untuk dipantau adalah harga di hilir, karena komoditi ini akan berakhir di konsumen. Ketika harga jauh dari jangkau masyarakat maka inflasi akan meningkat.

“Kita sering sekali menilai harga dari hulunya, padahal yang paling bergejolak itu ada di hilir. Kita harus melihat harga bahan pokok ini ketika dibeli ibu rumah tangga. Ketika harga itu terlalu tinggi bagi konsumen maka komoditi ini akan mengakibatkan inflasi, itu buruk bagi perekonomian kita,” kata Edy.

Tercatat inflasi Sumut month-to-month (mtm) tahun ini cukup fluktuatif, Januari tercatat 0,20%, Februari -0,32% dan Maret 0,81%. Kemudian ada lonjakan di April mencapai 1,22% dan menaik kembali di Mei 1,19%. Yang tertinggi di bulan Juni 1,63%, kemudian perlahan menurun bulan berikutnya 0,88% dan 0,18% di bulan Agustus. Kenaikan drastis ini penyebab terbesarnya pada saat itu adalah cabai merah. Namun, di bulan September turun drastis ke -1,81 % dan memasuki pola normal di dua bulan berikutnya.

“Kita sempat mewanti-wanti cabai bisa kembali lagi membuat inflasi tinggi di Sumut seperti sebelumnya, namun sampai saat ini harga cabai masih relatif stabil, sekitaran Rp18.000 sampai Rp24.000/kg di pengecer. Dan jelang Natal dan Tahun Baru inflasi kita masih bagus,” kata Edy Rahmayadi.

Senada disampaikan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumut Wiwiek Sisto Widayat. Dikatakannya, beberapa bulan belakangan memang inflasi Sumut tidak stabil, tetapi jelang Natal dan Tahun Baru mulai kembali ke pola normalnya. “Alhamdulillah saat ini kita sudah kembali ke pola normalnya, bila sebelumnya mencapai 3 % sekarang kita di sekitaran 2,5 % (inflasi tahunan sampai November),” katanya.

Sementara itu, Kadisperindag Sumut Zonny Waldi menyampaikan, ketersediaan bahan pokok jelang Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 cukup dan beberapa bahan pokok surplus. Begitu juga harga normal kecuali ayam dan telur. “Ketersediaan bahan pokok kita cukup bahkan beras surplus, daging juga, sapi kita punya lebih dari 11.000 ekor. Harga daging di produsen sekitar Rp42.000 – Rp43.000/kg. Produsen juga memastikan mereka tidak akan menaikkan harga. Namun, kemungkinan akan ada kenaikan sekitar 5 % di 2 atau 3 hari menjelang hari H karena jeroan, kulit dan cincangnya tidak akan dijual di hari tersebut, hanya dagingnya saja,” terang Zonny Waldi.

Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertibniaga Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono mengatakan ketersediaan dan harga pangan di Sumut akan tetap terkontrol dengan koordinasi yang baik antar lembaga. “Sampai saat ini ketersediaan dan harga bahan pokok di Sumut bagus, ini tidak terlepas dari sinergitas antar lembaga terkait seperti Pemerintah Daerah, distributor dan pusat. Satu lagi yang punya peran besar adalah Satgas Pangan di Sumut yang bekerja keras untuk memonitor harga-harga di semua daerah. Tanpa kerja sama yang baik ini sulit untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok di Sumut,” kata Veri.(gus/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/