26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sejumlah Oknum DPRD Ditengarai Terlibat

Dugaan Korupsi Bansos

MEDAN-Penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi dana bantuan bosial (Bansos) di pemerintahan provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), diduga melibatkan sejumlah tokoh di pemprov maupun di gedung dewan. Terkait hal ini, sejumlah angota DPRD Sumut engan dikonfirmasi.

Keenggan berkomentar ini menimbulkan asumsi negatif dari berbagai pihak terhadap para anggota dewan. Diantaranya dari praktisi hukum Medan, Zulheri Sinaga SH.

“Kenapa tidak bersedia memberi keterangan. Logikanya, kalau tidak berani maka orang itu terlibat atau terindikasi ikut di dalamnya. Kan tidak mungkin ada penyelewengan di Pemprovsu sementara anggota dewannya tidak tahu. Ini persoalan tidak mampu atau tidak mau,” ungkapnya.

Zulheri menegaskan, penggunaan anggaran di Provsu itu harus dilaporkan ke DPRD Sumut. “Dari korelasi ini, seharusnya anggota dewan harus transparan dalam penjabaran penggunaan anggaran tersebut. Apalagi, yang namanya keterbukaan informasi publik itu diatur oleh UU Keterbukaan Informasi Publik No 14 Tahun 2008,” jelasnya, kemarin.

Kecurigaan juga diungkapkan Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Elfenda Anandan
Elfenda menduga, sejumlah anggota dewan juga berperan dalam permainan dua pejabat Pempropsu tersebut.
“Sinyalemen ke arah dana sangat kuat, begitu pula dengan rekomendasi dari anggota dewan terhadap hal-hal yang terjadi di dua biro tersebut. Maka dari itu lah, pastilah tidak ada yang mau anggota dewan itu memberi komentar mengenai dugaan korupsi tersebut. Hanya saja, untuk memastikan hal itu perlu ada bukti yang kuat,” tukas Elfenda.
Dijelaskannya lagi, dari sisi akuntabilitas, para anggota dewan menjadi lebih kuat dalam upaya pencairan proposal-proposal yang ada. Di sisi lain adalah dua kepala biro Pempropsu tersebut banyak mengetahui hal-hal yang terjadi, karena dua kepala biro itu lah yang mendisposisi proposal-proposal yang ada. “Ini lah seharusnya menjadi pintu masuk untuk mengungkap penyelewengan dana yang terjadi,” tutupnya.

Daerah Jangan Ikut-ikutan

Tokoh masyarakat Sumut di Jakarta, Komjen (Pol) Togar M Sianipar, kemarin (5/3) menggelar konperensi pers di kediamannya. Secara khusus, pria kelahiran Siantar itu mengungkapkan keprihatinannya terhadap banyaknya kepala daerah (kada) di Sumut yang berurusan dengan KPK. Mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu juga merasa malu dengan predikat Sumut sebagai provinsi terkorup, seperti dilansir Indonesia Corruption Watch (ICW) pekan lalu.
“Beberapa kepala daerah di Sumut dijerat kasus korupsi. Sumut peringat pertama daerah terkorup. Ada apa ini? Ini kan memalukan,” cetusnya. Hadir dalam konperensi pers itu sejumlah wartawan media cetak terbitan Medan dan nasional.

Dia mengatakan, fenomena kada terjerat kasus korupsi memang merata di seluruh Indonesia. Namun, Sumut tergolong terparah. Ini bisa terjadi, lantaran sistem pemilukada yang memaksa calon mengeluarkan biaya besar, hingga berupaya mengembalikan saat sudah berkuasa.

Dia pun menyatakan persetujuannya terhadap gagasan pemerintah seperti sudah tetuang di rancangan revisi UU Nomor 32 Tahun 2004, agar gubernur dipilih lewat DPRD. Bahkan, Togar mendorong agar bupati/walikota juga dipilih oleh DPRD. Alasannya, DPRD yang anggotanya hasil pemilihan langsung rakyat, sudah cukup merepresentasikan suara rakyat. Hanya saja, Togar punya ide, kewenangan DPRD sebatas mimilih tiga kandidat, yang lantas diserahkan ke pemerintah pusat. “Oleh tim yang mumpuni, dari tiga calon itu dipilih satu yang paling capabel, akseptabel, dan kredibel dilihat dari track recordnya. “Harus dicari yang paling bersih,” cetusnya.

Sosok kada yang bersih, lanjut mantan Kapolda di Sumatera Selatan, Bali, dan Kalimantan Timur itu, sangat penting. Pasalnya, jika tidak, maka rawan terjerat korupsi. Dia memberi contoh Sumut, yang hingga saat ini tidak ada kemajuan sama sekali. Potensi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang mestinya bisa diandalkan, lanjutnya, sama sekali tidak mendapatkan perhatian. “Danau Toba pun tak terurus. Kepala daerahnya sibuk mengurusi perkara yang dihadapi. Padahal, jika diurus dengan serius, Danau Toba bisa menyaingi Bali,” ujarnya. Hanya saja, dalam konpers itu Togar tidak pernah langsung menyebut nama Syamsul Arifin yang kini terjerat kasus korupsi.

Lantaran masih ada pemilukada yang tersisa, yakni Tapanuli Tengah (Tapteng), Togar berharap rakyat mampu memilih mana calon yang sekiranya bersih. Dia berharap, pemenang pemilukada Tapteng nanti, saat berkuasa, bisa bebas dari urusan korupsi sehingga bisa konsentrasi memikirkan rakyatnya.

Lantas, siapa calon bupati Tapteng yang bersih? Blak-blakan, staf pengajar di Lemhanas itu menyebut nama Dina Riana Samosir, yang berpasangan dengan Hikmal Batubara. Tiga parameter digunakan Togar untuk menilai calon, yakni capabilitas, akseptabilitas, dan kredibilitas. Istri Tuani Lumbantobing itu dinilainya capabel, lantaran sudah 10 tahun mendampingi Tuani memimpin Tapteng.

Tuani dinilainya sukses dan hingga saat ini tidak pernah berurusan dengan kasus korupsi. “Di belakang suami yang hebat, pasti ada istri yang hebat,” ujar host acara Halo Polisi di Indosiar itu. Riana yang 10 tahun menjadi Ketua Penggerak PKK, lanjut Togar, sudah pasti tahu betul gaya kepemimpinan suaminya, sehingga dia nantinya bisa melanjutkan pembangunan (sustainable development), berdasarkan grand design yang sudah dibuat suaminya.
Riana dinilainya juga akseptabel, lantaran dengan pasangannya merepresentasikan heterogenitas warga Tapteng, yang terdiri pemeluk Kristen dan Islam. “Tokoh-tokoh agama saya dengar juga merestui. Restu dari HKBP itu bukan berarti HKBP mempolitisasi, tapi merestui agar nanti jika terpilih serius memikirkan rakyat,” ujar Togar.

Terakhir, Rina bisa menjadi solusi, tatkala para kepala daerah laki-laki banyak yang dijebloskan ke penjara karena korupsi. “Selain untuk kesetaraan gender, kepala daerah perempuan relatif bisa bersih karena peka perasaan. Coba, ada nggak kepala daerah perempuan yang masuk penjara?” cetusnya. Kalau toh ada, bukan lantaran korupsi saat berkuasa, namun karena kasus lama, yakni Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panumbunan yang terjerat kasus saat dia menjadi Dirut PT Mahakam Diastar Internasional (MDI). (ari/sam)

Dugaan Korupsi Bansos

MEDAN-Penelusuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi dana bantuan bosial (Bansos) di pemerintahan provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), diduga melibatkan sejumlah tokoh di pemprov maupun di gedung dewan. Terkait hal ini, sejumlah angota DPRD Sumut engan dikonfirmasi.

Keenggan berkomentar ini menimbulkan asumsi negatif dari berbagai pihak terhadap para anggota dewan. Diantaranya dari praktisi hukum Medan, Zulheri Sinaga SH.

“Kenapa tidak bersedia memberi keterangan. Logikanya, kalau tidak berani maka orang itu terlibat atau terindikasi ikut di dalamnya. Kan tidak mungkin ada penyelewengan di Pemprovsu sementara anggota dewannya tidak tahu. Ini persoalan tidak mampu atau tidak mau,” ungkapnya.

Zulheri menegaskan, penggunaan anggaran di Provsu itu harus dilaporkan ke DPRD Sumut. “Dari korelasi ini, seharusnya anggota dewan harus transparan dalam penjabaran penggunaan anggaran tersebut. Apalagi, yang namanya keterbukaan informasi publik itu diatur oleh UU Keterbukaan Informasi Publik No 14 Tahun 2008,” jelasnya, kemarin.

Kecurigaan juga diungkapkan Ketua Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Elfenda Anandan
Elfenda menduga, sejumlah anggota dewan juga berperan dalam permainan dua pejabat Pempropsu tersebut.
“Sinyalemen ke arah dana sangat kuat, begitu pula dengan rekomendasi dari anggota dewan terhadap hal-hal yang terjadi di dua biro tersebut. Maka dari itu lah, pastilah tidak ada yang mau anggota dewan itu memberi komentar mengenai dugaan korupsi tersebut. Hanya saja, untuk memastikan hal itu perlu ada bukti yang kuat,” tukas Elfenda.
Dijelaskannya lagi, dari sisi akuntabilitas, para anggota dewan menjadi lebih kuat dalam upaya pencairan proposal-proposal yang ada. Di sisi lain adalah dua kepala biro Pempropsu tersebut banyak mengetahui hal-hal yang terjadi, karena dua kepala biro itu lah yang mendisposisi proposal-proposal yang ada. “Ini lah seharusnya menjadi pintu masuk untuk mengungkap penyelewengan dana yang terjadi,” tutupnya.

Daerah Jangan Ikut-ikutan

Tokoh masyarakat Sumut di Jakarta, Komjen (Pol) Togar M Sianipar, kemarin (5/3) menggelar konperensi pers di kediamannya. Secara khusus, pria kelahiran Siantar itu mengungkapkan keprihatinannya terhadap banyaknya kepala daerah (kada) di Sumut yang berurusan dengan KPK. Mantan Kadiv Humas Mabes Polri itu juga merasa malu dengan predikat Sumut sebagai provinsi terkorup, seperti dilansir Indonesia Corruption Watch (ICW) pekan lalu.
“Beberapa kepala daerah di Sumut dijerat kasus korupsi. Sumut peringat pertama daerah terkorup. Ada apa ini? Ini kan memalukan,” cetusnya. Hadir dalam konperensi pers itu sejumlah wartawan media cetak terbitan Medan dan nasional.

Dia mengatakan, fenomena kada terjerat kasus korupsi memang merata di seluruh Indonesia. Namun, Sumut tergolong terparah. Ini bisa terjadi, lantaran sistem pemilukada yang memaksa calon mengeluarkan biaya besar, hingga berupaya mengembalikan saat sudah berkuasa.

Dia pun menyatakan persetujuannya terhadap gagasan pemerintah seperti sudah tetuang di rancangan revisi UU Nomor 32 Tahun 2004, agar gubernur dipilih lewat DPRD. Bahkan, Togar mendorong agar bupati/walikota juga dipilih oleh DPRD. Alasannya, DPRD yang anggotanya hasil pemilihan langsung rakyat, sudah cukup merepresentasikan suara rakyat. Hanya saja, Togar punya ide, kewenangan DPRD sebatas mimilih tiga kandidat, yang lantas diserahkan ke pemerintah pusat. “Oleh tim yang mumpuni, dari tiga calon itu dipilih satu yang paling capabel, akseptabel, dan kredibel dilihat dari track recordnya. “Harus dicari yang paling bersih,” cetusnya.

Sosok kada yang bersih, lanjut mantan Kapolda di Sumatera Selatan, Bali, dan Kalimantan Timur itu, sangat penting. Pasalnya, jika tidak, maka rawan terjerat korupsi. Dia memberi contoh Sumut, yang hingga saat ini tidak ada kemajuan sama sekali. Potensi Danau Toba sebagai kawasan wisata yang mestinya bisa diandalkan, lanjutnya, sama sekali tidak mendapatkan perhatian. “Danau Toba pun tak terurus. Kepala daerahnya sibuk mengurusi perkara yang dihadapi. Padahal, jika diurus dengan serius, Danau Toba bisa menyaingi Bali,” ujarnya. Hanya saja, dalam konpers itu Togar tidak pernah langsung menyebut nama Syamsul Arifin yang kini terjerat kasus korupsi.

Lantaran masih ada pemilukada yang tersisa, yakni Tapanuli Tengah (Tapteng), Togar berharap rakyat mampu memilih mana calon yang sekiranya bersih. Dia berharap, pemenang pemilukada Tapteng nanti, saat berkuasa, bisa bebas dari urusan korupsi sehingga bisa konsentrasi memikirkan rakyatnya.

Lantas, siapa calon bupati Tapteng yang bersih? Blak-blakan, staf pengajar di Lemhanas itu menyebut nama Dina Riana Samosir, yang berpasangan dengan Hikmal Batubara. Tiga parameter digunakan Togar untuk menilai calon, yakni capabilitas, akseptabilitas, dan kredibilitas. Istri Tuani Lumbantobing itu dinilainya capabel, lantaran sudah 10 tahun mendampingi Tuani memimpin Tapteng.

Tuani dinilainya sukses dan hingga saat ini tidak pernah berurusan dengan kasus korupsi. “Di belakang suami yang hebat, pasti ada istri yang hebat,” ujar host acara Halo Polisi di Indosiar itu. Riana yang 10 tahun menjadi Ketua Penggerak PKK, lanjut Togar, sudah pasti tahu betul gaya kepemimpinan suaminya, sehingga dia nantinya bisa melanjutkan pembangunan (sustainable development), berdasarkan grand design yang sudah dibuat suaminya.
Riana dinilainya juga akseptabel, lantaran dengan pasangannya merepresentasikan heterogenitas warga Tapteng, yang terdiri pemeluk Kristen dan Islam. “Tokoh-tokoh agama saya dengar juga merestui. Restu dari HKBP itu bukan berarti HKBP mempolitisasi, tapi merestui agar nanti jika terpilih serius memikirkan rakyat,” ujar Togar.

Terakhir, Rina bisa menjadi solusi, tatkala para kepala daerah laki-laki banyak yang dijebloskan ke penjara karena korupsi. “Selain untuk kesetaraan gender, kepala daerah perempuan relatif bisa bersih karena peka perasaan. Coba, ada nggak kepala daerah perempuan yang masuk penjara?” cetusnya. Kalau toh ada, bukan lantaran korupsi saat berkuasa, namun karena kasus lama, yakni Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panumbunan yang terjerat kasus saat dia menjadi Dirut PT Mahakam Diastar Internasional (MDI). (ari/sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/