30 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Rumah JK ‘Diancam’ Tikus Mati

Jusuf Kalla
Jusuf Kalla

SUMUTPOS.CO- Sedikitnya 700 personel kepolisian disiagakan untuk mengamankan aksi lempar tikus mati di depan kediaman Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Taman Suropati, Menteng, Jakarta, Senin (7/9).

“Jumlah itu masih ada tambahan dari Polda Metro Jaya, Polsek Senen, Menteng, Kemayoran, Cempaka Putih dan Sawit Besar,” ungkap Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resort Jakarta Pusat, AKBP Sucipto, kemarin.

Ketua Kajian Aksi dan Jaringan Badan Relawan Nasional, Laode Kamaluddin, menyerukan aksi lempar tikus mati di depan kediaman JK, sekaligus mendesak  agar polisi mengusut keterlibatan JK dalam kasus korupsi pengadaan crane di PT Pelindo II.

Dia menuding JK ikut bermain dalam kasus itu setelah pengusaha asal Sulawesi Selatan itu meminta Bareskrim tak menangani kasus yang melibatkan kebijakan pemerintah.

JK juga diduga mengintervensi pemutasian Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes (Kabareskrim) Polri, Komjen Budi Waseso yang sedang getol membongkar kasus korupsi yang diduga merugikan negara puluhan miliar rupiah itu.

“Aksi ini kami lakukan sebagai bentuk kekecewan kami melihat seorang wakil presiden yang terlibat dalam persekongkolan mafia pelabuhan,” kata Laode, kemarin.

Laode dan kawan-kawan juga menuntut agar polisi menangkap Richard Joost Lino yang diduga terlibat dalam korupsi Pelindo II.

Di tengah desakan agar Bareskrim Polri tetap konsisten mengusut dugaan korupsi Pelindo II, niat anggota DPR untuk membentuk Pansus Pelindo II justru dikritik pengamat. Mereka mempertanyakan motif para wakil rakyat tersebut.

Soalnya, sebelum ini sudah banyak wacana pembentukan pansus didengungkan. Namun yang benar-benar terwujud bisa dihitung jari. Pansus yang terbentuk pun, seperti Pansus Century, hasilnya masih nol besar.

Rencana pembentukan Pansus Pelindo II ini awalnya diungkap Wakil Ketua Komisi III DPR dari PDIP. Menurut Trimedya, fraksinya akan membentuk Pansus terkait penanganan kasus korupsi di Pelindo II. Dia menuturkan, digantinya Kabareskrim Komjen Budi Waseso merupakan akibat dari penanganan kasus ini.

“Komisi III akan membentuk Pansus kasus korupsi PT Pelindo II dan memanggil Kapolri Jenderal Badrodin Haiti atau mendatangi Mabes Polri pada Senin atau Selasa pekan depan,” ujar Trimedya.

Niat Trimedya ini disambut Wakil Ketua Komisi III Desmon J Mahesa. “Kalau gagasan ini datang dari PDIP, mestinya fraksi-fraksi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendukung, apalagi PAN sudah bergabung ke sana. Secara pribadi saya mendukung karena ada pertanyaan besar, kenapa Istana intervensi kasus Pelindo II,” kata Desmon kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Desmon mengatakan, pemberhentian mendadak Komjen Budi Waseso mengindikasikan ada sesuatu yang luar biasa. Rakyat membaca, jenderal bintang tiga yang sedang giat-giatnya membongkar kasus Pelindo II, tiba-tiba diberhentikan dan dimutasikan ke tempat lain.

Berarti lanjut Politikus Gerindra ini, ada mafia yang sangat kuat dan bisa memerintahkan Istana memberhentikan pejabat yang giat memerangi korupsi. “Karenanya, saya setuju dibentuk pansus untuk membongkar jaringan mafia yang sudah menjalar ke Istana,” kata Desmon.

Dukungan juga datang dari Golkar. Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menambahkan, kawan-kawannya sedang menyusun draft pembentukan Pansus Pelindo II. Kemungkinan besar, besok siang, permohonan dukungan mulai diedarkan.

“Kami akan panggil BPK untuk lakukan audit terhadap Pelindo II. Sebenarnya pengusutan yang dilakukan Budi Waseso dalam pengadaan mobil crane hanya sebagai pintu masuk saja, di dalamnya banyak kasus besar yang nilainya triliunan rupiah,” kata Bambang, kemarin.

Anggota Komisi III ini menyatakan, DPR sudah mendapat dokumen-dokumen penting terkait kasus ini, tinggal lakukan konfirmasi dan klarifikasi.

Wakil Ketua Komisi XI Hendrawan Supratikno menegaskan, bagi fraksi PDIP, pembentukan Pansus Pelindo tak berkaitan dengan masalah kedudukan orang per orang, tetapi mendorong penegakan hukum dan menjaga martabat Polri, jangan sampai dilecehkan mafia pelabuhan.

“Saya kritik LSM anti korupsi, kenapa ketika institusi Polri dikerjain mafia kok tiarap, ada apa? Ketahuilah, dari 67 kasus yang ditangani Bareskrim Polri, 9 di antaranya merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun, 35 kasus merugikan negara antara Rp100 miliar hingga Rp1 triliun, sisanya di bawah Rp100 miliar. Kenapa para pegiat anti korupsi diam seribu bahasa,” kata Henderawan kepada wartawan Jawa Pos Group (JPG), kemarin.

Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Maswadi Rauf mendukung langkah DPR ini. Namun syaratnya, DPR harus mengusut tuntas dan menemukan aktor intelektualnya. “Kalau cuma setengah-setengah hanya buang waktu saja,” kritik Maswadi Rauf, kemarin.

Menurut Maswadi, sudah banyak rencana pembentukan pansus yang didengungkan DPR. Dari mulai pansus listrik, pansus pekerja outsourcing, pansus kecurangan pilpres 2014. Tapi yang akhirnya resmi terbentuk cuma sedikit. Contohnya seperti Pansus century, Pansus BBM dan pansus Pajak. Namun pansus yang sudah terbentuk ini juga hasilnya nggak jelas.

Maswadi melihat, kasus Pelindo yang mengakibatkan Kabareskrim Budi Waseso digeser, sarat akan intervensi kekuasaan. Pasalnya, sejak Dirut PT Pelindo II RJ Lino menelepon Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, arah kekuasaan berubah dan Wapres JK terkesan justru menyalahkan kepolisian.

Kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait penanganan kasus dugaan korupsi di PT Pelabuhan Indonesia II oleh Bareskrim Polri.

Pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan, adanya SPDP tersebut menandakan penyidikan perkara tersebut sudah dimulai oleh pihak kepolisian.

“Untuk SPDP terkait PT Pelindo II kita sudah terima per tanggal 2 September kemarin,” ujar Johan, Senin (6/9).

Johan mengatakan, pemberian SPDP tersebut merupakan bentuk koordinasi dan supervisi antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung dalam menangani perkara korupsi. Jika kasus tersebut tidak berjalan di Bareskrim Polri, kata Johan, fungsi korsup tersebut memperbolehkan penanganannya dilimpahkan ke KPK.

“Kalau Polri ataupun Kejaksaan tidak sanggup melanjutkan penanganan perkaranya, ya bisa saja KPK mengambil alih. Tapi kalau masih sanggup ya KPK tidak bisa ambil alih,” kata Johan. (bbs/jpg)

Jusuf Kalla
Jusuf Kalla

SUMUTPOS.CO- Sedikitnya 700 personel kepolisian disiagakan untuk mengamankan aksi lempar tikus mati di depan kediaman Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Taman Suropati, Menteng, Jakarta, Senin (7/9).

“Jumlah itu masih ada tambahan dari Polda Metro Jaya, Polsek Senen, Menteng, Kemayoran, Cempaka Putih dan Sawit Besar,” ungkap Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resort Jakarta Pusat, AKBP Sucipto, kemarin.

Ketua Kajian Aksi dan Jaringan Badan Relawan Nasional, Laode Kamaluddin, menyerukan aksi lempar tikus mati di depan kediaman JK, sekaligus mendesak  agar polisi mengusut keterlibatan JK dalam kasus korupsi pengadaan crane di PT Pelindo II.

Dia menuding JK ikut bermain dalam kasus itu setelah pengusaha asal Sulawesi Selatan itu meminta Bareskrim tak menangani kasus yang melibatkan kebijakan pemerintah.

JK juga diduga mengintervensi pemutasian Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes (Kabareskrim) Polri, Komjen Budi Waseso yang sedang getol membongkar kasus korupsi yang diduga merugikan negara puluhan miliar rupiah itu.

“Aksi ini kami lakukan sebagai bentuk kekecewan kami melihat seorang wakil presiden yang terlibat dalam persekongkolan mafia pelabuhan,” kata Laode, kemarin.

Laode dan kawan-kawan juga menuntut agar polisi menangkap Richard Joost Lino yang diduga terlibat dalam korupsi Pelindo II.

Di tengah desakan agar Bareskrim Polri tetap konsisten mengusut dugaan korupsi Pelindo II, niat anggota DPR untuk membentuk Pansus Pelindo II justru dikritik pengamat. Mereka mempertanyakan motif para wakil rakyat tersebut.

Soalnya, sebelum ini sudah banyak wacana pembentukan pansus didengungkan. Namun yang benar-benar terwujud bisa dihitung jari. Pansus yang terbentuk pun, seperti Pansus Century, hasilnya masih nol besar.

Rencana pembentukan Pansus Pelindo II ini awalnya diungkap Wakil Ketua Komisi III DPR dari PDIP. Menurut Trimedya, fraksinya akan membentuk Pansus terkait penanganan kasus korupsi di Pelindo II. Dia menuturkan, digantinya Kabareskrim Komjen Budi Waseso merupakan akibat dari penanganan kasus ini.

“Komisi III akan membentuk Pansus kasus korupsi PT Pelindo II dan memanggil Kapolri Jenderal Badrodin Haiti atau mendatangi Mabes Polri pada Senin atau Selasa pekan depan,” ujar Trimedya.

Niat Trimedya ini disambut Wakil Ketua Komisi III Desmon J Mahesa. “Kalau gagasan ini datang dari PDIP, mestinya fraksi-fraksi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) mendukung, apalagi PAN sudah bergabung ke sana. Secara pribadi saya mendukung karena ada pertanyaan besar, kenapa Istana intervensi kasus Pelindo II,” kata Desmon kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Desmon mengatakan, pemberhentian mendadak Komjen Budi Waseso mengindikasikan ada sesuatu yang luar biasa. Rakyat membaca, jenderal bintang tiga yang sedang giat-giatnya membongkar kasus Pelindo II, tiba-tiba diberhentikan dan dimutasikan ke tempat lain.

Berarti lanjut Politikus Gerindra ini, ada mafia yang sangat kuat dan bisa memerintahkan Istana memberhentikan pejabat yang giat memerangi korupsi. “Karenanya, saya setuju dibentuk pansus untuk membongkar jaringan mafia yang sudah menjalar ke Istana,” kata Desmon.

Dukungan juga datang dari Golkar. Sekretaris Fraksi Golkar Bambang Soesatyo menambahkan, kawan-kawannya sedang menyusun draft pembentukan Pansus Pelindo II. Kemungkinan besar, besok siang, permohonan dukungan mulai diedarkan.

“Kami akan panggil BPK untuk lakukan audit terhadap Pelindo II. Sebenarnya pengusutan yang dilakukan Budi Waseso dalam pengadaan mobil crane hanya sebagai pintu masuk saja, di dalamnya banyak kasus besar yang nilainya triliunan rupiah,” kata Bambang, kemarin.

Anggota Komisi III ini menyatakan, DPR sudah mendapat dokumen-dokumen penting terkait kasus ini, tinggal lakukan konfirmasi dan klarifikasi.

Wakil Ketua Komisi XI Hendrawan Supratikno menegaskan, bagi fraksi PDIP, pembentukan Pansus Pelindo tak berkaitan dengan masalah kedudukan orang per orang, tetapi mendorong penegakan hukum dan menjaga martabat Polri, jangan sampai dilecehkan mafia pelabuhan.

“Saya kritik LSM anti korupsi, kenapa ketika institusi Polri dikerjain mafia kok tiarap, ada apa? Ketahuilah, dari 67 kasus yang ditangani Bareskrim Polri, 9 di antaranya merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun, 35 kasus merugikan negara antara Rp100 miliar hingga Rp1 triliun, sisanya di bawah Rp100 miliar. Kenapa para pegiat anti korupsi diam seribu bahasa,” kata Henderawan kepada wartawan Jawa Pos Group (JPG), kemarin.

Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Maswadi Rauf mendukung langkah DPR ini. Namun syaratnya, DPR harus mengusut tuntas dan menemukan aktor intelektualnya. “Kalau cuma setengah-setengah hanya buang waktu saja,” kritik Maswadi Rauf, kemarin.

Menurut Maswadi, sudah banyak rencana pembentukan pansus yang didengungkan DPR. Dari mulai pansus listrik, pansus pekerja outsourcing, pansus kecurangan pilpres 2014. Tapi yang akhirnya resmi terbentuk cuma sedikit. Contohnya seperti Pansus century, Pansus BBM dan pansus Pajak. Namun pansus yang sudah terbentuk ini juga hasilnya nggak jelas.

Maswadi melihat, kasus Pelindo yang mengakibatkan Kabareskrim Budi Waseso digeser, sarat akan intervensi kekuasaan. Pasalnya, sejak Dirut PT Pelindo II RJ Lino menelepon Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, arah kekuasaan berubah dan Wapres JK terkesan justru menyalahkan kepolisian.

Kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terkait penanganan kasus dugaan korupsi di PT Pelabuhan Indonesia II oleh Bareskrim Polri.

Pimpinan sementara KPK Johan Budi mengatakan, adanya SPDP tersebut menandakan penyidikan perkara tersebut sudah dimulai oleh pihak kepolisian.

“Untuk SPDP terkait PT Pelindo II kita sudah terima per tanggal 2 September kemarin,” ujar Johan, Senin (6/9).

Johan mengatakan, pemberian SPDP tersebut merupakan bentuk koordinasi dan supervisi antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung dalam menangani perkara korupsi. Jika kasus tersebut tidak berjalan di Bareskrim Polri, kata Johan, fungsi korsup tersebut memperbolehkan penanganannya dilimpahkan ke KPK.

“Kalau Polri ataupun Kejaksaan tidak sanggup melanjutkan penanganan perkaranya, ya bisa saja KPK mengambil alih. Tapi kalau masih sanggup ya KPK tidak bisa ambil alih,” kata Johan. (bbs/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/