30 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Blunder Saleh Bangun untuk Sumatera Utara

Suasana tegang menyelimuti Ruang Sasana Bhakti Praja di Lantai 3 Gedung Kementerian Dalam Negeri Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (28/2) siang. Ratusan undangan menanti cemas kepastian pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumatera Utara. Sejak pagi mereka menunggu di ruangan itu, namun pelantikan tak kunjung dilaksanakan padahal jam sudah tunjuk pukul 15.20 WIB.

DRAMA PEMBATALAN: Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga didampingi Sigit Pramono  Kamaluddin membacakan surat Saleh Bangun  membatalkan pelantikan Gubernur Sumut.//file SUMUT POS
DRAMA PEMBATALAN: Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga didampingi Sigit Pramono dan Kamaluddin membacakan surat Saleh Bangun yang membatalkan pelantikan Gubernur Sumut.//file SUMUT POS

Seyogianya pelantikan yang tertera pada kertas undangan yang langsung diteken Ketua DPRD Saleh Bangun dilaksanakan pukul 14.00 WIB. Hampir satu setengah jam berlalu, wajah-wajah para undangan makin tegang.

Ada seratusan undangan hadir, mereka jauh-jauh datang dari Sumatera Utara. Mulai SKPD, Walikota, Bupati hingga para staf khusus. Tak hanya untuk memenuhi undangan Saleh Bangun, tapi juga menyaksikan peristiwa bersejarah di mana setelah 2 tahun Sumatera Utara akan kembali memiliki gubernur definitif. Pukul 15.30 WIB, tiga Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga, Sigit Pramono Asri dan Kamaluddin Harahap memasuki ruangan. Wajah mereka tak kalah tegang. Suasana langsung hening, hanya bunyi langkah mereka yang terdengar.

Di bawah tatapan tegang dan penantian cemas, Chaidir Ritonga membuka rapat. Dari lima kursi untuk pimpinan DPRD Sumut, dua kursi kosong yakni kursi Ketua DPRD Sumut Saleh bangun dan kursi Muhammad Affan.
Setelah pembukaan singkat, Chaidir langsung menjelaskan pelantikan dan pengambilan sumpah Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumatera Utara definitif dibatalkan.

“Pelantikan dan pengambilan sumpah atau janji jabatan dan Pelantikan Wakil Gubernur Sumut menjadi Gubernur Sumatera Utara ditunda. Penundan ini disebabkan oleh surat ketua DPRD Sumut,” tegas Chaidir sambil membacakan surat Ketua DPRD Sumut terkait penundaan itu.Begitu pasti tak jadi, para undangan pun gaduh. Mereka menyayangkan Saleh Bangun yang dianggap menganulir secara sepihak.

“Kita harus mempertanyakan sikap Mendagri. Kita tidak ingin Sumut dipolitisasi dan diobok obok seperti ini,” kata Amsal Nasution.  Lain pula Syamsul Hilal, anggota Fraksi PDIP justru mengusulkan agar ada mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Saleh bangun.

Hasbullah Hadi anggota dewan dari Partai Demokrat juga menyesalkan kebijakan Saleh Bangun. Menurutnya langkah koleganya itu menjadi tamparan keras tak hanya bagi DPRD Sumatera Utara tapi juga masyarakat Sumatera Utara di pentas nasional.

“Saya sangat menyesalkan sikap Saleh bangun. Surat itu surat pribadi Pak Saleh, bukan atas nama dewan. Janganlah kita permalukan Sumut,” teriak Hasbullah sembari menyayangkan Saleh Bangun mengingkari surat yang sudah ditekennya sendiri.

Dan lima hari kemudian, Saleh Bangun menggelar konferensi pers. Kepada wartawan Ketua DPRD Sumatera Utara mengaku membatalkan pelantikan karena menerima banyak masukan lewat sms maupun telepon dari masyarakat.
“Tindakan saya sama sekali bukan untuk menzolimi pihak tertentu. Saya lakukan karena banyak aspirasi masyarakat agar pelantikan dilakukan di Medan,” jelasnya.

Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik menilai tidak masuk akal seorang Ketua DPRD Sumut bisa menganulir keputusan lembaga yang dipimpinnya hanya berdasarkan SMS dan telepon yang masuk ke ponselnya. Apalagi tidak dijelaskan secara detail ada berapa SMS dan telpon yang menginginkan hal tersebut dan siapa saja yang memintanya.

“Dari mana jalannya SMS dapat dijadikan pegangan bagi seorang Ketua DPRD untuk menganulir jadwal pelantikan yang sudah ditetapkan melalui mekanisme dewan yaitu Banmus,” kata Taufan kepada wartawan di Medan, Senin (4/3).

Ini menurutnya semakin menegaskan bahwa SMS atau masukan yang sampai ke Saleh Bangun bukan berasal dari masyarakat biasa. Tapi ada pihak kepentingan lain yang dianggap lebih memiliki pengaruh luar biasa sehingga seorang Ketua DPRD berani mengubah keputusan lembaga yang dipimpinnya dan menganulir surat undangan yang sudah ditandatanganinya sendiri.

“Ini namanya sudah pelanggaran berat karena keputusan Banmus yang resmi dan formal tanpa mekanisme yang formal pula,” sebut Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), USU itu.

Taufan juga merasa ada yang aneh jika dikesankan bahwa keinginan untuk dilantik pada masa kampanye dan dilakukan di Jakarta adalah keinginan dari Pemprov Sumut. Sebab semua pihak mengetahui keinginan untuk mempercepat pelantikan terutama saat masa kampanye berasal dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal itu yang kemudian diakomodasi oleh DPRD dengan menetapkan tanggal saat masa kampanye. Begitu juga persoalan tempat yang kemudian diminta oleh Mendagri dilakukan di Jakarta dan akhirnya disetujui oleh DPRD.
Dalam pandangan akal sehatnya, drama yang dimainkan Ketua DPRD Sumut telah memalukan masyarakat Sumut. Karena telah mempertontonkan cara-carayang tidak lazim. Bahkan bisa dianggap sebagai upaya memainkan-mainkan amanat undang-undang dan keputusan presiden soal mekanisme pelantikan gubernur definitif. Blunder Saleh Bangun tak hanya menzolimi Gatot Pujo Nugroho, tapi juga masyarakat Sumatera Utara! (*)

Suasana tegang menyelimuti Ruang Sasana Bhakti Praja di Lantai 3 Gedung Kementerian Dalam Negeri Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (28/2) siang. Ratusan undangan menanti cemas kepastian pelantikan Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumatera Utara. Sejak pagi mereka menunggu di ruangan itu, namun pelantikan tak kunjung dilaksanakan padahal jam sudah tunjuk pukul 15.20 WIB.

DRAMA PEMBATALAN: Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga didampingi Sigit Pramono  Kamaluddin membacakan surat Saleh Bangun  membatalkan pelantikan Gubernur Sumut.//file SUMUT POS
DRAMA PEMBATALAN: Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga didampingi Sigit Pramono dan Kamaluddin membacakan surat Saleh Bangun yang membatalkan pelantikan Gubernur Sumut.//file SUMUT POS

Seyogianya pelantikan yang tertera pada kertas undangan yang langsung diteken Ketua DPRD Saleh Bangun dilaksanakan pukul 14.00 WIB. Hampir satu setengah jam berlalu, wajah-wajah para undangan makin tegang.

Ada seratusan undangan hadir, mereka jauh-jauh datang dari Sumatera Utara. Mulai SKPD, Walikota, Bupati hingga para staf khusus. Tak hanya untuk memenuhi undangan Saleh Bangun, tapi juga menyaksikan peristiwa bersejarah di mana setelah 2 tahun Sumatera Utara akan kembali memiliki gubernur definitif. Pukul 15.30 WIB, tiga Wakil Ketua DPRD Sumut Chaidir Ritonga, Sigit Pramono Asri dan Kamaluddin Harahap memasuki ruangan. Wajah mereka tak kalah tegang. Suasana langsung hening, hanya bunyi langkah mereka yang terdengar.

Di bawah tatapan tegang dan penantian cemas, Chaidir Ritonga membuka rapat. Dari lima kursi untuk pimpinan DPRD Sumut, dua kursi kosong yakni kursi Ketua DPRD Sumut Saleh bangun dan kursi Muhammad Affan.
Setelah pembukaan singkat, Chaidir langsung menjelaskan pelantikan dan pengambilan sumpah Gatot Pujo Nugroho sebagai Gubernur Sumatera Utara definitif dibatalkan.

“Pelantikan dan pengambilan sumpah atau janji jabatan dan Pelantikan Wakil Gubernur Sumut menjadi Gubernur Sumatera Utara ditunda. Penundan ini disebabkan oleh surat ketua DPRD Sumut,” tegas Chaidir sambil membacakan surat Ketua DPRD Sumut terkait penundaan itu.Begitu pasti tak jadi, para undangan pun gaduh. Mereka menyayangkan Saleh Bangun yang dianggap menganulir secara sepihak.

“Kita harus mempertanyakan sikap Mendagri. Kita tidak ingin Sumut dipolitisasi dan diobok obok seperti ini,” kata Amsal Nasution.  Lain pula Syamsul Hilal, anggota Fraksi PDIP justru mengusulkan agar ada mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Saleh bangun.

Hasbullah Hadi anggota dewan dari Partai Demokrat juga menyesalkan kebijakan Saleh Bangun. Menurutnya langkah koleganya itu menjadi tamparan keras tak hanya bagi DPRD Sumatera Utara tapi juga masyarakat Sumatera Utara di pentas nasional.

“Saya sangat menyesalkan sikap Saleh bangun. Surat itu surat pribadi Pak Saleh, bukan atas nama dewan. Janganlah kita permalukan Sumut,” teriak Hasbullah sembari menyayangkan Saleh Bangun mengingkari surat yang sudah ditekennya sendiri.

Dan lima hari kemudian, Saleh Bangun menggelar konferensi pers. Kepada wartawan Ketua DPRD Sumatera Utara mengaku membatalkan pelantikan karena menerima banyak masukan lewat sms maupun telepon dari masyarakat.
“Tindakan saya sama sekali bukan untuk menzolimi pihak tertentu. Saya lakukan karena banyak aspirasi masyarakat agar pelantikan dilakukan di Medan,” jelasnya.

Pengamat politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Ahmad Taufan Damanik menilai tidak masuk akal seorang Ketua DPRD Sumut bisa menganulir keputusan lembaga yang dipimpinnya hanya berdasarkan SMS dan telepon yang masuk ke ponselnya. Apalagi tidak dijelaskan secara detail ada berapa SMS dan telpon yang menginginkan hal tersebut dan siapa saja yang memintanya.

“Dari mana jalannya SMS dapat dijadikan pegangan bagi seorang Ketua DPRD untuk menganulir jadwal pelantikan yang sudah ditetapkan melalui mekanisme dewan yaitu Banmus,” kata Taufan kepada wartawan di Medan, Senin (4/3).

Ini menurutnya semakin menegaskan bahwa SMS atau masukan yang sampai ke Saleh Bangun bukan berasal dari masyarakat biasa. Tapi ada pihak kepentingan lain yang dianggap lebih memiliki pengaruh luar biasa sehingga seorang Ketua DPRD berani mengubah keputusan lembaga yang dipimpinnya dan menganulir surat undangan yang sudah ditandatanganinya sendiri.

“Ini namanya sudah pelanggaran berat karena keputusan Banmus yang resmi dan formal tanpa mekanisme yang formal pula,” sebut Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), USU itu.

Taufan juga merasa ada yang aneh jika dikesankan bahwa keinginan untuk dilantik pada masa kampanye dan dilakukan di Jakarta adalah keinginan dari Pemprov Sumut. Sebab semua pihak mengetahui keinginan untuk mempercepat pelantikan terutama saat masa kampanye berasal dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hal itu yang kemudian diakomodasi oleh DPRD dengan menetapkan tanggal saat masa kampanye. Begitu juga persoalan tempat yang kemudian diminta oleh Mendagri dilakukan di Jakarta dan akhirnya disetujui oleh DPRD.
Dalam pandangan akal sehatnya, drama yang dimainkan Ketua DPRD Sumut telah memalukan masyarakat Sumut. Karena telah mempertontonkan cara-carayang tidak lazim. Bahkan bisa dianggap sebagai upaya memainkan-mainkan amanat undang-undang dan keputusan presiden soal mekanisme pelantikan gubernur definitif. Blunder Saleh Bangun tak hanya menzolimi Gatot Pujo Nugroho, tapi juga masyarakat Sumatera Utara! (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/