MEDAN- Pernyataan Neman Sitepu, mantan Pelaksana Plt Kasubbag Rumah Tangga Pimpinan pada Biro Umum Setda Pemprov Sumut, sontak saja membuat majelis hakim maupun jaksa terbelalak.
Seolah tak mau terjerembab seorang diri dalam jeratan hukum, dengan blak-blakan Neman membongkar para pejabat di Biro Umum Setda Pemprov Sumut bersama-sama menikmati uang haram itu.
“Suweno itu ‘anak main’ saya. Suweno (Staf Subbag Rumah Tangga Pimpinan Biro Umum Setda Pemprovsu,Red) sudah pintar dan tak perlu diajarin. Hanya Suweno yang dekat sama saya di Biro Umum itu.
Untuk pembagian, saya memang lebih banyak dapatnya dari pada dia. Walau Suwendo hanya staf, tapi jabatannya udah staf khusus. Suweno sudah ngerti, jadi nggak perlu saya ajari lagi.
Suweno orangnya cepat tangkap,” ujar Neman Sitepu, Rabu (6/3) dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Neman mengatakan, Suweno yang mengatur seluruh pengelolaan makanan di rumah makan Jimbaran dan Garuda. Kedua rumah makan itu menjadi rujukan Pemprovsu untuk membawa tamu.
“Di bagian rumah tangga pimpinan, ada kegiatan yang saya kelola yakni kegiatan makan minum tamu. Jadi setiap tamu Pemprov, akan dibawa ke rumah makan tersebut,” ujar Neman yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Suweno (penuntutan secara terpisah).
Disebutkannya, mark up dana di bagian Rumah Tangga Pimpinan pada Biro Umum Setda Pemprov Sumut, khususnya dalam kegiatan makan dan minum tamu sudah ‘terorganisir’.
Sebab, Kepala Biro Umum Sekda Provsu H Anshari Siregar (Alm) selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang memerintahkan dirinya, Nursyamsiah (Kabag Rumah Tangga pada Biro Umum Setda Pemprovsu), Aminuddin (Bendahara Pengeluaran Pembantu pada Biro Umum Setda Pemprovsu), dan Suweno untuk membuat laporan pertanggungjawaban fiktif.
“Jadi pak hakim, ini sudah terorganisir semua. Saya nggak bisa kerjasama sendiri. Memang Kabiro yang memerintahkan kami memark up dana itu. Kami sudah sepakat kalau tamu yang dibawa ke rumah makan tadi, pembayarannya harus dinaikkan. Kabiro langsung memerintahkan ke saya. Jadi semua harus menyepakati bahwa dana itu harus di markup. Jadi semua tahu soal itu karena saya tidak bisa sendiri,” jelasnya.
Majelis hakim yang diketuai Suhartanto maupun Jaksa Penuntut umum (JPU) Polim Siregar tak dapat menahan tawa dengan ‘kejujuran’ Neman. Neman seolah tak ada beban menyampaikan kesaksiannya.
Dirinya banyak bercerita soal aliran dana di Biro Umum Setda Pemprovsu. Dengan tertawa ringan, Neman menyatakan pembagian uang hasil mark up dilakukan berjenjang.
Misalnya dari hasil mark up dapat Rp10 juta, jadi bagian untuk Kabiro Rp4 juta, Kabag Rumah Tangga dapat Rp3 juta, Aminuddin dapat Rp2 juta, saya dan Suweno lain lagi bagiannya. Bahkan sepuluh orang staf saya di Biro Umum itu juga dapat jatah,” ungkapnya.
Suweno yang mendengar ‘kejujuran’ Neman di persidangan itu tak mampu menyembunyikan rasa malunya. Wajahnya memerah saat Neman memaparkan bagaimana ‘kerjasama’ yang mereka lakukan mengkorupsi dana di Biro Umum Setda Pemprovsu.
“Saudara terdakwa bagaimana dengan keterangan saksi? Apakah Anda menerima atau tidak?” tanya Hakim Suhartanto.
Dengan wajah menunduk, Suweno membenarkan keterangan Neman tersebut. “Sebagai anak mainnya, biasalah itu pak. Kalau nggak loyal dengan atasan, saya nggak dipakek pak. Semua ada permainan,” ujar terdakwa lalu tertawa.
Sementara itu, Aminuddin yang juga dihadirkan sebagai saksi tak dapat berkomentar banyak. Menurutnya, selama ini dirinya hanya menerima kuitansi pembayaran. “Saya hanya terima bill (kuitansi) saja.
Dari pencairan, saya memang ada dikasih dan yang memberi saya langsung adalah pak Neman karena kwitansi pembayaran itu sudah diteken KPA, maka nya saya tidak menolak dan tidak pernah melakukan pengujian dokumen pencairan itu,” bebernya. Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan. (Far)