22.8 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Tak Dicekal, Marini Bisa Kabur

Diancam 6 Tahun, Wajib Lapor Tiap Selasa

MEDAN-Guru Perguruan Bodhicitta, Marini (22), tersangka yang menabrak 18 muridnya, bukan hanya bisa menghirup udara segar. Marini juga bisa kabur dan pelesiran ke luar negeri, karena tak ada permintaan cekal oleh jaksa kepada pihak Imigrasi Medan.

Hasil penelusuran wartawan Sumut Pos di kantor Imigrasi Medan, jaksa sama sekali tak ada mengajukan permintaan cekal. Hal itu juga dibenarkan oleh Kasi Pidum Kejari Medan, Riki Septa Tarigan. “Kita tak ada melakukan permintaan cekal karena dia (Marini, Red) depresi. Cuma status tahanan kota saja,” kata Riki, Kamis (5/4).

Sebelumnya, setelah diserahkan polisi, jaksa langsung melepaskan Marini dengan status tahanan kota, Rabu (3/4) petang.
“Tersangka kita kenakan wajib lapor setiap hari Selasa,” kata Kajari Medan, Bambang Riawan Pribadi kepada wartawan.

Alasannya jaksa menetapkan status tahanan kota berdasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya seluruh keluarga korban sudah berdamai dengan tersangka.

“Seluruh keluarga korban meminta agar tersangka tidak ditahan. Selain masih dibutuhkan pihak yayasan, dia seorang mahasiswi yang harus menyelesaikan ujian,” kata Bambang.

Pertimbangan lainnya adalah kondisi tersangka depresi berat. Ini dibuktikan saat berada di sel sementara, Marini membenturkan kepalanya ke dinding hingga berdarah dan mencakar-cakar tangannya sendiri.

“Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan psikologi yang menyatakan tersangka mengalami depresi afeksi kognitif psikomotorik yang ditandai dengan timbulnya paranoid,” papar Bambang.

Menurutnya, proses penetapan status tahanan kota ini sudah melalui proses panjang. Sebelumnya, kepolisian menolak menangguhkan penahanan tersangka karena kasus ini mendapat perhatian luas.

Sementara itu sejak tersangka dibawa ke Kejari Medan, sejumlah orang yang mendampinginya terlihat mondar-mandir ke ruang tahanan dan ruang Seksi Pidana Umum. Selain membawa berkas, ada pula yang membawa bungkusan.

Orangtua Marini juga sempat kasak kusuk dan menghindari wartawan saat mengurus Marini agar mendapat status tahanan kota.
Sebelumnya, Sat Lantas Polresta Medan menyerahkan Marini (22) ke Kejaksaan Negeri Medan, Rabu (4/4).

Saat diserahkan Marini mendadak berteriak histeris sambil mengantukkan kepalanya ke dinding ruang tahanan Kejari Medan di Jalan Adinegoro. Kejadian itu membuat heboh personel Satlantas Polresta Medan.

Marini dijemput petugas dari ruang tahanan sementara Mapolresta Medan yang dihuninya sekitar 30 hari. Dengan berjalan kaki, petugas pun membawanya ke Kejari Medan yang lokasinya berdekatan dengan Mapolresta Medan.

Begitu sampai di Kejari petugas langsung membawanya ke ruang tahanan. Namun, begitu dimasukkan ke dalam sel, Marini berteriak histeris sambil mengantukkan kepalanya ke dinding tahanan. Akibatnya, kepala Marini luka. Petugas berusaha menenangkan. Namun Marini semakin menjerit.
Guru yang baru mengajar 2 tahun di Perguruan Bodhicitta itu kembali histeris ketika sejumlah wartawan mengambil gambarnya.

Sekadar mengingatkan, Marini menabrak kerumunan siswanya yang sedang senam pagi saat memundurkan mobil Toyota Avanza silver dengan nomor polisi BK 1272 FQ milikya di lapangan sekolah. Akibat kelalaiannya 18 siswanya harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif dari tim medis.

Tim Penyidik Satlantas Polresta Medan, Aiptu K Nasution mengatakan, tersangka Marini dijerat dua pasal yakni pasal 310 ayat 3 UU No 22 tahun 2009 dan pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.

Dalam penyusunan BAP, tim penyidik merangkum keterangan dari tiga saksi kunci, yaitu Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak Yayasan Yayasan Budhis Bodhicitta, Kamilah, Rudy Rudyanto Tanuwijaya selaku Kepala SMU dan Wilbert (12) siswa kelas 1 SMP Yayasan Budhis Bodhicitta yang turut menjadi korban. (rud)

Terindikasi Ada Permainan Mafia Hukum

Wakil Direktur LBH Medan, Muslim Muis mengatakan ditetapkannya Marini sebagai tahanan kota oleh Kejaksaan Negeri Medan, dengan alasan depresi dan dimaafkan keluarga korban, sudah melanggar hukum dan terindikasi adanya permainan praktek mafia hukum.

Sementara, kata Muslim, Kejari Medan tak ada menerima surat keterangan dari dokter yang menyatakan Marini depresi.

“Cukup berani Kejari Medan menetapkan tahanan kota terhadap tersangka Marini, tanpa ada keterangan yang resmi dari dokter kehakiman. Kalaupun Marini memang benarn depresi, Kejari Medan harus membantarkan tersangka ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan bukan menetapkan tahanan kota. Kita mencurigai Kejari Medan diduga melakukan praktek mafia hukum dan mencoba membodohi masyarakat,” tegas Muis.
Muslim Muis menambahkan, alasan Kajari Medan Bambang Riawan Pribadi, yang menyatakan bahwa Marini sudah dimaafkan keluarga korban, dan alasan mau ujian itu b bukan alasan.

“Memaafkan bukan berarti mengurangi penegakan hukum. Bahkan alasan mau ujian. Kajari Medan harus banyak belajar undang-undang. Karena itu tidak bisa dijadikan alasan, bagaimana pula kalau pelaku penabrak ini orang biasa yang hanya supir. Apakah kasus ini bisa diberlakukan hal yang sama. Jangan mentang-mentang keluarga pelaku orang berada lantas Kejari Medan memanfaatkan kasus ini,” tegas Muslim Muis. (rud)

Diancam 6 Tahun, Wajib Lapor Tiap Selasa

MEDAN-Guru Perguruan Bodhicitta, Marini (22), tersangka yang menabrak 18 muridnya, bukan hanya bisa menghirup udara segar. Marini juga bisa kabur dan pelesiran ke luar negeri, karena tak ada permintaan cekal oleh jaksa kepada pihak Imigrasi Medan.

Hasil penelusuran wartawan Sumut Pos di kantor Imigrasi Medan, jaksa sama sekali tak ada mengajukan permintaan cekal. Hal itu juga dibenarkan oleh Kasi Pidum Kejari Medan, Riki Septa Tarigan. “Kita tak ada melakukan permintaan cekal karena dia (Marini, Red) depresi. Cuma status tahanan kota saja,” kata Riki, Kamis (5/4).

Sebelumnya, setelah diserahkan polisi, jaksa langsung melepaskan Marini dengan status tahanan kota, Rabu (3/4) petang.
“Tersangka kita kenakan wajib lapor setiap hari Selasa,” kata Kajari Medan, Bambang Riawan Pribadi kepada wartawan.

Alasannya jaksa menetapkan status tahanan kota berdasarkan sejumlah pertimbangan. Salah satunya seluruh keluarga korban sudah berdamai dengan tersangka.

“Seluruh keluarga korban meminta agar tersangka tidak ditahan. Selain masih dibutuhkan pihak yayasan, dia seorang mahasiswi yang harus menyelesaikan ujian,” kata Bambang.

Pertimbangan lainnya adalah kondisi tersangka depresi berat. Ini dibuktikan saat berada di sel sementara, Marini membenturkan kepalanya ke dinding hingga berdarah dan mencakar-cakar tangannya sendiri.

“Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan psikologi yang menyatakan tersangka mengalami depresi afeksi kognitif psikomotorik yang ditandai dengan timbulnya paranoid,” papar Bambang.

Menurutnya, proses penetapan status tahanan kota ini sudah melalui proses panjang. Sebelumnya, kepolisian menolak menangguhkan penahanan tersangka karena kasus ini mendapat perhatian luas.

Sementara itu sejak tersangka dibawa ke Kejari Medan, sejumlah orang yang mendampinginya terlihat mondar-mandir ke ruang tahanan dan ruang Seksi Pidana Umum. Selain membawa berkas, ada pula yang membawa bungkusan.

Orangtua Marini juga sempat kasak kusuk dan menghindari wartawan saat mengurus Marini agar mendapat status tahanan kota.
Sebelumnya, Sat Lantas Polresta Medan menyerahkan Marini (22) ke Kejaksaan Negeri Medan, Rabu (4/4).

Saat diserahkan Marini mendadak berteriak histeris sambil mengantukkan kepalanya ke dinding ruang tahanan Kejari Medan di Jalan Adinegoro. Kejadian itu membuat heboh personel Satlantas Polresta Medan.

Marini dijemput petugas dari ruang tahanan sementara Mapolresta Medan yang dihuninya sekitar 30 hari. Dengan berjalan kaki, petugas pun membawanya ke Kejari Medan yang lokasinya berdekatan dengan Mapolresta Medan.

Begitu sampai di Kejari petugas langsung membawanya ke ruang tahanan. Namun, begitu dimasukkan ke dalam sel, Marini berteriak histeris sambil mengantukkan kepalanya ke dinding tahanan. Akibatnya, kepala Marini luka. Petugas berusaha menenangkan. Namun Marini semakin menjerit.
Guru yang baru mengajar 2 tahun di Perguruan Bodhicitta itu kembali histeris ketika sejumlah wartawan mengambil gambarnya.

Sekadar mengingatkan, Marini menabrak kerumunan siswanya yang sedang senam pagi saat memundurkan mobil Toyota Avanza silver dengan nomor polisi BK 1272 FQ milikya di lapangan sekolah. Akibat kelalaiannya 18 siswanya harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif dari tim medis.

Tim Penyidik Satlantas Polresta Medan, Aiptu K Nasution mengatakan, tersangka Marini dijerat dua pasal yakni pasal 310 ayat 3 UU No 22 tahun 2009 dan pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.

Dalam penyusunan BAP, tim penyidik merangkum keterangan dari tiga saksi kunci, yaitu Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak Yayasan Yayasan Budhis Bodhicitta, Kamilah, Rudy Rudyanto Tanuwijaya selaku Kepala SMU dan Wilbert (12) siswa kelas 1 SMP Yayasan Budhis Bodhicitta yang turut menjadi korban. (rud)

Terindikasi Ada Permainan Mafia Hukum

Wakil Direktur LBH Medan, Muslim Muis mengatakan ditetapkannya Marini sebagai tahanan kota oleh Kejaksaan Negeri Medan, dengan alasan depresi dan dimaafkan keluarga korban, sudah melanggar hukum dan terindikasi adanya permainan praktek mafia hukum.

Sementara, kata Muslim, Kejari Medan tak ada menerima surat keterangan dari dokter yang menyatakan Marini depresi.

“Cukup berani Kejari Medan menetapkan tahanan kota terhadap tersangka Marini, tanpa ada keterangan yang resmi dari dokter kehakiman. Kalaupun Marini memang benarn depresi, Kejari Medan harus membantarkan tersangka ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan bukan menetapkan tahanan kota. Kita mencurigai Kejari Medan diduga melakukan praktek mafia hukum dan mencoba membodohi masyarakat,” tegas Muis.
Muslim Muis menambahkan, alasan Kajari Medan Bambang Riawan Pribadi, yang menyatakan bahwa Marini sudah dimaafkan keluarga korban, dan alasan mau ujian itu b bukan alasan.

“Memaafkan bukan berarti mengurangi penegakan hukum. Bahkan alasan mau ujian. Kajari Medan harus banyak belajar undang-undang. Karena itu tidak bisa dijadikan alasan, bagaimana pula kalau pelaku penabrak ini orang biasa yang hanya supir. Apakah kasus ini bisa diberlakukan hal yang sama. Jangan mentang-mentang keluarga pelaku orang berada lantas Kejari Medan memanfaatkan kasus ini,” tegas Muslim Muis. (rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/