25.6 C
Medan
Wednesday, May 29, 2024

Jangan Kau Tinggalkan Mama…

Pemakaman Tasya, Bayi yang Tewas akibat Diterlantarkan di RS Pirngadi

MEDAN – Kepergian Anastasya F Situmeang, anak pertama dari Mualtua Situmeang (31) dan Rini Oktaviani Sinaga (25) warga Jalan Pelajarujung Gang Sederhana, Medan Denai diwarnai isak tangis, Sabtu (7/4) siang. Tidak hanya itu, kepergian bayi 7 bulan yang tewas akibat diterlantarkan tim medis Rumah Sakit (RS) Pirngadi Medan ini, juga diiringi guyuran hujan, seolah-olah larut dalam duka.

Rumah berwarna cat kuning pada barisan kelima di Jalan Pelajarujung ramai dikunjungi orang. Suara kidung puji-pujian terdengar dari dalam rumah itu. Nyanyian-nyanyian itu ternyata untuk menggiring kepergian seseorang ke pemakaman. Isak tangis pun larut dalam guyuran hujan tatkala melihat sosok bayi mungil terbujur kaku di peti jenazah. Begitulah suasana rumah duka Mualtua Situmeang dan istrinya, Rini Oktaviani menjelang menggiring putri pertamanya, Tasya (panggilan Anastasya) ke pemakaman.

Amatan Sumut Pos, para tetangga dan sanak family lalu lalang bergantian masuk ke dalam rumah untuk melayat dan mengucapkan belasungkawa. “Sabar ma eda. Nunga songoni pangidoan Tuhan (sabarlah Eda, memang sudah begitu kehendak Tuhan),” kata seorang pelayat perempuan berbaju hitam kepada keluarga duka.

Sang ibu, Rini Oktaviani Sinaga dan suaminya, Mualtua Situmeang, yang duduk di samping peti jenazah Tasya yang belum ditutup, hanya bisa menangis dan meratapi sang anak yang telah terbujur kaku di dalam peti. “Tasya, boasa ditadingkon ho oma. Ise ma dongan oma mo on (Tasya, kenapa kau tinggalkan mama. Siapa kawan mama mu ini lagi),” tangisnya sembari meratapi jenazah Tasya di dalam peti.
Sang ayah, Mualtua hanya bisa tertunduk lemas meratapi jenazah sang anak. Sang ibu, Rini Oktaviani Sinaga hanya bisa menangis dan terus menangis. “Tasya! Tasya! Kenapalah pergi anakku,” tangis kakaknya Mualtua yang juga duduk di dekat peti jenazah itu.

Sekitar satu jam kemudian, orangtua Mualtua, Marudut Situmeang (58) dan ibunya, Nona Siahaan (58), yang tinggal di Batam tiba di rumah duka. Begitu turun dari taksi, pintu depan pun terbuka. “Mana Tasya! Mana Cucuku!” tangis neneknya sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

Sontak saja, begitu masuk kedalam rumah suasana semakin dipenuhi dengan isak tangis. Tak hanya itu, sang nenek, Nona, pun langsung menangis histeris dan memeluk peti jenazah cucunya itu. “Ago poang! pahopuku on dungo ho pahumpuku, ro opung mo on (Aduh! cucuku bangun kau cucuku, sudah datang opung mu ini),” tangis Nona sambil memeluk peti jenazah cucunya.
Isak tangis histeris kembali pecah setelah peti jenazah mau ditutup untuk menuju ke pemakaman terakhir. “Kenapa kalian tutup peti anakku ini. Jangan tutup petinya,” tangis Rini sambil memeluk peti jenazah dan tak membiarkan peti jenazahnya ditutup.

Sontak keluarga yang lain menarik Rini lalu menutup peti jenazahnya. Peti jenazah Tasya pun diangkat Mualtua dan saudara laki-lakinya menuju pemakaman yang berjarak 1 kilometer dari kediaman mereka.
Selama dalam perjalanan menuju pemakaman, hujan rintik-rintik pun turun memberangkatkan jenazah Tasya. Jenazah pun tiba di pemakaman lalu dikebumikan.

Usai pemakaman, Mualtua mengatakan menyesalkan penanganan yang dilakukan rumah sakit di RS Pirngadi. “Sangat disesalkan karena anak saya yang sudah berada dua jam di rumah sakit tak ditangani dengan serius. Padahal itu rumah sakit pemerintah. Pelajaran lah itu buat siapapun,” katanya sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

Sekedar mengingat, Tasya yang menderita sesak dan penurunan kesadaran ini sempat berada dua jam lebih di dalam Ruang IGD (instalasi gawat darurat) RSU Dr Pirngadi Medan, Jumat (6/4). Namun, Tasya tak ditangani serius oleh rumah sakit dan meninggal dunia Jumat sore 16.00 WIB di dalam ruangan IGD.(jon)

Berita sebelumnya: 2 Jam Lebih tak Ditangani, Bayi 7 Bulan Tewas di Pirngadi

Pemakaman Tasya, Bayi yang Tewas akibat Diterlantarkan di RS Pirngadi

MEDAN – Kepergian Anastasya F Situmeang, anak pertama dari Mualtua Situmeang (31) dan Rini Oktaviani Sinaga (25) warga Jalan Pelajarujung Gang Sederhana, Medan Denai diwarnai isak tangis, Sabtu (7/4) siang. Tidak hanya itu, kepergian bayi 7 bulan yang tewas akibat diterlantarkan tim medis Rumah Sakit (RS) Pirngadi Medan ini, juga diiringi guyuran hujan, seolah-olah larut dalam duka.

Rumah berwarna cat kuning pada barisan kelima di Jalan Pelajarujung ramai dikunjungi orang. Suara kidung puji-pujian terdengar dari dalam rumah itu. Nyanyian-nyanyian itu ternyata untuk menggiring kepergian seseorang ke pemakaman. Isak tangis pun larut dalam guyuran hujan tatkala melihat sosok bayi mungil terbujur kaku di peti jenazah. Begitulah suasana rumah duka Mualtua Situmeang dan istrinya, Rini Oktaviani menjelang menggiring putri pertamanya, Tasya (panggilan Anastasya) ke pemakaman.

Amatan Sumut Pos, para tetangga dan sanak family lalu lalang bergantian masuk ke dalam rumah untuk melayat dan mengucapkan belasungkawa. “Sabar ma eda. Nunga songoni pangidoan Tuhan (sabarlah Eda, memang sudah begitu kehendak Tuhan),” kata seorang pelayat perempuan berbaju hitam kepada keluarga duka.

Sang ibu, Rini Oktaviani Sinaga dan suaminya, Mualtua Situmeang, yang duduk di samping peti jenazah Tasya yang belum ditutup, hanya bisa menangis dan meratapi sang anak yang telah terbujur kaku di dalam peti. “Tasya, boasa ditadingkon ho oma. Ise ma dongan oma mo on (Tasya, kenapa kau tinggalkan mama. Siapa kawan mama mu ini lagi),” tangisnya sembari meratapi jenazah Tasya di dalam peti.
Sang ayah, Mualtua hanya bisa tertunduk lemas meratapi jenazah sang anak. Sang ibu, Rini Oktaviani Sinaga hanya bisa menangis dan terus menangis. “Tasya! Tasya! Kenapalah pergi anakku,” tangis kakaknya Mualtua yang juga duduk di dekat peti jenazah itu.

Sekitar satu jam kemudian, orangtua Mualtua, Marudut Situmeang (58) dan ibunya, Nona Siahaan (58), yang tinggal di Batam tiba di rumah duka. Begitu turun dari taksi, pintu depan pun terbuka. “Mana Tasya! Mana Cucuku!” tangis neneknya sambil berjalan masuk ke dalam rumah.

Sontak saja, begitu masuk kedalam rumah suasana semakin dipenuhi dengan isak tangis. Tak hanya itu, sang nenek, Nona, pun langsung menangis histeris dan memeluk peti jenazah cucunya itu. “Ago poang! pahopuku on dungo ho pahumpuku, ro opung mo on (Aduh! cucuku bangun kau cucuku, sudah datang opung mu ini),” tangis Nona sambil memeluk peti jenazah cucunya.
Isak tangis histeris kembali pecah setelah peti jenazah mau ditutup untuk menuju ke pemakaman terakhir. “Kenapa kalian tutup peti anakku ini. Jangan tutup petinya,” tangis Rini sambil memeluk peti jenazah dan tak membiarkan peti jenazahnya ditutup.

Sontak keluarga yang lain menarik Rini lalu menutup peti jenazahnya. Peti jenazah Tasya pun diangkat Mualtua dan saudara laki-lakinya menuju pemakaman yang berjarak 1 kilometer dari kediaman mereka.
Selama dalam perjalanan menuju pemakaman, hujan rintik-rintik pun turun memberangkatkan jenazah Tasya. Jenazah pun tiba di pemakaman lalu dikebumikan.

Usai pemakaman, Mualtua mengatakan menyesalkan penanganan yang dilakukan rumah sakit di RS Pirngadi. “Sangat disesalkan karena anak saya yang sudah berada dua jam di rumah sakit tak ditangani dengan serius. Padahal itu rumah sakit pemerintah. Pelajaran lah itu buat siapapun,” katanya sambil berlalu masuk ke dalam rumah.

Sekedar mengingat, Tasya yang menderita sesak dan penurunan kesadaran ini sempat berada dua jam lebih di dalam Ruang IGD (instalasi gawat darurat) RSU Dr Pirngadi Medan, Jumat (6/4). Namun, Tasya tak ditangani serius oleh rumah sakit dan meninggal dunia Jumat sore 16.00 WIB di dalam ruangan IGD.(jon)

Berita sebelumnya: 2 Jam Lebih tak Ditangani, Bayi 7 Bulan Tewas di Pirngadi

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/