31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Bertahan Hidup dengan Makanan dari Tempat Sampah

Kisah Dua PRT Asal Indramayu yang Disiksa di Medan (2/Habis)

Tak tahan menahan siksaan, Munisa (17) dan Khuraini (16), berusaha melarikan diri. Ancaman dari majikan tidak dipedulikan.
Ya, orangtua mereka dalam ancaman penjara.

Kesuma – JHonson, Medan

Puncaknya pada Rabu (28/3) lalu, sekitar pukul 15.00 WIB, mereka memberanikan diri untuk lari dari rumah majikannnya. Munisa akhirnya mengajak Khuraini untuk lari dari rumah tersebut. Mengingat kedua majikannnya ketika itu tengah pergi, sedangkan anak majikannya tengah bermain game di kamar.

“Khuraini saat itu sempat menanyakan ke saya, memang yakin untuk lari meskipun nanti orangtua kita dipenjara. Namun karena sudah tidak tahan lagi, saya memutuskan untuk tetap lari dari rumah itu,”ujar Munisa yang tengah diinfus di ruang IGD RSU Pirngadi Medan, Kamis (5/4), akibat mengalami sesak pada bagian dadanya.

Melompati jendela rumah yang berada di lantai dua, keduanya nekat berjalan di atap rumah tetangga lainnya. Jalur itulah yang mereka anggap satu-satunya jalan keluar dari rumah majikan yang berada di Komplek Perumahan Graha Sunggal. Meskipun tidak mengetahui lokasi yang akan mereka lalui, namun dengan kebulatan tekad serta ingin mengakhiri penyiksaan keduanya yakin akan mendapatkan sebuah pertolongan.

Munisa dan Munisa terus mengarungi jalanan Kota Medan dengan modal sebuah telekung, sajadah, dan sepasang baju di dalam tas. Keduanya sama sekali tidak memegang uang. Mencari makanan dari tempat sampah adalah lumrah bagi mereka agar bisa bertahan hidup. Beruntung, beberapa orang baik mereka temui di sepanjang jalan. Di antaranya adalah seorang wanita paruh baya yang tengah mengurus kebun kangkungnya.

Melihat keadaan Khuraini dan Munisa , ibu tukang kebun yang merasa prihatin memberikan uang Rp10 ribu serta beberapa batang tebu untuk menemani perjalanan mereka mencari sebuah kebebasan.

Terus berjalan dan tak pernah tahu arah dan tujuan tanpa putus asa keduanya tetap mengitari jalanan Kota Medan. Di tengah perjalanan, keduanya kembali mendapatkan bantuan dari dua pria yag merasa prihatin dengan keadaan mereka.

“Waktu itu kami kelaparan dan mencoba mengais tempat sampah, mana tau ada yang bisa dimakan. Tapi ada dua orang pemuda yang melihat kami dan memberikan uang Rp10 ribu. Dengan uang itu lalu kami berencana membeli roti di sebuah warung, tapi penjaga warung itu ternyata memberikan kami roti secara gratis dan tidak mau dibayar,” kenangnya.

Hingga akhirnya, sekitar pukul 23.00 WIB Khuraini dan Munisa tiba di sebuah halte yang berada di kawasan Jalan Gatot Subroto tepatnya di depan Kampus Panca Budi Medan. Di halte itu, keduanya memilih untuk bertahan karena yakin akan datang seorang manusia berhati malaikat  yang akan menolong mereka. Ternyata, harapan keduanya terjawab dengan kehadiran seorang wanita pedagang nasi di sekitar kampus Pancabudi bernama Ratna. Perempuan itu pun langsung membawa mereka ke kediamannya.

“Saat itu Bu Ratna sempat bertanya kepada kami, apa kami pernah buat jahat atau pernah mencuri sehingga harus lari dari rumah itu. Bahkan dia juga memeriksa bawaan kami dan yang ditemuinya hanya ada telekung dan sepasang pakaian. Itulah yang buat dia percaya dan membawa kami ke rumahnya,”terang Munisa.

Di sisi lain, Tarzana (43) ayah Munisa, mengaku mendapatkan kabar anaknya dari seorang pria yang mengaku sebagai famili Ratna yang bekerja di Jakarta. Mendengar kabar tersebut, ditemani paman Khuraini, Gandi (42), dia langsung bertolak ke Medan dengan ongkos seadanya.
Awal melihat kondisi anak dan keponakan mereka, membuat hati keduanya merasa .

“Niat mereka bagus untuk membantu keluarga. Saya akui saya yang salah, karena saya tidak melanjuti sekolahnya ketika dia tamat SMP,”ucap Tarzana.
Tapi bagaimanapun, anaknya telah menjadi korban majikan yang kejam. Untuk itulah, dia dan pamannya Khuarani memilih melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum.

Ditemani Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID), keluarga berharap laporan mereka ke pihak kepolisan atas kekerasan yang dialami anaknya segera ditanggapi.

“Ini adalah negara hukum dan kita serahkan semuanya kepada hukum. Semoga saja, majikan anak saya ini bisa medapatkan balasan yang setimpal,” tambah Tarzana.

Sementara itu, Ratna, mengaku saat pertama kali menemui Munisa dan Khuraini ada gelagat aneh atas dampak kekerasan yang dialami keduanya. Saat keduanya tinggal di kediamannya, Munisa dan Khuraini, sering bangun terlalu pagi dan mengerjakan segala jenis pekerjaan yang ada di rumahnya. “Saya sudah melarang mereka untuk bangun terlalu pagi yakni pukul 03.30 WIB, tapi mereka bilang udah biasa. Bahkan ketika mereka lapar, mereka juga terlihat ingin mengais sampah di rumah saya. Untungnya saya tahu dan langsung menyediakan makan buat mereka,”tuturnya.

Kini dengan kondisi yang masih lemah keduanya harus menjalani perawatan inap di RSUD dr Pirngadi Medan. Sementara itu Kabag Hukum dan Humas Edison Perangin-angin, saat dikonfirmasi mengaku jika kondisi keduanya berangsur membaik dan tetap mendapatkan perawatan secara intensif.
“Pasien Khuarini, selain mengalami sejumlah bekas luka di tubuhnya dia juga mengalami mual sehingga harus diopname dan akan menjalani pemeriksan pada bagian perutnya. Sementara Munisa, juga terdapat beberapa bekas luka di perut, bokong, dan persendian lengan sebelah kiri yang bergeser, serta sesak nafas sehingga akan segera dikonsul ke bagian paru. Untuk biayanya rumah sakit akan melakukan koordinasi untuk mengusahakan keduanya menggunakan jalur dinas sosial karena tidak memiliki keluarga di Kota Medan,”ujar Edison. (*)

Kisah Dua PRT Asal Indramayu yang Disiksa di Medan (2/Habis)

Tak tahan menahan siksaan, Munisa (17) dan Khuraini (16), berusaha melarikan diri. Ancaman dari majikan tidak dipedulikan.
Ya, orangtua mereka dalam ancaman penjara.

Kesuma – JHonson, Medan

Puncaknya pada Rabu (28/3) lalu, sekitar pukul 15.00 WIB, mereka memberanikan diri untuk lari dari rumah majikannnya. Munisa akhirnya mengajak Khuraini untuk lari dari rumah tersebut. Mengingat kedua majikannnya ketika itu tengah pergi, sedangkan anak majikannya tengah bermain game di kamar.

“Khuraini saat itu sempat menanyakan ke saya, memang yakin untuk lari meskipun nanti orangtua kita dipenjara. Namun karena sudah tidak tahan lagi, saya memutuskan untuk tetap lari dari rumah itu,”ujar Munisa yang tengah diinfus di ruang IGD RSU Pirngadi Medan, Kamis (5/4), akibat mengalami sesak pada bagian dadanya.

Melompati jendela rumah yang berada di lantai dua, keduanya nekat berjalan di atap rumah tetangga lainnya. Jalur itulah yang mereka anggap satu-satunya jalan keluar dari rumah majikan yang berada di Komplek Perumahan Graha Sunggal. Meskipun tidak mengetahui lokasi yang akan mereka lalui, namun dengan kebulatan tekad serta ingin mengakhiri penyiksaan keduanya yakin akan mendapatkan sebuah pertolongan.

Munisa dan Munisa terus mengarungi jalanan Kota Medan dengan modal sebuah telekung, sajadah, dan sepasang baju di dalam tas. Keduanya sama sekali tidak memegang uang. Mencari makanan dari tempat sampah adalah lumrah bagi mereka agar bisa bertahan hidup. Beruntung, beberapa orang baik mereka temui di sepanjang jalan. Di antaranya adalah seorang wanita paruh baya yang tengah mengurus kebun kangkungnya.

Melihat keadaan Khuraini dan Munisa , ibu tukang kebun yang merasa prihatin memberikan uang Rp10 ribu serta beberapa batang tebu untuk menemani perjalanan mereka mencari sebuah kebebasan.

Terus berjalan dan tak pernah tahu arah dan tujuan tanpa putus asa keduanya tetap mengitari jalanan Kota Medan. Di tengah perjalanan, keduanya kembali mendapatkan bantuan dari dua pria yag merasa prihatin dengan keadaan mereka.

“Waktu itu kami kelaparan dan mencoba mengais tempat sampah, mana tau ada yang bisa dimakan. Tapi ada dua orang pemuda yang melihat kami dan memberikan uang Rp10 ribu. Dengan uang itu lalu kami berencana membeli roti di sebuah warung, tapi penjaga warung itu ternyata memberikan kami roti secara gratis dan tidak mau dibayar,” kenangnya.

Hingga akhirnya, sekitar pukul 23.00 WIB Khuraini dan Munisa tiba di sebuah halte yang berada di kawasan Jalan Gatot Subroto tepatnya di depan Kampus Panca Budi Medan. Di halte itu, keduanya memilih untuk bertahan karena yakin akan datang seorang manusia berhati malaikat  yang akan menolong mereka. Ternyata, harapan keduanya terjawab dengan kehadiran seorang wanita pedagang nasi di sekitar kampus Pancabudi bernama Ratna. Perempuan itu pun langsung membawa mereka ke kediamannya.

“Saat itu Bu Ratna sempat bertanya kepada kami, apa kami pernah buat jahat atau pernah mencuri sehingga harus lari dari rumah itu. Bahkan dia juga memeriksa bawaan kami dan yang ditemuinya hanya ada telekung dan sepasang pakaian. Itulah yang buat dia percaya dan membawa kami ke rumahnya,”terang Munisa.

Di sisi lain, Tarzana (43) ayah Munisa, mengaku mendapatkan kabar anaknya dari seorang pria yang mengaku sebagai famili Ratna yang bekerja di Jakarta. Mendengar kabar tersebut, ditemani paman Khuraini, Gandi (42), dia langsung bertolak ke Medan dengan ongkos seadanya.
Awal melihat kondisi anak dan keponakan mereka, membuat hati keduanya merasa .

“Niat mereka bagus untuk membantu keluarga. Saya akui saya yang salah, karena saya tidak melanjuti sekolahnya ketika dia tamat SMP,”ucap Tarzana.
Tapi bagaimanapun, anaknya telah menjadi korban majikan yang kejam. Untuk itulah, dia dan pamannya Khuarani memilih melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum.

Ditemani Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAID), keluarga berharap laporan mereka ke pihak kepolisan atas kekerasan yang dialami anaknya segera ditanggapi.

“Ini adalah negara hukum dan kita serahkan semuanya kepada hukum. Semoga saja, majikan anak saya ini bisa medapatkan balasan yang setimpal,” tambah Tarzana.

Sementara itu, Ratna, mengaku saat pertama kali menemui Munisa dan Khuraini ada gelagat aneh atas dampak kekerasan yang dialami keduanya. Saat keduanya tinggal di kediamannya, Munisa dan Khuraini, sering bangun terlalu pagi dan mengerjakan segala jenis pekerjaan yang ada di rumahnya. “Saya sudah melarang mereka untuk bangun terlalu pagi yakni pukul 03.30 WIB, tapi mereka bilang udah biasa. Bahkan ketika mereka lapar, mereka juga terlihat ingin mengais sampah di rumah saya. Untungnya saya tahu dan langsung menyediakan makan buat mereka,”tuturnya.

Kini dengan kondisi yang masih lemah keduanya harus menjalani perawatan inap di RSUD dr Pirngadi Medan. Sementara itu Kabag Hukum dan Humas Edison Perangin-angin, saat dikonfirmasi mengaku jika kondisi keduanya berangsur membaik dan tetap mendapatkan perawatan secara intensif.
“Pasien Khuarini, selain mengalami sejumlah bekas luka di tubuhnya dia juga mengalami mual sehingga harus diopname dan akan menjalani pemeriksan pada bagian perutnya. Sementara Munisa, juga terdapat beberapa bekas luka di perut, bokong, dan persendian lengan sebelah kiri yang bergeser, serta sesak nafas sehingga akan segera dikonsul ke bagian paru. Untuk biayanya rumah sakit akan melakukan koordinasi untuk mengusahakan keduanya menggunakan jalur dinas sosial karena tidak memiliki keluarga di Kota Medan,”ujar Edison. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/