MEDAN, SUMUTPOS.CO – Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Manajemen Sumber Daya Air, Firdaus Ali menilai, penyebab banjir besar yang melanda Kota Medan pada Kamis malam (3/12) dikarenakan kondisi tata ruang, tata kelola sumber daya air dan sistem drainase kota yang buruk.
“Contohnya saja ketika hujan sudah berhenti, sungai masih bisa menampung debit air. Tetapi air yang merendam pemukiman belum juga surut. Ini menunjukkan bahwa sistem drainasenya sangat jelek sekali,” katanya yang dihubungi wartawan dari Medan, Minggu (6/12).
Menurut dia, penataan jaringan drainase Kota Medan yang merupakan tanggung jawab pemerintah kota, sudah sangat mendesak dan harus diprioritaskan untuk melindungi warga dari ancaman banjir dan genangan.
“Ini tata dan pola pemanfaatan ruang Kota Medan salah implementasi. Pemerintah kota harus betul-betul serius dan kerja keras membenahinya, jangan lagi menunggu bencana datang lagi baru kemudian saling menyalahkan,” ujarnya.
Pemkot Medan harus proaktif melakukan pendekatan dan koordinasi dengan pemda sekitar (Kabupaten Deliserdang, Karo, dan Simalungun) yang merupakan daerah hulu dari 9 sungai yang melewati Kota Medan.
Tidak kalah penting adalah kemampuan melobi dan meyakinkan Pemerintah Pusat untuk memberikan bantuan teknis, karena kemampuan fiskal Pemkot Medan sangat terbatas untuk bisa mengatasi masalah banjir di Kota Ketiga Terbesar di Indonesia ini.
Selain tata ruang dan sistem drainase, kata dia, banjir di Kota Medan akibat belum selesainya pembangunan Bendungan Lau Simeme yang berlokasi di Desa Kuala Dekah, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten DelisSerdang.
Firdaus yang juga merupakan Wakil Presiden Dewan Air Asia ini, mengatakan, Bendungan Lau Simeme ini merupakan salahsatu alternatif untuk mengatasi permasalahan tata kelola air, khususnya banjir di Kota Medan. Karena bendungan yang didisain memiliki kapasitas tampung 22 juta meter kubik itu, jika selesai nantinya bisa mengurangi 60 persen beban air limpasan (banjir) yang selama ini selalu mengancam Kota Medan.
“Bendungan Lau Simeme ini merupakan solusi yang disiapkan oleh Pemerintah Pusat. Namun, hingga saat ini realisasi pembangunannya baru sekitar 20 persen disebabkan oleh masalah pembebasan lahan/tanah yang merupakan kewajiban/tanggung jawab pemerintah daerah. Padahal kalau bendungan ini selesai, 60 persen beban banjir di Medan bisa kita atasi,” tandas pakar tata kelola air perkotaan dari Universitas Indonesia ini.
Diketahui, banjir merendam rumah yang didiami 1.983 KK atau 5.965 jiwa yang tersebar di 7 kecamatan Kota Medan. Adapun 7 kecamatan terendam banjir yakni Kecamatan Medan Maimun, Medan Johor, Medan Selayang, Medan Tuntungan, Medan Baru, Medan Petisah dan Medan Polonia.
Banjir disebabkan oleh hujan deras yang mengguyur sejak Kamis. Kondisi tersebut diperparah dengan meluapnya air dari sejumlah sungai yang berada di Kota Medan. (ris)