28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Selain Fahmi, Rinto juga Tersangka

Kasus Perkelahian Bocah 12 Tahun

MEDAN-Kasus perkelahian Fahmi (12) dan Rinto (12) beberapa waktu berbuntut panjang. Setelah dikabarkan Fahmi menjadi tersangka, ternyata Rinto mendapat status yang sama juga.

Setidaknya hal ini diungkapkan Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Yoris Marzuki. “Intinya kasus ini sekarang sudah diambilalih Polresta Medan, baik itu Fahmi yang ditetapkan sebagai tersangka di Polsek Patumbak maupun Rinto Hutajulu serta kedua orangtuanya Iptu Hutajulu dan Sumihar yang ditetapkan sebagai tersangka di Poldasu,” urai Yoris yang didampingi Kapolsek Patumbak SW Siregar dan Kanit PPA AKP Hariani, Kamis (5/1) malam di Mapolersta Medan.

Yoris menerangkan bahwa status tersangka Fahmi itu merupakan hasil laporan orangtua Rinto Hutajulu (12)  ke Polsek Patumbak, sedangkan penetapan status tersangka Rinto Hutajulu dan kedua orangtuanya Iptu Hutajulu dan Sumihar hasil laporan orangtua Fahmi, Ali Nur ke Poldasu. Kata Yoris, Fahmi dalam kasus ini dikenakan pasal 80 tentang perlindungan anak di Polsek Patumbak 3 November 2011 lalu sedangkan Rinto Hutajulu, Iptu Hatujulu dan isterinya Sumihar dikenakan pasal 170 KUHPidana (tentang pengeroyokan) di Poldasu.

Yoris kemudian menjelaskan, dalam kasus perkelahian ini sebenarnya pihak Polsek sebelumnya sudah mengirimkan surat ke Balai Perlindungan Anak dan Saksi (BAPAS)  tentang permohonan untuk dilakukan penelitian, kasus yang dialami Fami dan Rinto pada 23 November 2011. “Sampai saat ini BAPAS belum datang juga. Kemudian saat Fahmi menjalani pemeriksaan di Polsek Patumbak yang bersangkutan didampingi orangtuanya. Polisi hingga kini masih menunggu kedatangan BAPAS untuk melakukan penelitian terhadai si anak, jadi bukan berarti tidak ada upaya kepolisian untuk menengah kasus ini, semuanya sudah kita persiapkan” jelas Yoris.

Dalam kasus ini Yoris juga mengharapkan kedua belah pihak berdamai mengingat kedua tersangka masih anak-anak. “Kedua belah pihak supaya mengedepankan perdamain karena tersangka masih anak-anak,” jelasnya.

Terkait dengan itu, Mabes Polri di Jakarta rupanya belum mengetahui kasus tersebut. Dengan alasan belum punya data terkait kasus yang mirip dengan kasus bocah maling sandal jepit milik anggota polisi di Palu itu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengaku belum berani memberikan tanggapan.
“Oke, nanti saya cek dulu saya. Saya belum punya datanya. Jadi, saya belum komentar dulu,” ujar Saud Usman Nasution saat dihubungi Sumut Pos, kemarin.

Sementara, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat, Asrorun Niam Sholeh. KPAI Pusat akan segera berkoordinasi dengan KPAID Sumut terkait masalah ini. KPAI akan serius melakukan advokasi terhadap Fahmi. KPAI mendesak agar Polsek Patumbak menghentikan kasus ini. “Jangan diteruskan. Ini prinsip perkara anak harus diselesaikan di luar pengadilan. Meski sudah jadi tersangka, polisi punya diskresi untuk tidak meneruskan ke proses hukum selanjutnya,” ujar Asrorun di Jakarta.

Menurutnya, jajaran kepolisian di Polsekta Patumbak tidak paham dengan prosedur penanganan kasus yang melibatkan anak. Padahal, sudah ada MoU KPAI dengan Mabes Polri terkait mekanisme perkara yang melibatkan bocah. “Juga sudah ada Telegram Rahasia dari Mabes Polri ke jajarannya terkait masalah ini,” ujar Asrorun.

Dikatakan, karena kasus seperti ini terulang terus, maka persoalannya bukan semata ulah oknum polisi yang menetapkan bocah sebagai tersangka, namun sudah menyangkut sistem yang tidak jalan.  “Kasus di Medan ini persis dengan yang terjadi di Parung. Anak-anak berkelahi, tapi kebetulan salah satunya bapaknya polisi, lantas disel,” imbuhnya.

Asrorun menjelaskan regulasi terkait dengan kasus yang melibatkan anak. Menurut UU Nomor 3 Tahun 1997, kategori anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas perbuatannya adalah yang berusia 8 hingga 18 tahun.

Lantas, KPAI mengajukan judicial review, merasa keberatan jika anak 8 tahun dimintai pertanggungjawaban hukum.
Gugatan dimenangkan, batasannya naik menjadi 12 tahun hingga 18 tahun. Hanya saja, hingga saat ini UU 3 Tahun 1997 belum direvisi untuk disesuikan dengan putusan hukum. Jadi, menurut Asrorun, benar Fahmi yang 12 tahun bisa dimintai pertanggungjawaban hukum. “Hanya saja, itu adalah jalan terakhir. Karena kalau sampai dipenjara, yang terjadi malah si bocah itu belajar tentang kekerasan, belajar tindak kriminal dari napi-napi desawa. Ini berbahaya. Maka solusinya, harus diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Biasanya perlu mediasi,” bebernya.

Senada dengan itu, hari ini pihak KPAID Sumut akan mempertanyakan kasus Fahmi dan Rinto kepada pihak kepolisian. “Kita minta status penetapan tersangka ini dihapus. Fahmi ini kan korban penganiayaan yang dilakukan Iptu Hutajulu, karena dalam pertengkaran dengan anaknya, Iptu Hutajulu dan istriya juga melakukan pemukulan terhadap Fahmi,” kata Muslim Ketua Pokja Pengaduan KPAID Sumut.

Menurutnya Fahmi termasuk korban penganiayaan yang dilakukan orang dewasa dan hal tersebut merupakan tindakan kriminalitas. “Makanya saya bilang, pihak Polsekta Patumbak ini sudah salah kaprah. Pada pemanggilan pertama, anak ini langsung ditetapkan sebagai tersangka. Harusnya yang menangani kasus tersebut pihak unit PPA Polresta Medan,” jelasnya.

Sambungnya, pihaknya juga akan mempertanyakan hal tersebut ke Polresta Medan. “Kita heran, kenapa pengaduan pak Ali Nur, ayah dari Fahmi di Polresta Medan tidak ditanggapi. Bahkan mereka terkesan cuek. Ada apa ini? Apa karena pelakunya polisi, maka kasus ini sengaja didiamkan?” tegas Muslim.

Terpisah, Ali Nur mengaku sebelumnya keluarga dari Iptu Hutajulu sudah beberapa kali mengajukan damai. Bahkan kasus tersebut sempat didamaikan di Poldasu. “Memang kita sempat didamaikan. Saat itu, saya dan Iptu Hutajulu dipanggil ke Poldasu. Tapi perdamaian tersebut tidak sepenuh hati. Bahkan saya nggak dikasi melihat berita acara yang dibuat. Berkasnya langsung disobek, saya merasa seperti ditipu,” ujarnya.

Saat ini, katanya, Fahmi sudah sekolah seperti biasa. Namun, Fahmi diwajibkan untuk melapor setiap dua minggu sekali. “Setelah Iptu Hutajulu melaporkan anak saya ke Polsekta Patumbak dan dia ditetapkan sebagai tersangka, saya langsung meminta penangguhan penahanan. Hingga sekarang, anak saya diwajibkan lapor,” bebernya. (azw/sam/mag-11/mag-5)

Kasus Perkelahian Bocah 12 Tahun

MEDAN-Kasus perkelahian Fahmi (12) dan Rinto (12) beberapa waktu berbuntut panjang. Setelah dikabarkan Fahmi menjadi tersangka, ternyata Rinto mendapat status yang sama juga.

Setidaknya hal ini diungkapkan Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Yoris Marzuki. “Intinya kasus ini sekarang sudah diambilalih Polresta Medan, baik itu Fahmi yang ditetapkan sebagai tersangka di Polsek Patumbak maupun Rinto Hutajulu serta kedua orangtuanya Iptu Hutajulu dan Sumihar yang ditetapkan sebagai tersangka di Poldasu,” urai Yoris yang didampingi Kapolsek Patumbak SW Siregar dan Kanit PPA AKP Hariani, Kamis (5/1) malam di Mapolersta Medan.

Yoris menerangkan bahwa status tersangka Fahmi itu merupakan hasil laporan orangtua Rinto Hutajulu (12)  ke Polsek Patumbak, sedangkan penetapan status tersangka Rinto Hutajulu dan kedua orangtuanya Iptu Hutajulu dan Sumihar hasil laporan orangtua Fahmi, Ali Nur ke Poldasu. Kata Yoris, Fahmi dalam kasus ini dikenakan pasal 80 tentang perlindungan anak di Polsek Patumbak 3 November 2011 lalu sedangkan Rinto Hutajulu, Iptu Hatujulu dan isterinya Sumihar dikenakan pasal 170 KUHPidana (tentang pengeroyokan) di Poldasu.

Yoris kemudian menjelaskan, dalam kasus perkelahian ini sebenarnya pihak Polsek sebelumnya sudah mengirimkan surat ke Balai Perlindungan Anak dan Saksi (BAPAS)  tentang permohonan untuk dilakukan penelitian, kasus yang dialami Fami dan Rinto pada 23 November 2011. “Sampai saat ini BAPAS belum datang juga. Kemudian saat Fahmi menjalani pemeriksaan di Polsek Patumbak yang bersangkutan didampingi orangtuanya. Polisi hingga kini masih menunggu kedatangan BAPAS untuk melakukan penelitian terhadai si anak, jadi bukan berarti tidak ada upaya kepolisian untuk menengah kasus ini, semuanya sudah kita persiapkan” jelas Yoris.

Dalam kasus ini Yoris juga mengharapkan kedua belah pihak berdamai mengingat kedua tersangka masih anak-anak. “Kedua belah pihak supaya mengedepankan perdamain karena tersangka masih anak-anak,” jelasnya.

Terkait dengan itu, Mabes Polri di Jakarta rupanya belum mengetahui kasus tersebut. Dengan alasan belum punya data terkait kasus yang mirip dengan kasus bocah maling sandal jepit milik anggota polisi di Palu itu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution mengaku belum berani memberikan tanggapan.
“Oke, nanti saya cek dulu saya. Saya belum punya datanya. Jadi, saya belum komentar dulu,” ujar Saud Usman Nasution saat dihubungi Sumut Pos, kemarin.

Sementara, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat, Asrorun Niam Sholeh. KPAI Pusat akan segera berkoordinasi dengan KPAID Sumut terkait masalah ini. KPAI akan serius melakukan advokasi terhadap Fahmi. KPAI mendesak agar Polsek Patumbak menghentikan kasus ini. “Jangan diteruskan. Ini prinsip perkara anak harus diselesaikan di luar pengadilan. Meski sudah jadi tersangka, polisi punya diskresi untuk tidak meneruskan ke proses hukum selanjutnya,” ujar Asrorun di Jakarta.

Menurutnya, jajaran kepolisian di Polsekta Patumbak tidak paham dengan prosedur penanganan kasus yang melibatkan anak. Padahal, sudah ada MoU KPAI dengan Mabes Polri terkait mekanisme perkara yang melibatkan bocah. “Juga sudah ada Telegram Rahasia dari Mabes Polri ke jajarannya terkait masalah ini,” ujar Asrorun.

Dikatakan, karena kasus seperti ini terulang terus, maka persoalannya bukan semata ulah oknum polisi yang menetapkan bocah sebagai tersangka, namun sudah menyangkut sistem yang tidak jalan.  “Kasus di Medan ini persis dengan yang terjadi di Parung. Anak-anak berkelahi, tapi kebetulan salah satunya bapaknya polisi, lantas disel,” imbuhnya.

Asrorun menjelaskan regulasi terkait dengan kasus yang melibatkan anak. Menurut UU Nomor 3 Tahun 1997, kategori anak yang bisa dimintai pertanggungjawaban hukum atas perbuatannya adalah yang berusia 8 hingga 18 tahun.

Lantas, KPAI mengajukan judicial review, merasa keberatan jika anak 8 tahun dimintai pertanggungjawaban hukum.
Gugatan dimenangkan, batasannya naik menjadi 12 tahun hingga 18 tahun. Hanya saja, hingga saat ini UU 3 Tahun 1997 belum direvisi untuk disesuikan dengan putusan hukum. Jadi, menurut Asrorun, benar Fahmi yang 12 tahun bisa dimintai pertanggungjawaban hukum. “Hanya saja, itu adalah jalan terakhir. Karena kalau sampai dipenjara, yang terjadi malah si bocah itu belajar tentang kekerasan, belajar tindak kriminal dari napi-napi desawa. Ini berbahaya. Maka solusinya, harus diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Biasanya perlu mediasi,” bebernya.

Senada dengan itu, hari ini pihak KPAID Sumut akan mempertanyakan kasus Fahmi dan Rinto kepada pihak kepolisian. “Kita minta status penetapan tersangka ini dihapus. Fahmi ini kan korban penganiayaan yang dilakukan Iptu Hutajulu, karena dalam pertengkaran dengan anaknya, Iptu Hutajulu dan istriya juga melakukan pemukulan terhadap Fahmi,” kata Muslim Ketua Pokja Pengaduan KPAID Sumut.

Menurutnya Fahmi termasuk korban penganiayaan yang dilakukan orang dewasa dan hal tersebut merupakan tindakan kriminalitas. “Makanya saya bilang, pihak Polsekta Patumbak ini sudah salah kaprah. Pada pemanggilan pertama, anak ini langsung ditetapkan sebagai tersangka. Harusnya yang menangani kasus tersebut pihak unit PPA Polresta Medan,” jelasnya.

Sambungnya, pihaknya juga akan mempertanyakan hal tersebut ke Polresta Medan. “Kita heran, kenapa pengaduan pak Ali Nur, ayah dari Fahmi di Polresta Medan tidak ditanggapi. Bahkan mereka terkesan cuek. Ada apa ini? Apa karena pelakunya polisi, maka kasus ini sengaja didiamkan?” tegas Muslim.

Terpisah, Ali Nur mengaku sebelumnya keluarga dari Iptu Hutajulu sudah beberapa kali mengajukan damai. Bahkan kasus tersebut sempat didamaikan di Poldasu. “Memang kita sempat didamaikan. Saat itu, saya dan Iptu Hutajulu dipanggil ke Poldasu. Tapi perdamaian tersebut tidak sepenuh hati. Bahkan saya nggak dikasi melihat berita acara yang dibuat. Berkasnya langsung disobek, saya merasa seperti ditipu,” ujarnya.

Saat ini, katanya, Fahmi sudah sekolah seperti biasa. Namun, Fahmi diwajibkan untuk melapor setiap dua minggu sekali. “Setelah Iptu Hutajulu melaporkan anak saya ke Polsekta Patumbak dan dia ditetapkan sebagai tersangka, saya langsung meminta penangguhan penahanan. Hingga sekarang, anak saya diwajibkan lapor,” bebernya. (azw/sam/mag-11/mag-5)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/