26 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Pasien RSUD dr Pirngadi Medan Meninggal karena Tabung Oksigen Kosong, Ombudsman Sumut Segera Keluarkan Rekomendasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman RI Perwakilan Sumut segera mengeluarkan rekomendasi, terkait kasus pasien RSUD dr Pirngadi Medan yang meninggal dunia diduga karena diberi tabung oksigen kosong. Dalam kasus ini, lembaga pemerintah yang mengawasi pelayanan publik tersebut, telah meminta keterangan dari keluarga pasien, pihak RSUD dr Pirngadi, dan Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kota Medan.

RAMAI: RSUD dr Pirngadi Medan ramai dikunjungi pasien yang melakukan pengobatan rawat jalan.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, pihaknya terus mengkaji dan mendalami keterangan dari pihak-pihak yang telah diminta keterangannya. Setelah itu, mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang dijadikan sebagai rekomendasi. “Dijadwalkan minggu depan (pekan ini, red) LAHP sudah selesai dan akan diterbitkan,” ungkap Abyadi, Minggu (6/6) sore.

Abyadi menyatakan, pihak keluarga pasien sudah diminta keterangannya pada tahap awal ketika kasusnya viral di media sosial. Selanjutnya, barulah meminta keterangan pihak rumah sakit dan penjelasan BPFK Medan.

“Sejauh ini belum ada lagi kita minta penjelasan dari pihak lain terkait,” imbuhnya.

Disinggung mengenai LAHP yang nantinya dapat dijadikan rekomendasi, Abyadi belum mau membeberkan. Dia meminta bersabar, karena pasti akan disampaikan.

“Mohon bersabar, kami masih mengkaji dan meneliti. Kalau sudah waktunya, pasti akan dipublikasi secara luas,” jelasnya.

Diketahui, dalam kasus ini Kepala BPFK Kota Medan, Wahyudi Ifani menyatakan, regulator tabung oksigen RSUD dr Pirngadi Medan belum dilakukan kalibrasi pengujian sejak 2018. Padahal, seharusnya pengujian dilakukan setiap tahun.

“Memang secara kalibrasi rumah sakit itu tidak mengajukan kalibrasi terkait regulator oksigen, hanya alat-alat kesehatan yang lain. Di data kami tidak ada yang menyatakan alat tersebut (regulator tabung oksigen) bagus atau tidak, karena memang tidak ada pengajuannya. Sejak 2018 sampai 2020 tidak ada pengajuan kalibrasi regulator itu, memang kosong,” tutur Wahyudi, yang diwawancarai usai memberikan keterangan kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jumat (4/6) siang.

Menurut Wahyudi, kalibrasi sangat penting dilakukan terhadap alat-alat kesehatan di rumah sakit, apalagi alatnya berada di IGD dan ICU. Sebab, alat tersebut digunakan untuk diagnosis emergency sehingga kondisinya harus dipastikan baik.

“Jadi, kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus yang terjadi sekarang ini, dampaknya terhadap pasien safety (keselamatan pasien). Dengan kata lain, muara kalibrasi pengujian itu untuk keselamatan pasien,” sebutnya.

Meski mewajibkan rumah sakit melakukan kalibrasi alat-alat kesehatannya setiap tahun, Wahyudi juga menyebutkan, tidak ada sanksi khusus bagi mereka yang tidak melakukannya. Kendati demikian, kalibrasi tersebut bisa berdampak terhadap reakreditasi rumah sakit dan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sebab, kemungkinan ada peraturan dari masing-masing lembaga yang mengaturnya.

“Di situ lah titik lemah regulasi terkait kalibrasi pengujian alat kesehatan, tidak ada pengaturan sanksi hukuman. Memang berbeda dengan pengawasan tenaga nuklir misalnya, kalau tidak dilakukan kalibrasi pengujian maka ada sanksi kurungan penjara dan denda, bahkan sampai penutupan,” sebutnya lagi.

Dia menilai, kasus yang dialami pada RSUD dr Pirngadi Medan tersebut apes. Artinya, kebetulan terjadi kasus itu hingga viral di media sosial.

“Kebetulan lagi nahas, dan alat tersebut tidak dilakukan kalibrasi. Padahal, alat-alat kesehatan lainnya tetap diajukan untuk kalibrasi, apalagi rumah sakit tersebut milik pemerintah,” ujar Wahyudi.

Wahyudi menegaskan, sebelum kejadian tersebut, rumah sakit tipe B itu, memang mengajukan untuk dikalibrasi alat-alat kesehatannya tahun ini. Tapi, dalam pengajuan yang disampaikan pada Januari 2021 lalu, tetap tidak ada daftar regulator oksigen.

“Kami tidak tahu berapa jumlah regulator oksigen yang ada di rumah sakit tersebut,” bebernya.

Dirut RSUD dr Pirngadi Medan, dr Suryadi Panjaitan membantah, mereka tak pernah melakukan pengajuan kalibrasi atas regulator tabung oksigen mereka. dia mengaku, tidak ada kendala yang mereka hadapi, sehingga menyebabkan tidak dilakukannya pengujian atas regulator tabung oksigen. “Tidak ada, kami tetap melakukan itu dengan pengawasan yang betul. Kami kan ada instalasi khusus untuk itu. Selalu ada pengawasan untuk itu,” jelasnya, usai memenuhi panggilan Ombudsman Sumut pada waktu yang sama.

Sebelumnya, sebuah video yang menunjukkan keributan di satu rumah sakit Kota Medan viral di media sosial. Belakangan, diketahui terjadi di RSUD dr Pirngadi Medan. Dalam video tersebut, terdengar suara seorang pria yang mengambil video memarahi petugas medis yang diduga lalai merawat ibunya yang sedang kritis.

Dalam video berdurasi 56 detik tersebut, keluarga pasien menuduh perawat memberikan tabung oksigen kosong, hingga sang ibu akhirnya meninggal dunia. Pasien masuk pada 19 Mei dengan diagnosa diabetes dan tuberculosis (TB). Setelah melewati perawatan sepekan, pasien meninggal dunia pada 26 Mei malam. (ris/saz)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Ombudsman RI Perwakilan Sumut segera mengeluarkan rekomendasi, terkait kasus pasien RSUD dr Pirngadi Medan yang meninggal dunia diduga karena diberi tabung oksigen kosong. Dalam kasus ini, lembaga pemerintah yang mengawasi pelayanan publik tersebut, telah meminta keterangan dari keluarga pasien, pihak RSUD dr Pirngadi, dan Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kota Medan.

RAMAI: RSUD dr Pirngadi Medan ramai dikunjungi pasien yang melakukan pengobatan rawat jalan.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Abyadi Siregar mengatakan, pihaknya terus mengkaji dan mendalami keterangan dari pihak-pihak yang telah diminta keterangannya. Setelah itu, mengeluarkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang dijadikan sebagai rekomendasi. “Dijadwalkan minggu depan (pekan ini, red) LAHP sudah selesai dan akan diterbitkan,” ungkap Abyadi, Minggu (6/6) sore.

Abyadi menyatakan, pihak keluarga pasien sudah diminta keterangannya pada tahap awal ketika kasusnya viral di media sosial. Selanjutnya, barulah meminta keterangan pihak rumah sakit dan penjelasan BPFK Medan.

“Sejauh ini belum ada lagi kita minta penjelasan dari pihak lain terkait,” imbuhnya.

Disinggung mengenai LAHP yang nantinya dapat dijadikan rekomendasi, Abyadi belum mau membeberkan. Dia meminta bersabar, karena pasti akan disampaikan.

“Mohon bersabar, kami masih mengkaji dan meneliti. Kalau sudah waktunya, pasti akan dipublikasi secara luas,” jelasnya.

Diketahui, dalam kasus ini Kepala BPFK Kota Medan, Wahyudi Ifani menyatakan, regulator tabung oksigen RSUD dr Pirngadi Medan belum dilakukan kalibrasi pengujian sejak 2018. Padahal, seharusnya pengujian dilakukan setiap tahun.

“Memang secara kalibrasi rumah sakit itu tidak mengajukan kalibrasi terkait regulator oksigen, hanya alat-alat kesehatan yang lain. Di data kami tidak ada yang menyatakan alat tersebut (regulator tabung oksigen) bagus atau tidak, karena memang tidak ada pengajuannya. Sejak 2018 sampai 2020 tidak ada pengajuan kalibrasi regulator itu, memang kosong,” tutur Wahyudi, yang diwawancarai usai memberikan keterangan kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Jumat (4/6) siang.

Menurut Wahyudi, kalibrasi sangat penting dilakukan terhadap alat-alat kesehatan di rumah sakit, apalagi alatnya berada di IGD dan ICU. Sebab, alat tersebut digunakan untuk diagnosis emergency sehingga kondisinya harus dipastikan baik.

“Jadi, kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus yang terjadi sekarang ini, dampaknya terhadap pasien safety (keselamatan pasien). Dengan kata lain, muara kalibrasi pengujian itu untuk keselamatan pasien,” sebutnya.

Meski mewajibkan rumah sakit melakukan kalibrasi alat-alat kesehatannya setiap tahun, Wahyudi juga menyebutkan, tidak ada sanksi khusus bagi mereka yang tidak melakukannya. Kendati demikian, kalibrasi tersebut bisa berdampak terhadap reakreditasi rumah sakit dan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. Sebab, kemungkinan ada peraturan dari masing-masing lembaga yang mengaturnya.

“Di situ lah titik lemah regulasi terkait kalibrasi pengujian alat kesehatan, tidak ada pengaturan sanksi hukuman. Memang berbeda dengan pengawasan tenaga nuklir misalnya, kalau tidak dilakukan kalibrasi pengujian maka ada sanksi kurungan penjara dan denda, bahkan sampai penutupan,” sebutnya lagi.

Dia menilai, kasus yang dialami pada RSUD dr Pirngadi Medan tersebut apes. Artinya, kebetulan terjadi kasus itu hingga viral di media sosial.

“Kebetulan lagi nahas, dan alat tersebut tidak dilakukan kalibrasi. Padahal, alat-alat kesehatan lainnya tetap diajukan untuk kalibrasi, apalagi rumah sakit tersebut milik pemerintah,” ujar Wahyudi.

Wahyudi menegaskan, sebelum kejadian tersebut, rumah sakit tipe B itu, memang mengajukan untuk dikalibrasi alat-alat kesehatannya tahun ini. Tapi, dalam pengajuan yang disampaikan pada Januari 2021 lalu, tetap tidak ada daftar regulator oksigen.

“Kami tidak tahu berapa jumlah regulator oksigen yang ada di rumah sakit tersebut,” bebernya.

Dirut RSUD dr Pirngadi Medan, dr Suryadi Panjaitan membantah, mereka tak pernah melakukan pengajuan kalibrasi atas regulator tabung oksigen mereka. dia mengaku, tidak ada kendala yang mereka hadapi, sehingga menyebabkan tidak dilakukannya pengujian atas regulator tabung oksigen. “Tidak ada, kami tetap melakukan itu dengan pengawasan yang betul. Kami kan ada instalasi khusus untuk itu. Selalu ada pengawasan untuk itu,” jelasnya, usai memenuhi panggilan Ombudsman Sumut pada waktu yang sama.

Sebelumnya, sebuah video yang menunjukkan keributan di satu rumah sakit Kota Medan viral di media sosial. Belakangan, diketahui terjadi di RSUD dr Pirngadi Medan. Dalam video tersebut, terdengar suara seorang pria yang mengambil video memarahi petugas medis yang diduga lalai merawat ibunya yang sedang kritis.

Dalam video berdurasi 56 detik tersebut, keluarga pasien menuduh perawat memberikan tabung oksigen kosong, hingga sang ibu akhirnya meninggal dunia. Pasien masuk pada 19 Mei dengan diagnosa diabetes dan tuberculosis (TB). Setelah melewati perawatan sepekan, pasien meninggal dunia pada 26 Mei malam. (ris/saz)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/