25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Hasil Uji Lab Tiga Mahasiswi FK USU Negatif Difteri

Difteri-ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hasil uji swab tiga mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) asal Malaysia yang diduga terserang difteri atau suspect difteri di Laboratorium (lab) Litbangkes Kemenkes RI ternyata negatif. Hasil uji lab tersebut disampaikan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut.

“Hasil uji lab tiga mahasiswi FK USU yang terkena suspect difteri sudah keluar dari Litbangkes. Hasilnya, mereka negatif (difteri),” ujar Kepala Dinkes Sumut Alwi Mujahit Hasibuan, Senin (7/10).

Oleh karena itu, kata Alwi, masyarakat tidak perlu panik dengan penyakit difteri tersebut. “Masyarakat tidak perlu panik dengan difteri karena hasil uji lab negatif. Namun demikian, tetap harus mewaspadai dengan melakukan vaksin atau imunisasi serta menjaga pola hidup bersih dan sehat,” paparnya.

Alwi mengaku, pihaknya bersama dengan dinas kesehatan di kabupaten/kota sudah melakukan rapat koordinasi dengan pihak Puskesmas, pelaksana program dan kecamatan bahkan bupati untuk mengantisipasi kasus difteri. “Jangan khawatir, sudah ada langkah-langkah yang dilakukan terkait kasus suspect difteri ini. Kita juga sudah mengimbau kepada masyarakat,” pungkasnya.

Sementara, sebelumnya dr Restuti Hidayani Saragih SpPD selaku tim yang menangani pasien difteri di RSUP H Adam Malik mengatakan, penatalaksanaan pasien suspect difteri baik usia kategori anak maupun dewasa tidak perlu menunggu hasil uji swab dari laboratorium. Pun begitu, hasil uji laboratorium tersebut tetap harus ditunggu dan diambil karena ada klasifikasi kasusnya.

“Ada kasus yang butuh konfirmasi, artinya gejala dan tandanya cocok dengan penyakit difteri. Kemudian, sangat mencurigakan ke arah difteri dan untuk menentukan itu adalah dokter ahlinya. Kalau dewasa spesialis penyakit dalam, sedangkan anak-anak ialah dokter spesialis anak dan spesialis THT,” kata dr Restuti.

Ia melanjutkan, jika dokter ahlinya sudah menyatakan oke bahwa dialami seorang pasien gejala klinis dan sesuai dengan tanda-tandanya, maka pasien tersebut dikatakan suspect difteri. Namun demikian, untuk penanganannya dilakukan seperti pasien difteri, yaitu diberi obat antioksin ADS (anti difteri serum) serta antibiotik, tidak perlu menunggu hasil uji sampel. Obat tersebut diberikan minimal 7-14 hari.

“Hasil uji laboratorium yang dilakukan bisa saja hasilnya negatif. Sebab, banyak hal yang mempengaruhi hasil uji lab tersebut, contohnya timing atau waktu pengambilan sampel. Karena, setiap pasien yang suspect difteri sangat berbeda satu sama lain, ada yang datangnya cepat dan ada juga yang lambat. Ada yang sudah mendapat antibiotik dengan membelinya sendiri,” paparnya.

Sebab, lanjutnya, di Indonesia untuk penatalaksaan resep antibiotik masih lemah karena orang bisa beli antibiotik seperti kacang goreng. “Kemudian, siapa yang mengambil sampel dan banyak faktor teknis lainnya yang dapat menentukan hasil uji laboratorium. Jika hasilnya negatif maka tidak serta-merta menggugurkan diagnosis klinis difteri,” ujarnya lagi.

Diketahui, tiga mahasiswi FK USU asal Malaysia yang diduga terserang bakteri difteri adalah Nurul Arifah Ahmad Ali (20), LW (21) dan U (21). Akibatnya, dari ketiga mahasiswi tersebut satu di antaranya yaitu Nurul meninggal dunia.

Nurul sempat dirawat di RSUP H Adam Malik yang masuk pada Kamis (19/9) sekitar pukul 18.30 WIB, setelah sebelumnya dirujuk dari RS USU. Nurul kemudian dirawat di ruang isolasi infeksius dan dilakukan penanganan suspect difteri. Namun pada Jumat (20/9) kondisi kesehatan pasien tersebut terus menurun meski sudah ditangani.

Akhirnya, Nurul meninggal dunia pada Sabtu (21/9) dini hari sekitar pukul 02.30 WIB. Artinya, Nurul hanya dirawat satu hari dua malam atau kurang dari dua hari. Saat ditangani ketika dirujuk, kondisinya sudah cukup parah

Sedangkan LW dan U, yang merupakan teman satu kos Nurul, baru masuk dan dirawat di rumah sakit yang sama pada Selasa (24/9) siang. Setelah menjalani perawatan hampir dua minggu, keduanya akhirnya dibolehkan pulang karena kondisinya terus membaik. Meski demikian, keduanya masih harus tetap berobat jalan dan dalam pengawasan sampai nantinya benar-benar sembuh. (ris/ila)

Difteri-ilustrasi.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Hasil uji swab tiga mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) asal Malaysia yang diduga terserang difteri atau suspect difteri di Laboratorium (lab) Litbangkes Kemenkes RI ternyata negatif. Hasil uji lab tersebut disampaikan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumut.

“Hasil uji lab tiga mahasiswi FK USU yang terkena suspect difteri sudah keluar dari Litbangkes. Hasilnya, mereka negatif (difteri),” ujar Kepala Dinkes Sumut Alwi Mujahit Hasibuan, Senin (7/10).

Oleh karena itu, kata Alwi, masyarakat tidak perlu panik dengan penyakit difteri tersebut. “Masyarakat tidak perlu panik dengan difteri karena hasil uji lab negatif. Namun demikian, tetap harus mewaspadai dengan melakukan vaksin atau imunisasi serta menjaga pola hidup bersih dan sehat,” paparnya.

Alwi mengaku, pihaknya bersama dengan dinas kesehatan di kabupaten/kota sudah melakukan rapat koordinasi dengan pihak Puskesmas, pelaksana program dan kecamatan bahkan bupati untuk mengantisipasi kasus difteri. “Jangan khawatir, sudah ada langkah-langkah yang dilakukan terkait kasus suspect difteri ini. Kita juga sudah mengimbau kepada masyarakat,” pungkasnya.

Sementara, sebelumnya dr Restuti Hidayani Saragih SpPD selaku tim yang menangani pasien difteri di RSUP H Adam Malik mengatakan, penatalaksanaan pasien suspect difteri baik usia kategori anak maupun dewasa tidak perlu menunggu hasil uji swab dari laboratorium. Pun begitu, hasil uji laboratorium tersebut tetap harus ditunggu dan diambil karena ada klasifikasi kasusnya.

“Ada kasus yang butuh konfirmasi, artinya gejala dan tandanya cocok dengan penyakit difteri. Kemudian, sangat mencurigakan ke arah difteri dan untuk menentukan itu adalah dokter ahlinya. Kalau dewasa spesialis penyakit dalam, sedangkan anak-anak ialah dokter spesialis anak dan spesialis THT,” kata dr Restuti.

Ia melanjutkan, jika dokter ahlinya sudah menyatakan oke bahwa dialami seorang pasien gejala klinis dan sesuai dengan tanda-tandanya, maka pasien tersebut dikatakan suspect difteri. Namun demikian, untuk penanganannya dilakukan seperti pasien difteri, yaitu diberi obat antioksin ADS (anti difteri serum) serta antibiotik, tidak perlu menunggu hasil uji sampel. Obat tersebut diberikan minimal 7-14 hari.

“Hasil uji laboratorium yang dilakukan bisa saja hasilnya negatif. Sebab, banyak hal yang mempengaruhi hasil uji lab tersebut, contohnya timing atau waktu pengambilan sampel. Karena, setiap pasien yang suspect difteri sangat berbeda satu sama lain, ada yang datangnya cepat dan ada juga yang lambat. Ada yang sudah mendapat antibiotik dengan membelinya sendiri,” paparnya.

Sebab, lanjutnya, di Indonesia untuk penatalaksaan resep antibiotik masih lemah karena orang bisa beli antibiotik seperti kacang goreng. “Kemudian, siapa yang mengambil sampel dan banyak faktor teknis lainnya yang dapat menentukan hasil uji laboratorium. Jika hasilnya negatif maka tidak serta-merta menggugurkan diagnosis klinis difteri,” ujarnya lagi.

Diketahui, tiga mahasiswi FK USU asal Malaysia yang diduga terserang bakteri difteri adalah Nurul Arifah Ahmad Ali (20), LW (21) dan U (21). Akibatnya, dari ketiga mahasiswi tersebut satu di antaranya yaitu Nurul meninggal dunia.

Nurul sempat dirawat di RSUP H Adam Malik yang masuk pada Kamis (19/9) sekitar pukul 18.30 WIB, setelah sebelumnya dirujuk dari RS USU. Nurul kemudian dirawat di ruang isolasi infeksius dan dilakukan penanganan suspect difteri. Namun pada Jumat (20/9) kondisi kesehatan pasien tersebut terus menurun meski sudah ditangani.

Akhirnya, Nurul meninggal dunia pada Sabtu (21/9) dini hari sekitar pukul 02.30 WIB. Artinya, Nurul hanya dirawat satu hari dua malam atau kurang dari dua hari. Saat ditangani ketika dirujuk, kondisinya sudah cukup parah

Sedangkan LW dan U, yang merupakan teman satu kos Nurul, baru masuk dan dirawat di rumah sakit yang sama pada Selasa (24/9) siang. Setelah menjalani perawatan hampir dua minggu, keduanya akhirnya dibolehkan pulang karena kondisinya terus membaik. Meski demikian, keduanya masih harus tetap berobat jalan dan dalam pengawasan sampai nantinya benar-benar sembuh. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/