25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Dibanderol Rp3 Juta, 80 Persen untuk Pengungsi

put/sumut pos LUKISAN: Pelukis Morris Siregar menunjukkan karyanya yang dibuat dari debu vulkanik Gunung Sinabung, Kamis (6/11).
put/sumut pos
LUKISAN: Pelukis Morris Siregar menunjukkan karyanya yang dibuat dari debu vulkanik Gunung Sinabung, Kamis (6/11).

PUPUT JULIANTI DAMANIK, Medan

SUMUTPOS.CO- Abu vulkanik Sinabung membentuk garis-garis tak beraturan. Garis itu membentuk sebuah visual. Sebuah gunung dan perumahan yang
tampak tak bertuan.

Ditinggal pemilik rumah lantaran atapnya telah dihujani abu vulkanik akibat letusan Gunung Sinabungn
Lukisan suasana Gunung Sinabung yang sedang erupsi dan dibuat dari abu vulkanik akibat letusanya sendiri, begitu membuat penasaran. Pelukisnya, Morris Siregar atau dikenal Morris Telur pun tanpa segan berbagi cerita.

“Itu Gunung Sinabung. Bahu belerangnya masih terasa, cium saja,” ujar Morris Siregar kepada Sumut Pos saat memegang berlahan abu vulkanik yang telah tertata rapi di atas sebuah kanvas berukuran kurang dari 1 meter.

“Ini lukisan saya buat sekitar 10 hari yang lalu dari abu vulkanik Sinabung. Abunya saya ambil dari Desa Tiga Nderket dan Desa Mardinding sekitar sebulan lalu,” ujar pria kelahiran tahun 1978 ini.

Ide Morris untuk membuat lukisan ini sudah ada sejak setahun lalu, tapi  baru dapat terealisasi lantaran alasan kesibukan dan akses. Untuk mengambil debu vulkanik ke daerah yang telah ditutup tersebut, ia harus didampingi beberapa instansi.

“Sayakan biasanya melukis dari abu rokok, jadi saya pikir kenapa nggak coba abu vulkanik Sinabung saja. Kalau sendiri-sendiri ke sana itu susah. Nanti dikira mau untuk kepentingan sendiri, makanya saya didampingi sama XL dan beberapa instansi lainnya,” ujarnya.

Sebanyak 6 goni abu vulkanik berhasil dibawanya ke Medan. Aroma belerang pun masih menempel erat. Untuk membuat sebanyak 5 lukisan, Morris hanya menghabiskan sebanyak enam kaleng debu vulkanik. Tak segampang dengan lukisan-lukisan sebelumnya, lukisan berbahan abu vulkanik ini menghabiskan waktu lebih panjang.

“Sisa debunya masih banyak, untuk lima lukisan saya cuma habiskan enam kaleng. Tapi memang lebih susah dibandingkan lukisan saya dari abu rokok dan kulit telur yang biasa saya buat. Debunya ini harus diayak terlebih dahulu, bau belerangnya juga masih sangat terasa,” katanya.

Pameran dengan menampilakan lukisan abu vulkanik di acara Property Expo di Hotel Santika ini adalah pameran pertama. Biasanya ia menampilkan lukisan berbahan abu rokok dan kulit telur. Antusia pun berdatangan, khususnya dari beberapa penjabat Medan. Maklum, “Ini untuk pertama kalinya kita pamerkan. Saya baru bisa selesaikan 5 lukisan saja,” katanya.

Harga yang dibandrol Morris mulai Rp1 juta hingga Rp3 juta untuk satu lukisan. Pemasukan atau keuntungan dari lukisan pun diperuntukkan kepada masyarakat atau korban yang mengungsi. Dari Gunung Sinabung untuk masyarakat korban Sinabung.

“Lukisan ini kita jual, dan sekitar 70 sampai 80 persen hasil penjualannya akan kita sumbangkan kepada korban erupsi Sinabung yang mengungsi,” ujar mantan chef ini sembari mengatakan sejak hari pertama sudah ada 2 penjabat yang ingin membeli lukisannya.

Tak sampai di situ, Morris bersama rekan-rekan seniman, pelukis asal Medan seperti Eno, Rudi, Wisesa dan beberapa pelukis lainnya berencana akan membuat sebanyak 30 lukisan berbahan abu vulkanik Sinabung dan melelangnya di sebuah Galerry milik seniman bernama Budi di sekitar daerah Mie Aceh Titi Bobrok, Setia Budi.

“Bulan depan, saya bersama beberapa seniman lainnya mau buat penggalangan dana dari hasil lukisan abu vulkanik Sinabung untuk korban erupsi Sinabung. Harga mulai Rp1 sampai Rp3 jutaan, dan saya menerima siapa yang mau request, mungkin ada yang nggak mau kalau lukisannya bergambar suasana Sinabung, tapi itu pun pesannya minggu ini karena harganya akan bertambah mahal kalau sudah dekat acara. Ini untuk disumbangkan, jadi biar total. Incaran kami memang kalangan menengah ke atas,” ujar pria yang sudah memulai bergelut di dunia seni lukis sejak 2011 lalu.

Lukisan pemilik Black and White Art Painting ini memang tidak diragukan. Beberapa lukisannya sudah sampai ke Jepang, Jerman dan beberapa negara lainnya. “Saya berharap ini dapat membantu masyarakat korban erupsi Sinabung. Bukan 20, 30 atau 50 persen, tapi 70 sampai 80 persen kami sumbangkan ke sana. Sisanya untuk menutupi biaya pembelian canvas dan peralatan lukis. Ini tidak untuk mencari keuntungan,” katanya mengakhiri.(adz)

put/sumut pos LUKISAN: Pelukis Morris Siregar menunjukkan karyanya yang dibuat dari debu vulkanik Gunung Sinabung, Kamis (6/11).
put/sumut pos
LUKISAN: Pelukis Morris Siregar menunjukkan karyanya yang dibuat dari debu vulkanik Gunung Sinabung, Kamis (6/11).

PUPUT JULIANTI DAMANIK, Medan

SUMUTPOS.CO- Abu vulkanik Sinabung membentuk garis-garis tak beraturan. Garis itu membentuk sebuah visual. Sebuah gunung dan perumahan yang
tampak tak bertuan.

Ditinggal pemilik rumah lantaran atapnya telah dihujani abu vulkanik akibat letusan Gunung Sinabungn
Lukisan suasana Gunung Sinabung yang sedang erupsi dan dibuat dari abu vulkanik akibat letusanya sendiri, begitu membuat penasaran. Pelukisnya, Morris Siregar atau dikenal Morris Telur pun tanpa segan berbagi cerita.

“Itu Gunung Sinabung. Bahu belerangnya masih terasa, cium saja,” ujar Morris Siregar kepada Sumut Pos saat memegang berlahan abu vulkanik yang telah tertata rapi di atas sebuah kanvas berukuran kurang dari 1 meter.

“Ini lukisan saya buat sekitar 10 hari yang lalu dari abu vulkanik Sinabung. Abunya saya ambil dari Desa Tiga Nderket dan Desa Mardinding sekitar sebulan lalu,” ujar pria kelahiran tahun 1978 ini.

Ide Morris untuk membuat lukisan ini sudah ada sejak setahun lalu, tapi  baru dapat terealisasi lantaran alasan kesibukan dan akses. Untuk mengambil debu vulkanik ke daerah yang telah ditutup tersebut, ia harus didampingi beberapa instansi.

“Sayakan biasanya melukis dari abu rokok, jadi saya pikir kenapa nggak coba abu vulkanik Sinabung saja. Kalau sendiri-sendiri ke sana itu susah. Nanti dikira mau untuk kepentingan sendiri, makanya saya didampingi sama XL dan beberapa instansi lainnya,” ujarnya.

Sebanyak 6 goni abu vulkanik berhasil dibawanya ke Medan. Aroma belerang pun masih menempel erat. Untuk membuat sebanyak 5 lukisan, Morris hanya menghabiskan sebanyak enam kaleng debu vulkanik. Tak segampang dengan lukisan-lukisan sebelumnya, lukisan berbahan abu vulkanik ini menghabiskan waktu lebih panjang.

“Sisa debunya masih banyak, untuk lima lukisan saya cuma habiskan enam kaleng. Tapi memang lebih susah dibandingkan lukisan saya dari abu rokok dan kulit telur yang biasa saya buat. Debunya ini harus diayak terlebih dahulu, bau belerangnya juga masih sangat terasa,” katanya.

Pameran dengan menampilakan lukisan abu vulkanik di acara Property Expo di Hotel Santika ini adalah pameran pertama. Biasanya ia menampilkan lukisan berbahan abu rokok dan kulit telur. Antusia pun berdatangan, khususnya dari beberapa penjabat Medan. Maklum, “Ini untuk pertama kalinya kita pamerkan. Saya baru bisa selesaikan 5 lukisan saja,” katanya.

Harga yang dibandrol Morris mulai Rp1 juta hingga Rp3 juta untuk satu lukisan. Pemasukan atau keuntungan dari lukisan pun diperuntukkan kepada masyarakat atau korban yang mengungsi. Dari Gunung Sinabung untuk masyarakat korban Sinabung.

“Lukisan ini kita jual, dan sekitar 70 sampai 80 persen hasil penjualannya akan kita sumbangkan kepada korban erupsi Sinabung yang mengungsi,” ujar mantan chef ini sembari mengatakan sejak hari pertama sudah ada 2 penjabat yang ingin membeli lukisannya.

Tak sampai di situ, Morris bersama rekan-rekan seniman, pelukis asal Medan seperti Eno, Rudi, Wisesa dan beberapa pelukis lainnya berencana akan membuat sebanyak 30 lukisan berbahan abu vulkanik Sinabung dan melelangnya di sebuah Galerry milik seniman bernama Budi di sekitar daerah Mie Aceh Titi Bobrok, Setia Budi.

“Bulan depan, saya bersama beberapa seniman lainnya mau buat penggalangan dana dari hasil lukisan abu vulkanik Sinabung untuk korban erupsi Sinabung. Harga mulai Rp1 sampai Rp3 jutaan, dan saya menerima siapa yang mau request, mungkin ada yang nggak mau kalau lukisannya bergambar suasana Sinabung, tapi itu pun pesannya minggu ini karena harganya akan bertambah mahal kalau sudah dekat acara. Ini untuk disumbangkan, jadi biar total. Incaran kami memang kalangan menengah ke atas,” ujar pria yang sudah memulai bergelut di dunia seni lukis sejak 2011 lalu.

Lukisan pemilik Black and White Art Painting ini memang tidak diragukan. Beberapa lukisannya sudah sampai ke Jepang, Jerman dan beberapa negara lainnya. “Saya berharap ini dapat membantu masyarakat korban erupsi Sinabung. Bukan 20, 30 atau 50 persen, tapi 70 sampai 80 persen kami sumbangkan ke sana. Sisanya untuk menutupi biaya pembelian canvas dan peralatan lukis. Ini tidak untuk mencari keuntungan,” katanya mengakhiri.(adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/