MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pascaputusan Mahkamah Agung No.1331 K/PID.SUS/2019 menetapkan lahan eks HGU PTPN dialihkan ke swasta membuat warga penggarap merasa tidak mendapatkan keadilann
Mereka berharap agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera bertindak karena mereka sudah melaporkan hal ini ke KPK.
“Kami sudah laporkan masalah ini ke KPK. Saya berharap, institusi KPK mampu bertindak untuk mengusut mafia peradilan di Mahkamah Agung. Sebab, putusan itu berpihak kepada mafia tanah,” ujar Ketua Himpunan Penggarap Penguasaan Lahan Kosong Negara, Syaifak Bahri, Kamis (5/9).
Diungkapkan aktivis petani ini, ia sudah melaporkan secara tersurat ke KPK pada tanggal 16 Agustus 2019 lalu. Dalam isi surat itu, ia atas nama masyarakat menguraikan tentang sejarah lahan seluas 106 hektare tersebut.
“Dengan adanya dokumen administrasi tentang lahan itu, KPK bisa mengecek kebanarannya. Jadi, adanya keputusan yang berpihak kepada mafia adalah bentuk persekongkolan peradilan demj menguntungkan pihak yang tidak punya hak atas tanah negara. Makanya, kita menunggu KPK untuk mengusut ini,” urainya.
Selain itu, kata pria berusia 58 tahun ini, masyarakat juga telah melaporkan secara tersurat ke Komisi II DPR – RI, Menteri BUMN dan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau BPN. Harapannya, lembaga yang punya andil atas lahan itu untuk bisa turun melihat yang sebenarnya.
“Ini sudah ada yang menyalah, kita minta lembaga negara jangan diam. Ini menyangkut hak negara. Apabila mafia merampas lahan itu, berarti kekuasaan negara akan gampang dirampas para mafia tanah,” tegasnya.
Pria akrab disapa Sefal ini juga berharap kepada Gubernur Sumatera Utara yang memiliki kewenangan atas lahan eks HGU PTPN harus mengambil sikap dan langkah. Artinya, bila gubernur diam, berarti ada proses pembiaran terhadap lahan negara yang dirampas oleh mafia.
“Sampai saat ini, pascademo ke kantor Pemprov Sumatera Utara, belum ada jawaban dari gubernur tentang sikapnya terhadap putusan itu. Kita berharap, gubernur segera ambil langkah hukum untuk mengambil kembali tanah yang akan dirampas PT ACR dan Al-washliyah,” cetusnya.
Sekadar diketahui, setelah menjatuhkah vonis hukuman 5 tahun penjara terhadap pengusaha Tamin Sukardi, dalam kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) penyerobotan lahan seluas 106 hektare eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II, di Kebun Helvetia di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan putusan lain Yakni, menyerahkan lahan 106 hektare tersebut kepada pihak swasta.
Dalam putusan bernomor 1331.K/PID.SUS/2019 tersebut, lahan seluas 32 hektare dikembalikan kepada Dewan Pengurus Al – Washliyah. Kemudian lahan seluas 74 hektare yang dikuasai PT Erni Putra Terati (Tamin Sukardi ), tetap dalam penguasaan hak PT Agung Cemara Realty (ACR) melalui Mujianto selaku direktur. Alasan MA, PT ACR telah membeli lahan tersebut dari Tamin.
Bahkan, tahun 2002 telah diterbitkan Surat Keputusan BPN RI Nomor 42/HGU/BPN/2002 tentang tanah itu. Dalam SK ditetapkan, lahan eks PTPN yang HGU-nya tidak diperpanjang atau berstatus eks HGU PTPN, agar dikembalikan ke Pemerintah Sumatera Utara. Tetapi PTPN ternyata menjual aset negara itu ke pihak swasta pada tahun 2004.
Padahal, bila bukti-bukti kepemilikan tanah belum bisa dibuktikan oleh Al-Washliyah dan Mujianto, maka lahan itu seharusnya dikembalikan dulu ke Pemprovsu. Dan, dalam hal ini Pemprovsu berhak, dikuatkan dengan SK BPN BPN RI Nomor 42/HGU/BPN/2002 yang menetapkan tentang lahan eks HGU. (fac/ila)