29 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Kasus BNI SKM Medan Penasihat Hukum Berharap Eksepsi Diterima Majelis Hakim

MEDAN- Penasehat hukum dari ketiga karyawan BNI SKM Medan, Baso Fakhruddin mengatakan akan menghormati apapun keputusan Majelis Hakim terhadap eksepsi yang mereka ajukan pada persidangan sebelumnya, atas kasus jaminan kredit tidak terpasang di Bank BNI Sentra Kecil Menengah (SKM) Medan. Namun pihaknya tetap berharap agar Majelis Hakim menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum.

“Kita tetap hormati apapun keputusan Majelis Hakim nantinya terhadap eksepsi. Begitupun kita berharap Majelis Hakim menerima eksepsi kita,” ujar Baso usai mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap eksepsi penasehat hukum dalam persidangan di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (5/12).

Disebutkan Baso, terkait pengajuan kredit oleh Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwikencana Lestari (PT BDKL) sebenarnya tidak ada masalah, sebab ketiga karyawan BNI SKM Medan telah melaksanakan prosedur yang ada dalam pemberian kredit kepada PT BDKL.

“Kalau kita pikir pengajuan kredit itu tidak ada masalah. Tidak ada di sana yang melanggar ketentuan. Apalagi sampai merugikan negara hingga kasusnya masuk dalam ranah tipikor. Makanya nanti akan kita buktikan di acara pembuktiannya,” ujarnya.

Pada persidangan tersebut, JPU Robinson Sitorus dalam tanggapan jaksa terhadap eksepsi penasehat hukum tiga karyawan BNI SKM Medan menyatakan bahwa penasehat hukum tidak memahami uraian dakwaan JPU secara benar. Selain itu pihaknya menilai apakah kasus tersebut masuk dalam ranah hukum perdata atau tindak pidana korupsi akan dibuktikan pada persidangan nantinya.

“Penasehat hukum tidak memahami uraian dakwaan jaksa. Tapi itu hak penasehat hukum untuk membela kliennya. Untuk dakwaan yang katanya ada erorr in persona, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan surat dakwaan serta tidak mengubah substansi hukum pokok perkara,” ungkapnya usai persidangan.

Lanjutnya, untuk penghitungan jumlah kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP Sumut, sudah sesuai dan mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres). Untuk itulah pihaknya meminta kepada Majelis Hakim untuk menolak semua eksepsi kuasa hukum serta menetapkan agar kasus perkara tersebut tetap dilanjutkan di persidangan.

“Dalam hal jumlah kerugian negara telah dipandang cukup oleh jaksa. Tapi semuanya tetap kita serahkan pada Majelis Hakim dalam putusan sela nanti pada 10 Desember 2012 mendatang,” jelasnya.

Seperti diketahui, kasus tersebut bermula dari kredit macet PT Atakana Company Group —debitur Bank BNI SKM Medan sejak tahun 1996— dengan jaminan kredit berupa kebun seluas 3.445 hektare, sebagaimana tersebut dalam Sertifikat Hak Guna Usaha N0. 102 yang terletak di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur (berlaku tanggal 18 Juni 1996 hingga 17 Juni 2026).Kredit pinjaman PT Atakana tersebut mulai mengalami kemacetan pada Juni 2010.

Karena macet, Bank BNI SKM Medan berupaya mengeksekusi jaminan, dengan melelang agunan berupa kebun seluas 3.445 hektare tersebut, guna pelunasan atas kredit PT Atakana Group tersebut. Namun PT Atakana berkeberatan dengan upaya lelang tersebut, dan memohon agar agunan SHGU No.102 dapat dijual di bawah tangan. Alasannya, PT Atakana memiliki calon pembeli.

Bank BNI SKM Medan menyetujui permintaan PT Atakana dan memberikan batas waktu hingga Desember 2010 untuk melunasi kredit sebesar Rp60 miliar. Selanjutnya, PT Atakana menggelar RUPS, dan sepakat menjual dan/atau melepaskan hak atas tanah dalam SHGU No. 102, kepada Boy Hermansyah, sekaligus untuk menyelesaikan pinjaman/hutang dan seluruh kewajiban PT Atakana kepada Bank BNI SKM Medan, serta mengambil dan menerima dokumen-dokumen asli SHGU No. 102.

Setelah proses jual beli beres, pada 8 November 2010, Boy Hermansyah atas nama PT BDL mengajukan surat Permohonan Kredit kepada Bank BNI SKM Medan, dengan total plafon sebesar Rp133 mliar. Pinjaman untuk 3 kategori, yakni take over fasilitas Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri sebesar Rp23 miliar, refinancing PKS kapasitas 60 ton/jam sebesar Rp20 miliar, dan pembelian dan rehabilitasi kebun PT Atakana sebesar Rp90 miliar.

Sebagai jaminan, pemilik PT BDL, Boy Hermansyah, menyediakan Company Guarantee, Personal Guarantee, tanah dan bangunan yang diikat dengan hak tanggungan, mesin, persediaan (stok), alat berat, dan lain- lain yang diikat dengan jaminan fidusia milik PT BDL, termasuk kebun dengan HGU 102 di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur (masih tercatat atas nama PT Atakana, meski telah ada sertifikat jual beli dari PT Atakana kepada Boy Hermansyah). (far)

MEDAN- Penasehat hukum dari ketiga karyawan BNI SKM Medan, Baso Fakhruddin mengatakan akan menghormati apapun keputusan Majelis Hakim terhadap eksepsi yang mereka ajukan pada persidangan sebelumnya, atas kasus jaminan kredit tidak terpasang di Bank BNI Sentra Kecil Menengah (SKM) Medan. Namun pihaknya tetap berharap agar Majelis Hakim menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum batal demi hukum.

“Kita tetap hormati apapun keputusan Majelis Hakim nantinya terhadap eksepsi. Begitupun kita berharap Majelis Hakim menerima eksepsi kita,” ujar Baso usai mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap eksepsi penasehat hukum dalam persidangan di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (5/12).

Disebutkan Baso, terkait pengajuan kredit oleh Boy Hermansyah selaku Direktur PT Bahari Dwikencana Lestari (PT BDKL) sebenarnya tidak ada masalah, sebab ketiga karyawan BNI SKM Medan telah melaksanakan prosedur yang ada dalam pemberian kredit kepada PT BDKL.

“Kalau kita pikir pengajuan kredit itu tidak ada masalah. Tidak ada di sana yang melanggar ketentuan. Apalagi sampai merugikan negara hingga kasusnya masuk dalam ranah tipikor. Makanya nanti akan kita buktikan di acara pembuktiannya,” ujarnya.

Pada persidangan tersebut, JPU Robinson Sitorus dalam tanggapan jaksa terhadap eksepsi penasehat hukum tiga karyawan BNI SKM Medan menyatakan bahwa penasehat hukum tidak memahami uraian dakwaan JPU secara benar. Selain itu pihaknya menilai apakah kasus tersebut masuk dalam ranah hukum perdata atau tindak pidana korupsi akan dibuktikan pada persidangan nantinya.

“Penasehat hukum tidak memahami uraian dakwaan jaksa. Tapi itu hak penasehat hukum untuk membela kliennya. Untuk dakwaan yang katanya ada erorr in persona, itu tidak bisa dijadikan alasan untuk membatalkan surat dakwaan serta tidak mengubah substansi hukum pokok perkara,” ungkapnya usai persidangan.

Lanjutnya, untuk penghitungan jumlah kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP Sumut, sudah sesuai dan mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres). Untuk itulah pihaknya meminta kepada Majelis Hakim untuk menolak semua eksepsi kuasa hukum serta menetapkan agar kasus perkara tersebut tetap dilanjutkan di persidangan.

“Dalam hal jumlah kerugian negara telah dipandang cukup oleh jaksa. Tapi semuanya tetap kita serahkan pada Majelis Hakim dalam putusan sela nanti pada 10 Desember 2012 mendatang,” jelasnya.

Seperti diketahui, kasus tersebut bermula dari kredit macet PT Atakana Company Group —debitur Bank BNI SKM Medan sejak tahun 1996— dengan jaminan kredit berupa kebun seluas 3.445 hektare, sebagaimana tersebut dalam Sertifikat Hak Guna Usaha N0. 102 yang terletak di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur (berlaku tanggal 18 Juni 1996 hingga 17 Juni 2026).Kredit pinjaman PT Atakana tersebut mulai mengalami kemacetan pada Juni 2010.

Karena macet, Bank BNI SKM Medan berupaya mengeksekusi jaminan, dengan melelang agunan berupa kebun seluas 3.445 hektare tersebut, guna pelunasan atas kredit PT Atakana Group tersebut. Namun PT Atakana berkeberatan dengan upaya lelang tersebut, dan memohon agar agunan SHGU No.102 dapat dijual di bawah tangan. Alasannya, PT Atakana memiliki calon pembeli.

Bank BNI SKM Medan menyetujui permintaan PT Atakana dan memberikan batas waktu hingga Desember 2010 untuk melunasi kredit sebesar Rp60 miliar. Selanjutnya, PT Atakana menggelar RUPS, dan sepakat menjual dan/atau melepaskan hak atas tanah dalam SHGU No. 102, kepada Boy Hermansyah, sekaligus untuk menyelesaikan pinjaman/hutang dan seluruh kewajiban PT Atakana kepada Bank BNI SKM Medan, serta mengambil dan menerima dokumen-dokumen asli SHGU No. 102.

Setelah proses jual beli beres, pada 8 November 2010, Boy Hermansyah atas nama PT BDL mengajukan surat Permohonan Kredit kepada Bank BNI SKM Medan, dengan total plafon sebesar Rp133 mliar. Pinjaman untuk 3 kategori, yakni take over fasilitas Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri sebesar Rp23 miliar, refinancing PKS kapasitas 60 ton/jam sebesar Rp20 miliar, dan pembelian dan rehabilitasi kebun PT Atakana sebesar Rp90 miliar.

Sebagai jaminan, pemilik PT BDL, Boy Hermansyah, menyediakan Company Guarantee, Personal Guarantee, tanah dan bangunan yang diikat dengan hak tanggungan, mesin, persediaan (stok), alat berat, dan lain- lain yang diikat dengan jaminan fidusia milik PT BDL, termasuk kebun dengan HGU 102 di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur (masih tercatat atas nama PT Atakana, meski telah ada sertifikat jual beli dari PT Atakana kepada Boy Hermansyah). (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/