25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Pengidap Gangguan Jiwa Harus Bebas dari Pasung

MEDAN- Bagi korban gangguan jiwa, kerap diperlakukan tak wajar oleh keluarga seperti pemasungan untuk menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan.

Seperti dialami Jhon Parlin Silalahi, warga Desa Juma Sianak Kecamatan Sidikalang dan Tamba Tua Sianturi Paranginan, Humbang Hasundutan (Humbahas), yang dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Medan, Selasa (6/3).

Selama ini, Jhon Parlin Silalahi dipasung karena sering mengganggu keselamatan ibunya Ramian boru Sihombing, dengan memukul kepala dan badan ibunya hingga luka.

Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar, Richard Eddy M Lingga SE, selaku fasilitator yang membawa kedua orang yang mengalami gangguan jiwa tersebut menyatakan, dalam konteks pemasungan terhadap orang yang terkena gangguan mental tersebut, sebaiknya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), mengeluarkan kebijakan atau program bebas pasung.

Menurutnya, masih banyak ditemukan pemasungan terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan di Sumut, disebabkan kurangnya informasi ke pedesaan dan faktor kemiskinan.

Menurutnya, orang yang menjadi korban pemasungan itu, harus segera dibawa ke rumah sakit demi mendapatkan perawatan intensif.
“Karena takut  mengganggu kenyamanan tetangga, makanya dia dipasung. Pasalnya, keluarga korban tidak mampu mengobati anaknya yang mengalami gangguan kejiwaan itu,” kata anggota Komisi E DPRD Sumut ini mengutip pernyataan Ramian boru Sihombing, Selasa (6/3).
Dikatakannya, program pembebasan pemasungan tersebut pada dasarnya sesuai dengan visi-misi Gubsu, rakyat tidak lapar, tidak sakit, tidak bodoh dan memiliki masa depan.

“Dengan demikian, sudah selayaknya di Sumatera Utara, tidak ada lagi praktik pemasungan yang dilakukan karena kebodohan dan kemiskinan,” kata Lingga.

Dijelaskannya, selain berdasarkan hal itu, menurut UU No.23 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa, bahwa pasien dengan gangguan jiwa yang telantar harus mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan.

Surat Mendagri Nomor PEM.29/6/15, tertanggal 11 Nopember 1977 yang ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di RSJ.

Surat tersebut juga berisi instruksi untuk para camat dan kepala desa agar secara aktif mengambil prakarsa dan langkah-langkah dalam penanggulangan pasien yang ada di daerah mereka.

“Mengacu kepada UU di atas, sudah seharusnya Pemprovsu ikut berperan membebaskan Sumut dari praktik pemasungan,” katanya.
Dikatakannya, sejak dibawa berobat ke RSJ Medan, kondisi kedua pria yang mengalami gangguan jiwa tersebut sudah berangsur membaik.
“Kemarin kondisinya sudah membaik dan telah dibawa kembali ke kampung halamannya setelah dirawat selama 1 tahun 2 bulan,” katanya.
Sementara itu, Tamba Tua Sianturi belum dibenarkan pihak RSJ Medan pulang, tetapi kondisinya sudah mulai sehat.

“Kita tinggal kita menghubungi keluarganya di Paranginan, untuk memulangkan yang bersangkutan ke kampungnya,” katanya.
Sedangkan kepada pihak RSJ Medan, Richard Lingga berpesan agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada korban pemasungan itu, dan jika suatu saat nanti kambuh lagi, hendaknya berkenan membantu penanganannya.

Sementara itu, ibunda Jhon Parlin Silalahi, Ramian boru Sihombing mengungkapkan, adanya harapan baru bagi putranya tersebut sejak dibawa dan dirawat di RSJ Medan, yang difasilitasi politisi Golkar, Richard Eddy M Lingga tersebut.(ari)

MEDAN- Bagi korban gangguan jiwa, kerap diperlakukan tak wajar oleh keluarga seperti pemasungan untuk menghindari sesuatu hal yang tidak diinginkan.

Seperti dialami Jhon Parlin Silalahi, warga Desa Juma Sianak Kecamatan Sidikalang dan Tamba Tua Sianturi Paranginan, Humbang Hasundutan (Humbahas), yang dibawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Medan, Selasa (6/3).

Selama ini, Jhon Parlin Silalahi dipasung karena sering mengganggu keselamatan ibunya Ramian boru Sihombing, dengan memukul kepala dan badan ibunya hingga luka.

Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Partai Golkar, Richard Eddy M Lingga SE, selaku fasilitator yang membawa kedua orang yang mengalami gangguan jiwa tersebut menyatakan, dalam konteks pemasungan terhadap orang yang terkena gangguan mental tersebut, sebaiknya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu), mengeluarkan kebijakan atau program bebas pasung.

Menurutnya, masih banyak ditemukan pemasungan terhadap anggota keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan di Sumut, disebabkan kurangnya informasi ke pedesaan dan faktor kemiskinan.

Menurutnya, orang yang menjadi korban pemasungan itu, harus segera dibawa ke rumah sakit demi mendapatkan perawatan intensif.
“Karena takut  mengganggu kenyamanan tetangga, makanya dia dipasung. Pasalnya, keluarga korban tidak mampu mengobati anaknya yang mengalami gangguan kejiwaan itu,” kata anggota Komisi E DPRD Sumut ini mengutip pernyataan Ramian boru Sihombing, Selasa (6/3).
Dikatakannya, program pembebasan pemasungan tersebut pada dasarnya sesuai dengan visi-misi Gubsu, rakyat tidak lapar, tidak sakit, tidak bodoh dan memiliki masa depan.

“Dengan demikian, sudah selayaknya di Sumatera Utara, tidak ada lagi praktik pemasungan yang dilakukan karena kebodohan dan kemiskinan,” kata Lingga.

Dijelaskannya, selain berdasarkan hal itu, menurut UU No.23 Tahun 1966 tentang Kesehatan Jiwa, bahwa pasien dengan gangguan jiwa yang telantar harus mendapatkan perawatan dan pengobatan pada suatu tempat perawatan.

Surat Mendagri Nomor PEM.29/6/15, tertanggal 11 Nopember 1977 yang ditujukan kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat I seluruh Indonesia meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di RSJ.

Surat tersebut juga berisi instruksi untuk para camat dan kepala desa agar secara aktif mengambil prakarsa dan langkah-langkah dalam penanggulangan pasien yang ada di daerah mereka.

“Mengacu kepada UU di atas, sudah seharusnya Pemprovsu ikut berperan membebaskan Sumut dari praktik pemasungan,” katanya.
Dikatakannya, sejak dibawa berobat ke RSJ Medan, kondisi kedua pria yang mengalami gangguan jiwa tersebut sudah berangsur membaik.
“Kemarin kondisinya sudah membaik dan telah dibawa kembali ke kampung halamannya setelah dirawat selama 1 tahun 2 bulan,” katanya.
Sementara itu, Tamba Tua Sianturi belum dibenarkan pihak RSJ Medan pulang, tetapi kondisinya sudah mulai sehat.

“Kita tinggal kita menghubungi keluarganya di Paranginan, untuk memulangkan yang bersangkutan ke kampungnya,” katanya.
Sedangkan kepada pihak RSJ Medan, Richard Lingga berpesan agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada korban pemasungan itu, dan jika suatu saat nanti kambuh lagi, hendaknya berkenan membantu penanganannya.

Sementara itu, ibunda Jhon Parlin Silalahi, Ramian boru Sihombing mengungkapkan, adanya harapan baru bagi putranya tersebut sejak dibawa dan dirawat di RSJ Medan, yang difasilitasi politisi Golkar, Richard Eddy M Lingga tersebut.(ari)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/