29.3 C
Medan
Monday, July 1, 2024

RS Estomihi Dituding Terlantarkan Bayi hingga Tewas

MEDAN- RS Estomihi di Jalan Sisingamangaraja Medan dituding telah menelantarkan seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan sehingga menyebabkan nyawa sang bayi melayang. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (5/3) sekitar pukul 21.30 WIB.  Hal ini membuat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengecam keras tindakan RS Estomihi Medan, Kamis (7/3).

Sebelumnya, Selasa (5/3) sekitar pukul 21.30 WIB, pasangan suami-istri Jesi Isabela dan Dudi Iskandar mendatangi RS itu untuk mengobati bayi mereka. Saat itu pihak rumah sakit itu tidak langsung memberikan perawatan intensif. Bayi dibiarkan di ruang UGD tanpa ada perawatan maksimal. Sebab, pihak rumah sakit meminta- orangtua korban menyediakan biaya pengobatan, perawatan dan penginapan sebesar Rp2 juta. Namun, orangtua bayi tak memiliki uang sebanyak itua.

Setelah mengusahakan dengan pinjam uang kepada sanak saudara, akhirnya orangtua bayi bisa mengumpulkan uang hanya Rp1 juta. Barulah perawat rumah sakit menelepon dokter. Namun, dokter tak kunjung datang sehingga atas inisiatif perawat, bayi dimasukkan ke ruang UGD dengan catatan membuat surat pernyataan kekurangan biaya yang harus dibayar.

Setelah diperiksa beberapa perawat, korban dinyatakan menderita diare akut. Perawat tampak bingung alat-alat kedokteran apa yang akan digunakan. Akhirnya, sekitar pukul 00.30 WIB si bayi itu meninggal dunia.

Ketika keluarga ingin membawa jenazah korban pulang, pihak rumah sakit meminta uang pelunasan sesuai dengan surat pernyataan sebesar Rp800.000, sebelum diizinkan pulang. Sebagai jalan tengahnya, pihak rumah sakit tersebut meminta keluarga korban untuk meninggalkan sepeda motornya sebagai jaminan, barulah mayat bisa dibawa pulang.

Setelah keluarga melunasi kekurangan biaya, pihak RS malah menetapkan biaya sebesar Rp200.000 untuk ambulan. Total rincian biaya yang telah dikeluarkan keluarga, yaitu; P3K Rp30 ribu, administrasi Rp50 ribu, kamar Rp600 ribu, obat Rp770 ribu, alat medis Rp350 ribu sehingga total biaya sebesar Rp1,8 juta.

LBH Medan menuding pihak rumah sakit telah melanggar Pasal 6 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang seharusnya mendahulukan perawatan, menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu, bukan menelantarkan pasien karena tidak sanggup membayar atau belum membayar biaya rumah sakit.

“Ini kelalaian. LBH Medan akan membawa kasus ini ke ranah hukum untuk mendampingi dan mewakili kepentingan keluarga korban,” kata Anggun Rizal Pribadi, staf LBH Medan.

Menurut Anggun, keluarga korban berhak menuntut pihak rumah sakit sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yakni, Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan.

Rumah sakit juga telah melanggar ketentuan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata. LBH Medan juga akan melaporkan hal ini ke presiden, menteri kesehatan, gubernur Sumatera Utara, Wali Kota Medan, dan instansi terkait lainnya, agar pihak rumah sakit ditutup izin operasionalnya. (ila/bbs)

MEDAN- RS Estomihi di Jalan Sisingamangaraja Medan dituding telah menelantarkan seorang bayi laki-laki berusia 6 bulan sehingga menyebabkan nyawa sang bayi melayang. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (5/3) sekitar pukul 21.30 WIB.  Hal ini membuat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan mengecam keras tindakan RS Estomihi Medan, Kamis (7/3).

Sebelumnya, Selasa (5/3) sekitar pukul 21.30 WIB, pasangan suami-istri Jesi Isabela dan Dudi Iskandar mendatangi RS itu untuk mengobati bayi mereka. Saat itu pihak rumah sakit itu tidak langsung memberikan perawatan intensif. Bayi dibiarkan di ruang UGD tanpa ada perawatan maksimal. Sebab, pihak rumah sakit meminta- orangtua korban menyediakan biaya pengobatan, perawatan dan penginapan sebesar Rp2 juta. Namun, orangtua bayi tak memiliki uang sebanyak itua.

Setelah mengusahakan dengan pinjam uang kepada sanak saudara, akhirnya orangtua bayi bisa mengumpulkan uang hanya Rp1 juta. Barulah perawat rumah sakit menelepon dokter. Namun, dokter tak kunjung datang sehingga atas inisiatif perawat, bayi dimasukkan ke ruang UGD dengan catatan membuat surat pernyataan kekurangan biaya yang harus dibayar.

Setelah diperiksa beberapa perawat, korban dinyatakan menderita diare akut. Perawat tampak bingung alat-alat kedokteran apa yang akan digunakan. Akhirnya, sekitar pukul 00.30 WIB si bayi itu meninggal dunia.

Ketika keluarga ingin membawa jenazah korban pulang, pihak rumah sakit meminta uang pelunasan sesuai dengan surat pernyataan sebesar Rp800.000, sebelum diizinkan pulang. Sebagai jalan tengahnya, pihak rumah sakit tersebut meminta keluarga korban untuk meninggalkan sepeda motornya sebagai jaminan, barulah mayat bisa dibawa pulang.

Setelah keluarga melunasi kekurangan biaya, pihak RS malah menetapkan biaya sebesar Rp200.000 untuk ambulan. Total rincian biaya yang telah dikeluarkan keluarga, yaitu; P3K Rp30 ribu, administrasi Rp50 ribu, kamar Rp600 ribu, obat Rp770 ribu, alat medis Rp350 ribu sehingga total biaya sebesar Rp1,8 juta.

LBH Medan menuding pihak rumah sakit telah melanggar Pasal 6 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang seharusnya mendahulukan perawatan, menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang tidak mampu, bukan menelantarkan pasien karena tidak sanggup membayar atau belum membayar biaya rumah sakit.

“Ini kelalaian. LBH Medan akan membawa kasus ini ke ranah hukum untuk mendampingi dan mewakili kepentingan keluarga korban,” kata Anggun Rizal Pribadi, staf LBH Medan.

Menurut Anggun, keluarga korban berhak menuntut pihak rumah sakit sesuai ketentuan Pasal 55 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yakni, Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan yang dilakukan tenaga kesehatan.

Rumah sakit juga telah melanggar ketentuan Pasal 1365 dan 1367 KUHPerdata. LBH Medan juga akan melaporkan hal ini ke presiden, menteri kesehatan, gubernur Sumatera Utara, Wali Kota Medan, dan instansi terkait lainnya, agar pihak rumah sakit ditutup izin operasionalnya. (ila/bbs)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/