Bupati Samosir Kritik Gatot
MEDAN-Tiga pekan lagi even akbar Pesta Danau Toba (PDT) kembali digelar. Even yang sejatinya untuk menarik minat wisatawan tersebut diharapkan berujung sukses. Sayang, perhatian Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) cenderung tak tampak, yang mencolok hanya papan reklame raksasa yang dipajang di beberapa sudut Kota Medan.
Selain soal PDT, masalah Danau Toba secara umum ternyata kurang mendapat perhatian dari Pemprovsu. Setidaknya, hal ini diutarakan Bupati Samosir Mangindar Simbolon pada acara Konferensi Pariwisata Nasional di Jakarta, Senin (5/12). Mangindar menyayangkan sikap Pelaksana Tugas (Plt) Gubsu Gatot Pujo Nugroho yang cenderung tidak peduli dengan Danau Toba sebagai ikon Sumut. Dia menilai Gatot tidak memberikan dukungan terhadap upaya kabupaten/kota di sekitar Danau Toba untuk mengembangkan kawasan wisata andalan Sumut itu.
Mangindar menyebutkan, para bupati/wali kota di sekitar Danau Toba telah menyepakati konsep Lake Toba Regional Management. Hanya saja, koordinasi dengan Pemprov Sumut tidak berjalan baik. Dia meminta pemerintah pusat mengeluarkan instruksi kepada Gatot agar mengkoordinasikan kabupaten/kota untuk urusan pengembangan Danau Toba ini. “Tolong ada instruksi dari pusat untuk gubernur, karena kami butuh sinergitas. Pusat sudah merespon bagusn
tapi kadis pariwisata tak tahu wisata,” cetus Mangindar.
Even PDT sejatinya bisa menjadi jalan masuk bagi Pemprovsu untuk lebih memajukan sektor wisata Danau Toba. Sayang, tidak hanya pihak birokrat saja yang tidak puas dengan Pemprovsu, para seniman dan budayawan pun merasakan hal yang sama. Ya, PDT yang seyogianya menghidupkan kembali berbagai tradisi Batak masih jauh dari kenyataan. Bahkan dengan pelaksanaan selama ini, PDT belum layak untuk menjadi langkah promosi pariwisata Sumatera Utara di tingkat internasional.
Hal itu antara lain disampaikan Direktur Pusat Latihan Opera Batak Thompson Hs, Senin (5/12) sehubungan pelaksanaan PDT yang digelar 27-30 Desember 2011 nanti. “Pesta Danau Toba, menurut saya belum bisa menjadi paket yang menarik untuk dunia luar akibat pasang-surut pengelolaannya. Tentu saja mengenai kepanitiaannya harus ditafsir sinerginya,” katanya.
Tidak sinerginya panitia lalu menimbulkan pertanyaan baru bagi sastrawan muda Batak ini. “Sesungguhnya Pesta Danau Toba itu mau dijadikan paket apa? Apakah paket budaya atau paket politik pariwisata tentang Danau Toba? Peningkatan dalam pendanaan ternyata tidak menjamin sinergi penciptaan paket yang menarik,” tambah Thompson.
Menurut Thompson, kurangnya komunikasi yang dijalin panitia dengan masyarakat sekitar Danau Toba semakin menjauhkan harapan dari pelaksanaan PDT itu sendiri. Salah satunya pengikisan nilai-nilai budaya di sepanjang pesisir Danau Toba yang tampak belakangan ini.
Keterlibatan seniman lokal pun dinilai masih belum maksimal. Terlihat dari rekrutmen yang dilakukan panitia. “Terlibat sebatas apa? Jangan keterlibatan itu digantungkan sebatas bagi-bagi proyek. Potensi kesenian lokal harus dilihat secara objektif dalam suatu proses yang dapat dipantau dari dokumen seperti track record dan dokumen visual. Dengan dukungan dokumen, standar mutu grup kesenian yang terlibat dapat dipertanggungjawabkan untuk promosi internasional. Kalau itu tidak bisa dilakukan, cukuplah Pesta Danau Toba setaraf kampung-kampung di sekitar danau itu,” ketusnya.
Menurutnya, agar PDT tidak sebatas seremoni, tapi bisa berdampak positif terhadap pembangunan kawasan Danau Toba itu, pengelolaan harus dilakukan orang atau lembaga yang punya kemampuan luas tentang Danau Toba. “Jangan kepada yang merasa menguasai teritori dan politik partai. Kalau pun harus orang partai, hendaknya partai yang konsern dengan isu lingkungan hidup terutama Danau Toba,” tegas Thompson.
APBN Anggarkan Rp20 Miliar
Keresahan akan nasib Danau Toba dan PDT-nya seakan diwakili sang bupati saat menyampaikan pendapat di forum yang dihadiri sejumlah pejabat Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti Kanjeng Ratu Hemas.
Mangindar meminta Hemas mendorong agar revisi UU Nomor 32 tahun 2004 memasukkan ketentuan yang mewajibkan gubernur mengkoordinasikan kerjasama kabupaten/kota yang ada di wilayahnya. Hemas menanggapi, memang dalam upaya pengembangan Danau Toba, ada ketidaksiapan aparatur pemda, termasuk masyarakat di sekitar Danau Toba. “Infrastruktur jalan perlu perbaikan dan banyaknya keramba ikan sangat mengganggu, tapi ini karena di sana menjadi mata pencaharian,” ujar istri Sri Sultan HB X itu.
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar kepada wartawan juga mengungkapkan lemahkan koordinasi di tingkat Pemda yang ada di Sumut. “Konsep pengembangan Danau Toba, banyak, tapi ada problem implementasi dan koordinasi. “Danau Toba banyak keramba, tapi dibiarkan,” ujar Sapta Nirwandar.
Meski kecewa dengan Gatot, namun Mangindar merasa senang karena perhatian pusat cukup baik kepada Danau Toba. Disebutkan, untuk tahun depan saja, APBN melalui Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menganggarkan Rp20 miliar untuk Danau Toba. Dana ini antara lain untuk menyusun master plan pembuatan geopark yang harus sudah kelar akhir 2011 ini. Selanjutnya, pada 2012 sudah mulai dibangun etalase sebagai tempat untuk memamerkan keunikan-keunikan Danau Toba.
Pemkab Samosir sudah menyediakan lahan 22 hektar untuk pembangunan etalase ini. “Etalase ini nantinya diisi miniatur-miniatur keunikan Danau Toba. Bahkan, nantinya ada semacam teater, semacam film, yang menggambarkan proses meletusnya gunung hingga terbentuknya Danau Toba,” kata Mangindar.
Selain itu, untuk menyadarkan dan melibatkan masyakarat sekitar danau, pemerintah juga akan melaksanakan program Destination Management Organization (DMO). “Melalui DMO kita sadarkan masyarakat mengenai pentingnya sektor pariwisata,” ujar Mangindar.
Sementara, Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam kata sambutannya membeberkan keunggulan sektor periwisata dibanding sektor lainnya. Menurut Hatta, sektor pariwisata merupakan sektor menyerap tenaga kerja terbanyak di dunia. “Begitu satu turis datang, setidaknya membutuhkan enam hingga tujuh tenaga kerja yang melayaninya,” kata Hatta.
Soal kritik Mangindar terhadap Gatot langsung disikapi Wakil Sekretaris Fraksi Partai Damai Sejahtera (PDS) DPRD Sumut Tohonon Silalahi. Menariknya, wakil rakyat ini malah ‘kurang mendukung’ kritik sang bupati. “Kalau saya no comment mengenai hal itu. Secara kasat mata, masyarakat bisa saja memberikan penilaian itu. Karena asumsi masyarakat, kalau memberikan bantuan itu harus segera terlihat bantuannya dan dampaknya,” ujarnya kepada SUmut Pos, Senin (5/12).
Lebih lanjut dikatakan anggota Komisi A DPRD Sumut ini, namun sebaiknya, masyarakat juga terlalu mudah memberikan penilaian negatif terhadap kebijakan atau kepemimpinan kepala daerah. “Kita jangan terus menilai Plt Gubsu tidak peduli dan sebagainya. Karena logikanya, bantuan dari pusat itu biasanya dikomunikasikan ke kepala daerah yang bersangkutan,” jawabnya.
Disinggung mengenai kritikan kurang perhatiannya Gatot, dikemukakan Bupati Samosir Mangindar Simbolon, Tohonan Silalahi mengungkapkan pada kenyataannya infrastruktur di seputaran Danau Toba relatif baik. “Jalan-jalan ke sana juga sudah baik. Kalau saat ini, pengalokasian anggaran ke pengelolaan Danau Toba sebagai pusat pariwisata memang belum dianggarkan, dan APBD Sumut 2012 belum diketuk. Mungkin ada prioritas di bidang lain,” katanya lagi. (jul/sam/ari)