MEDAN, SUMUTPOS.CO – Mantan Direktur Utama PT Bank Sumut, Edie Rizliyanto terkesan melempar tanggung jawab terkait pembelian surat berharga medium term note (MTN) milik PT Sunprima Nusantara Pembiayaan Prima (SNP) oleh Bank Sumut melalui PT MNC Sekuritas senilai Rp202 milliar.
Ia memberikan kesaksian untuk kedua terdakwa mantan Pemimpin Divisi Tresure, Maulana Akhyar Lubis dan mantan Direktur Kapital Market MNC Sekuritas, Andri Irvandi, di Ruang Cakra 8 Pengadilan Tipikor Medan, Senin (5/10) malam.
“Kalau masalah pembelian saham itu sepenuhnya tanggung jawab Pimpinan Divisi Treasure. Sedangkan bagian kredit hanya sebatas mengetahui limitnya saja,” ungkapnya, di hadapan hakim ketua Sri Wahyuni.
Dalam persidangan itu, ia terkesan menutupi bahwa Bank Sumut merugi. Sebab pada tahun 2017 untung yang diperoleh Bank Sumut Rp500 milliar, bila tidak ada masalah dalam pembelian bisa mencapai Rp650 milliar.
“Tolong saudara saksi fokus yang kita bahas bukan masalah keuntungan akan tetapi ini kerugian dalam pembelian MTN, dimana tanggung jawab Anda selaku pimpinan di Bank Sumut,” hardik penuntut umum, Hendri Sipahutar.
Mendengar itu, Edi pun menegaskan bahwa pembelian itu sepenuhnya kewenangan dari Maulana selaku pimpinan divisi. Hal ini berdasarkan dari pembelian Rp75 milliar, yang masih kewenangan dari Maulana. “Ada 3 kali pembelian yakni Rp75 milliar pada 2017 dan 2018 sebanyak 2 kali yakni Rp50 milliar dan Rp52 milliar. Itu masih kewenangan dari Maulana,” ungkap Edi.
Bahkan, ketika hakim anggota Felix Da Lofez menanyakan tanggung jawabnya selaku pimpinan tertinggi, Edi malah mengelak. “Sebelum sampai kepada saya, ada dua direksi yakni Direktur Pemasaran yang menaungi Divisi Treasure dan Direktur Bisnis dan Syariah menaungi Divisi Kredit,” katanya.
Mendengar itu, Felix mengingatkan saksi untuk jujur soal tanggung jawabnya. “Apapun kondisi kerugian itu merupakan tanggung jawab, sebab ada tandatangannya di sini,” katanya
Mendengar itu, Edi terkesan membela diri dengan menyatakan mengenai tandatangan itu hanya melihat persyaratan dari perusahaannya sudah memenuhi kriteria bahkan ia melihat telah diaudit akuntan publik deloitte.
Namun saksi terdiam, saat ketika ditanyakan apakah sudah dilakukan pengecekan ke perusahaan penerbit ke PT SNP? Dimana ia pun mengaku tidak pernah melakukan pengecekan kepada sudah mempercayakan yang ada di jajarannya, bahkan sempat menyalahkan deloitte selaku akuntan publik yang akhirnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Bahkan Felix mengingatkan agar saksi jujur, karena melihat kasusnya ia pun bisa terjerat hukum, selaku pimpinan bertanggung jawab dengan apa yang dilakukan anggotanya.
Sementara itu, ketiga mantan petinggi dari PT Bank Sumut yang dihadirkan sebagai saksi yakni Reza Phalevi sebagai Komisaris Utama (Komut), Abdi Ritonga sebagai Direktur Pemasaran dan Aris Krismana sebagai Kepala Bagian (Kabag) Operasional pada Divisi Kredit kurang lugas memberikan keterangan.
Dari fakta di persidangan tidak dilaksanakannya SK Direksi Nomor 531 Tahun 2004 terhadap rencana pembelian MTN milik PT SNP Finance melalui arranger MNC Sekuritas tersebut, Hendrik kemudian mencecar ketiga saksi tentang siapa yang harus bertanggung jawab.
Hakim anggota Felix Da Lopez kembali menyentil ketiga mantan petinggi di PT Bank Sumut tersebut, karena beberapa pertanyaan kemudian dijawab para saksi, tidak tahu dan lupa.
“Artinya bungkus (dokumen) yang diperbuat PT SNP Finance pada MTN tidak sesuai dengan isi bungkusnya dan saksi-saksi mengatakan tidak tahu. Rugi kali lah perusahaan tidak lagi mempekerjakan bapak,” kata Felix.
Sebelumnya, walau tidak ingat persis tanggal, bulan dan tahunnya, menjawab pertanyaan JPU Hendrik Sipahutar, saksi mantan Komut PT Bank Sumut Reza Pahlevi membenarkan ada menerima transfer uang dari terdakwa Andri sebesar Rp185 juta.
Di mana, menurut Reza, uang itu untuk pembelian motor gede (moge) dan mobil miliknya dan tak terkait dalam pembelian skandal MTN. Usai mendengarkan keterangan keempat saksi, majelis hakim menunda sidang maka pada kamis (8/10). (man/ila)