25 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Poldasu Kaji Penyebab Longsor, Dugaan Kerusakan Hutan di Jembatan Sidua-dua

Personel TNI bersama seorang berpakaian sipil melihat lokasi pusat longsor, beberapa waktu lalu.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Dalam dua pekan terakhir, bencana longsor hingga enam kali menerjang Jembatan Kembar Sidua-dua, sekitar 1 Kilometer dari Parapat. Penyebabnya, kerusakan pada hulu sungai yang disinyalir akibat ulah tangan manusia. Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) pun langsung menurunkan tim guna menyelidiki dan mengkaji, apakah longsor itu benar akibat ulah manusia atau tidak.

DIREKTUR Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Poldasu, Kombes Pol Rony Samtama Putra kepada Sumut Pos mengaku, sebelum Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II menyelidiki penyebab longsor dengan drone, pihaknya telah turun langsung ke lokasi untuk menyelidiki. Menurut pria berpangkat tiga melati emas ini, tim Poldasu sudah turun ke lapangan sejak kejadian longsor pertama. “Pas kejadian, sudah diturunkan tim ke sana untuk menyelidiki apa penyebabnya,” kata Rony, Minggu (6/1). Sayang, Rony belum mau membeberkan seperti apa hasil penyelidikann

yang dilakukan oleh timnya terkait penyebab longsor tersebut. Sementara itu, Kasubdit IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrimsua Polda Sumut, Kombes Pol Herzoni Saragih yang diwawancarai Sumut Pos, mengaku sudah diperintahkan pimpinannya untuk turun ke lokasi longsor. Ia memgatakan saat ini mereka masih mengumpulkan sejumlah data-data terkait penebangan di areal hutan tersebut.

“Kita juga masih lakukan penyelidikan, nanti apa hasilnya akan kita ungkapkan apakah ada pembalakan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab,” katanya.

Terpisah, Kapoldasu Irjen Pol Agus Andrianto juga mengaku, pihaknya kini tengah melakukan kajian terhadap bencana tersebut. Namun, sejauh ini belum dapat dipastikan apa yang melatarbelakangi kejadian longsor itu. “Saat ini (longsor itu) sedang kita kaji,” ungkapnya kepada wartawan, Sabtu (5/1).

Namun menurut jenderal bintang dua ini, tingginya curah hujan yang berlangsung akhir-akhir ini telah membuat debit air menuju aliran sungai meningkat. Hal inilah, yang kemungkinan menjadi penyebab longsor yang berulang di jembatan kembar Parapat tersebut sampai terjadi. “Tingginya curah hujan membuat debit air menuju aliran sungai, sehingga mengakibatkan longsor,” pungkasnya.

Menyikapi ini, praktisi hukum Adamsyah Kota, mendesak Polda Sumut serius mengusut indikasi tangan jahil manusia yang menyebabkan terjadi longsor di Jembatan Sidua-dua, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Simalungun. “Ya harus diusut secara serius. Aku kira keseriusan Polda dalam menangani ilegal logging, tentu didukung perangkat adat setempat,” kata Adamsyah Kota kepada Sumut Pos, Minggu (6/1).

Pernyataan ini ia lontarkan menyikapi dugaan kerusakan hulu sungai yang melintasi Jembatan Sidua-dua, seperti diungkapkan Plh Kepala BPPJN II, Bambang Pardede, Jumat kemarin. “Aku berkeyakinan, jika Polda nantinya turun dan maksimal melakukan pengusutan, akan diketahui siapa pelakunya. Bahkan jika ada kerja sama yang dilakukan dengan perangkat adat yang masih memegang hak tanah Ulayat, meskipun ada indikasi cukong-cukong kayu yang bermain dengan individu masyarakat,” katanya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Warga Indonesia (LBHWI) ini juga mensinyalir, pada wilayah tersebut ada tanah register yang tentu menjadi peran pemerintah untuk ikut mengusut dugaan itu. “Dengan keseriusan kepolisan, saya yakin ini dapat diusut. Tidak mungkin ini tidak terungkap. Petunjuk untuk melakukan lidik sudah ada, bahwa penebangan kayu-kayu itu ‘kan jelas. Termasuk ke mana diarahkan ke tempat tujuannya,” tegas Adam.

Diketahui, Polda Sumut sebelumnya sudah pernah turun ke lokasi banjir bandang di Kabupaten Mandailing Natal. Tim turun ke sana untuk mengecek adanya dugaan kuat pembalakan liar hutan negara ataupun pengerusakan lahan. Namun hasilnya nihil. Poldasu mengungkapkan, tidak menemukan adanya indikasi tersebut pada sejumlah titik bencana.

“Ini tentu jadi momen yang tepat juga untuk polisi bekerja, lakukan pengusutan atas indikasi kerusakan lahan di wilayah jembatan kembar Parapat itu. Apalagi polisi punya otoritas memanggil pihak-pihak berwenang untuk mencari tahu informasi awal tentang dugaan tersebut. Ini tentu prestasi besar bagi Polda Sumut jika mampu membuktikan indikasi kerusakan lahan maupun hutan di sana,” pungkasnya.

Sementara, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut berang melihat sikap pemerintah daerah, khususnya di kawasan Danau Toba (KDT) yang tidak mau berubah dan belajar dari pengalaman terkait musibah longsor yang menimbun jalan nasional Pematangsiantar-Parapat. Menurut Walhi Sumut, selama ini pemerintah sudah terbiasa bertindak sebagai “pemadam kebakaran”.

Karenanya, Walhi Sumut akan menggelar gugatan hukum sembari melakukan investigasi mencari penyebab longsor terutama yang terjadi di jembatan Sidua-dua, Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun.

“Kalau memang ada perusakan lingkungan atau hutan, dilakukan penindakan kepada pelakunya, jangan bertindak sebagai pemadam kebakaran,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan.

Ditambahkan Dana, harusnya ada pemantauan secara terus menerus, wilayah mana yang berpotensi longsor lalu mencari akar masalahnya dan menyelesaikannya. “Ancaman bencana ekologi sudah di depan mata, penanganan oleh pemerintah tidak bisa jadi pemadam kebakaran terus,” ujarnya.

Siantar-Parapat Mulai Normal

Sementara, jalan nasional Siantar-Parapat sudah dapat dilintasi dua arah, Minggu (6/1). Hal ini setelah tim gabungan selama dua hari secara maratoh membersihkan material longsor yang menimbun Jembatan Siduadua. Sebelumnya, akibat longsor yang terjadi beberapa kali sejak 18 Desember 2018 lalu, jembatan Siduadua terpaksa digunakan buka tutup dan beberapa kali ditutup total karena tertutup material longsor berupa tanah lumpur yang berasal dari perbukitan.

Namun setelah dilakukan pembersihan dengan mengerahkan 3 alat berat dan mobil pemadan kebakaran oleh tim gabungan,sejak dua hari lalu jembatan Siduadua sudah dapat dilintasi dua arah sehingga arus lalulintas Pematang Siantar- Parapat dan sebaliknya sudah normal kembali.

Kapolsekta Parapat, AKP Bambang P, mengatakan, sejak Minggu (6/1) arus lalulintas Pematangsiantar-Parapat sudah normal kembali setelah seluruh material longsor selesai dibersihkan. “Material longsor yang menutupi jembatan Siduadua sudah bersih dan sejak Minggu pagi sudah dapat dilintasi dua arah,” sebut Bambang.

Bambang tetap mengimbau pengguna jalan waspada melintasi jembatan Siduadua apalagi saat hujan deras turun karena tidak dapat dipastikan longsor tidak terjadi lagi. Menyikapi ini, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menilai, ke depannya untuk mengantisipasi longsor di kawasan Danau Toba (KDT), khususnya di Jembatan Sidua-dua, tidak cukup dengan membuat tembok penahan sebagaimana yang lazim dilakukan pemerintah selama ini. Yang lebih penting memperkuat kontur tanah yang labil dengan vegetasi tanaman.

“Beberapa kasus longsor disebabkan tanah labil, batuan tua, lapuk, tidak ada vegetasi tanaman penahan, dan kemiringan curam. Oleh karenanya perlu langkah-langkah antisipatif dan dikelola secara sistemik. Misal daerah yang rawan longsor diberi turap/dinding penahan, dibuat saluran-saluran air di wilayah miring dan lain sebagainya. Namun yang lebih penting dari itu adalah soal vegetasi tanaman,” kata Sekretaris Umum YPDT Andaru Satnyoto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/1).

Ketua Umum YPDT, Maruap Siahaan menambahkan, bencana alam di kawasan Danau Toba termasuk juga penyakit endemik, kecelakaan transportasi darat dan danau beberapa waktu lalu adalah sintesa dari perilaku stakeholder terutama pelaku usaha yang merusak lingkungan hidup dan Pemda maupun pemerintah yang tidak menjalankan tugasnya sebagai pembuat regulasi dan sebagai pengawas.

“Sejak beberapa tahun silam pemerintah/Pemda mengatakan, Danau Toba tercemar, penebangan kayu secara illegal. Terakhir Bank Dunia yang dianggap sumber terpercaya sudah memberi kajian dan pemerintah sudah mengumumkan bahwa Danau Toba telah rusak parah. Lalu sampai saat ini tidak ada tindakan radikal melakukan upaya perbaikan,” jelas Maruap.

Dikatakan Maruap, Pemda/pemerintah belum melihat Danau Toba sebagai sumber kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat di KDT, sehingga ketika terjadi tindakan eksploitatif terhadap kawasan Danau Toba dibiarkan saja. Bahkan pemerintah/pemda turut mendukung dengan membiarkan tindakan tersebut terjadi.

Sementara, Sekretaris Camat Girsang Sipanganbolon, Ferri Risdoni Sinaga kepada wartawan mengatakan, aktivitas perekonomian masyarakat di Parapat sudah mulai normal. Beberapa pedagang buah dan rumah makan mulai buka sejak arus lalulintas Pematang Siantar-Parapat normal. “Aktivitas perekonomian masyarakat sudah mulai normal. Beberapa pedagang buah mangga khas Parapat dan rumah makan mulai berjualan sejak arus lalulintas Pematang Siantar-Parapat normal kembali,” sebut pria yang akrab dipanggil Doni itu. (dvs/prn)

Personel TNI bersama seorang berpakaian sipil melihat lokasi pusat longsor, beberapa waktu lalu.

SIMALUNGUN, SUMUTPOS.CO – Dalam dua pekan terakhir, bencana longsor hingga enam kali menerjang Jembatan Kembar Sidua-dua, sekitar 1 Kilometer dari Parapat. Penyebabnya, kerusakan pada hulu sungai yang disinyalir akibat ulah tangan manusia. Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) pun langsung menurunkan tim guna menyelidiki dan mengkaji, apakah longsor itu benar akibat ulah manusia atau tidak.

DIREKTUR Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Poldasu, Kombes Pol Rony Samtama Putra kepada Sumut Pos mengaku, sebelum Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) II menyelidiki penyebab longsor dengan drone, pihaknya telah turun langsung ke lokasi untuk menyelidiki. Menurut pria berpangkat tiga melati emas ini, tim Poldasu sudah turun ke lapangan sejak kejadian longsor pertama. “Pas kejadian, sudah diturunkan tim ke sana untuk menyelidiki apa penyebabnya,” kata Rony, Minggu (6/1). Sayang, Rony belum mau membeberkan seperti apa hasil penyelidikann

yang dilakukan oleh timnya terkait penyebab longsor tersebut. Sementara itu, Kasubdit IV/Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Ditreskrimsua Polda Sumut, Kombes Pol Herzoni Saragih yang diwawancarai Sumut Pos, mengaku sudah diperintahkan pimpinannya untuk turun ke lokasi longsor. Ia memgatakan saat ini mereka masih mengumpulkan sejumlah data-data terkait penebangan di areal hutan tersebut.

“Kita juga masih lakukan penyelidikan, nanti apa hasilnya akan kita ungkapkan apakah ada pembalakan oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab,” katanya.

Terpisah, Kapoldasu Irjen Pol Agus Andrianto juga mengaku, pihaknya kini tengah melakukan kajian terhadap bencana tersebut. Namun, sejauh ini belum dapat dipastikan apa yang melatarbelakangi kejadian longsor itu. “Saat ini (longsor itu) sedang kita kaji,” ungkapnya kepada wartawan, Sabtu (5/1).

Namun menurut jenderal bintang dua ini, tingginya curah hujan yang berlangsung akhir-akhir ini telah membuat debit air menuju aliran sungai meningkat. Hal inilah, yang kemungkinan menjadi penyebab longsor yang berulang di jembatan kembar Parapat tersebut sampai terjadi. “Tingginya curah hujan membuat debit air menuju aliran sungai, sehingga mengakibatkan longsor,” pungkasnya.

Menyikapi ini, praktisi hukum Adamsyah Kota, mendesak Polda Sumut serius mengusut indikasi tangan jahil manusia yang menyebabkan terjadi longsor di Jembatan Sidua-dua, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Simalungun. “Ya harus diusut secara serius. Aku kira keseriusan Polda dalam menangani ilegal logging, tentu didukung perangkat adat setempat,” kata Adamsyah Kota kepada Sumut Pos, Minggu (6/1).

Pernyataan ini ia lontarkan menyikapi dugaan kerusakan hulu sungai yang melintasi Jembatan Sidua-dua, seperti diungkapkan Plh Kepala BPPJN II, Bambang Pardede, Jumat kemarin. “Aku berkeyakinan, jika Polda nantinya turun dan maksimal melakukan pengusutan, akan diketahui siapa pelakunya. Bahkan jika ada kerja sama yang dilakukan dengan perangkat adat yang masih memegang hak tanah Ulayat, meskipun ada indikasi cukong-cukong kayu yang bermain dengan individu masyarakat,” katanya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Warga Indonesia (LBHWI) ini juga mensinyalir, pada wilayah tersebut ada tanah register yang tentu menjadi peran pemerintah untuk ikut mengusut dugaan itu. “Dengan keseriusan kepolisan, saya yakin ini dapat diusut. Tidak mungkin ini tidak terungkap. Petunjuk untuk melakukan lidik sudah ada, bahwa penebangan kayu-kayu itu ‘kan jelas. Termasuk ke mana diarahkan ke tempat tujuannya,” tegas Adam.

Diketahui, Polda Sumut sebelumnya sudah pernah turun ke lokasi banjir bandang di Kabupaten Mandailing Natal. Tim turun ke sana untuk mengecek adanya dugaan kuat pembalakan liar hutan negara ataupun pengerusakan lahan. Namun hasilnya nihil. Poldasu mengungkapkan, tidak menemukan adanya indikasi tersebut pada sejumlah titik bencana.

“Ini tentu jadi momen yang tepat juga untuk polisi bekerja, lakukan pengusutan atas indikasi kerusakan lahan di wilayah jembatan kembar Parapat itu. Apalagi polisi punya otoritas memanggil pihak-pihak berwenang untuk mencari tahu informasi awal tentang dugaan tersebut. Ini tentu prestasi besar bagi Polda Sumut jika mampu membuktikan indikasi kerusakan lahan maupun hutan di sana,” pungkasnya.

Sementara, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumut berang melihat sikap pemerintah daerah, khususnya di kawasan Danau Toba (KDT) yang tidak mau berubah dan belajar dari pengalaman terkait musibah longsor yang menimbun jalan nasional Pematangsiantar-Parapat. Menurut Walhi Sumut, selama ini pemerintah sudah terbiasa bertindak sebagai “pemadam kebakaran”.

Karenanya, Walhi Sumut akan menggelar gugatan hukum sembari melakukan investigasi mencari penyebab longsor terutama yang terjadi di jembatan Sidua-dua, Desa Sibaganding, Kecamatan Girsang Sipanganbolon, Kabupaten Simalungun.

“Kalau memang ada perusakan lingkungan atau hutan, dilakukan penindakan kepada pelakunya, jangan bertindak sebagai pemadam kebakaran,” ujar Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Prima Tarigan.

Ditambahkan Dana, harusnya ada pemantauan secara terus menerus, wilayah mana yang berpotensi longsor lalu mencari akar masalahnya dan menyelesaikannya. “Ancaman bencana ekologi sudah di depan mata, penanganan oleh pemerintah tidak bisa jadi pemadam kebakaran terus,” ujarnya.

Siantar-Parapat Mulai Normal

Sementara, jalan nasional Siantar-Parapat sudah dapat dilintasi dua arah, Minggu (6/1). Hal ini setelah tim gabungan selama dua hari secara maratoh membersihkan material longsor yang menimbun Jembatan Siduadua. Sebelumnya, akibat longsor yang terjadi beberapa kali sejak 18 Desember 2018 lalu, jembatan Siduadua terpaksa digunakan buka tutup dan beberapa kali ditutup total karena tertutup material longsor berupa tanah lumpur yang berasal dari perbukitan.

Namun setelah dilakukan pembersihan dengan mengerahkan 3 alat berat dan mobil pemadan kebakaran oleh tim gabungan,sejak dua hari lalu jembatan Siduadua sudah dapat dilintasi dua arah sehingga arus lalulintas Pematang Siantar- Parapat dan sebaliknya sudah normal kembali.

Kapolsekta Parapat, AKP Bambang P, mengatakan, sejak Minggu (6/1) arus lalulintas Pematangsiantar-Parapat sudah normal kembali setelah seluruh material longsor selesai dibersihkan. “Material longsor yang menutupi jembatan Siduadua sudah bersih dan sejak Minggu pagi sudah dapat dilintasi dua arah,” sebut Bambang.

Bambang tetap mengimbau pengguna jalan waspada melintasi jembatan Siduadua apalagi saat hujan deras turun karena tidak dapat dipastikan longsor tidak terjadi lagi. Menyikapi ini, Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) menilai, ke depannya untuk mengantisipasi longsor di kawasan Danau Toba (KDT), khususnya di Jembatan Sidua-dua, tidak cukup dengan membuat tembok penahan sebagaimana yang lazim dilakukan pemerintah selama ini. Yang lebih penting memperkuat kontur tanah yang labil dengan vegetasi tanaman.

“Beberapa kasus longsor disebabkan tanah labil, batuan tua, lapuk, tidak ada vegetasi tanaman penahan, dan kemiringan curam. Oleh karenanya perlu langkah-langkah antisipatif dan dikelola secara sistemik. Misal daerah yang rawan longsor diberi turap/dinding penahan, dibuat saluran-saluran air di wilayah miring dan lain sebagainya. Namun yang lebih penting dari itu adalah soal vegetasi tanaman,” kata Sekretaris Umum YPDT Andaru Satnyoto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/1).

Ketua Umum YPDT, Maruap Siahaan menambahkan, bencana alam di kawasan Danau Toba termasuk juga penyakit endemik, kecelakaan transportasi darat dan danau beberapa waktu lalu adalah sintesa dari perilaku stakeholder terutama pelaku usaha yang merusak lingkungan hidup dan Pemda maupun pemerintah yang tidak menjalankan tugasnya sebagai pembuat regulasi dan sebagai pengawas.

“Sejak beberapa tahun silam pemerintah/Pemda mengatakan, Danau Toba tercemar, penebangan kayu secara illegal. Terakhir Bank Dunia yang dianggap sumber terpercaya sudah memberi kajian dan pemerintah sudah mengumumkan bahwa Danau Toba telah rusak parah. Lalu sampai saat ini tidak ada tindakan radikal melakukan upaya perbaikan,” jelas Maruap.

Dikatakan Maruap, Pemda/pemerintah belum melihat Danau Toba sebagai sumber kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat di KDT, sehingga ketika terjadi tindakan eksploitatif terhadap kawasan Danau Toba dibiarkan saja. Bahkan pemerintah/pemda turut mendukung dengan membiarkan tindakan tersebut terjadi.

Sementara, Sekretaris Camat Girsang Sipanganbolon, Ferri Risdoni Sinaga kepada wartawan mengatakan, aktivitas perekonomian masyarakat di Parapat sudah mulai normal. Beberapa pedagang buah dan rumah makan mulai buka sejak arus lalulintas Pematang Siantar-Parapat normal. “Aktivitas perekonomian masyarakat sudah mulai normal. Beberapa pedagang buah mangga khas Parapat dan rumah makan mulai berjualan sejak arus lalulintas Pematang Siantar-Parapat normal kembali,” sebut pria yang akrab dipanggil Doni itu. (dvs/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/