29 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Tuntut BPN Terbitkan Sertifikat Tanah, SPSB Demo ke Kanwil BPN Sumut

BERORASI: Masyarakat petani yang tergabung dalam SPSB berorasi di depan kantor BPN Sumut, Jalan  Brigjend Katamso Medan, Rabu (8/1) siang. 
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS
BERORASI: Masyarakat petani yang tergabung dalam SPSB berorasi di depan kantor BPN Sumut, Jalan Brigjend Katamso Medan, Rabu (8/1) siang.
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) menuntut hak atas tanah mereka sejak 1951 menduduki lahan di Desa Simalingkar A, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara.

Menurut mereka, selama ini PTPN II telah menelantarkan lahan yang mereka klaim bahkan hendak dan telah menyalahgunakan peruntukkan SHGU sebagaimana diatur dalam Undang-undang pertanahan.

Ketua Dewan Penasihat SBSB, Aris Wiyono menyatakan hal itu saat berorasi di depan Kanwil BPN Sumut, Jalan Brigjend Katamso Medan, Rabu (8/1) siang. “Sebagai bentuk penyelesaian agraria, kami minta BPN Sumut memberikan sertifikat hak sebagai bentuk kepastian hukum kepada petani yang tergabung dalam SPSB,” katanya.

Pihaknya juga meminta seluruh kegiatan PTPN II di atas tanah petani Simalingkar A yang tergabung dalam SPSB, dihentikan segera. Sebab masyarakat sangat terganggu dan tidak nyaman dengan adanya aktivitas pada lingkungan mereka.

“Negara harus hadir dalam konflik tanah yang sedang dialami rakyatnya di Desa Simalingkar A. Jangan sampai ada korban, kami-kami yang petani ini mati gara-gara konflik agraria yang sudah puluhan tahun tak selesai ini,” katanya.

Sekitar setengah jam berorasi, sebanyak 11 perwakilan SPSB diterima di salah satu ruangan kantor BPN. Selain para pengurus SPSB, juga ada ikut diantaranya yakni pensiunan PTPN II. Sofyan Hadi Syam selaku Kepala Seksi Sengketa Kanwil BPN Sumut mewakili kakanwil, memimpin jalannya mediasi.

“Pertama saya ingin meminta maaf karena pak Kakanwil tidak bisa hadir langsung. Beliau sedang di Batubara untuk menjalankan program Pak Presiden sekaitan bidang pertanahan. Kami juga sudah menunggu bapak-bapak sekalian dari tadi, yang rupanya datang ke mari dari lokasi kumpul harus berpanas-panasan berjalan kaki,” katanya.

Pihaknya mengatakan persoalan ini mesti diselesaikan dengan duduk bersama antara instansi terkait lainnya. Karena BPN hanya bertugas dan diberi wewenang oleh negara, untuk menindaklanjuti penerbitan sertifikat hak milik jika ada permohonan pendaftaran yang masuk.

“Persoalan ini tidak semudah apa yang kita pikirkan. Karena ada pihak terkait lain seperti PTPN II yang mesti memberi solusi atas persoalan ini. Jadi sebaiknya kita duduk bersama lagi nanti. Pada prinsipnya, BPN Sumut siap membantu, memberi klarifikasi ataupun lainnya sepanjang itu menjadi ranah kami,” katanya.

Menurut dia, tidak serta merta pihaknya dapat menerbitkan sertifikat di atas tanah yang dihuni SPSB saat ini. Sebab mekanisme tersebut juga mesti melibatkan Kementerian BUMN dalam hal penghapusbukuan asetnya.

“Kalau kami paksa menerbitkan sertifikat, kami semua bisa masuk penjara. Tolong bapak-bapak bisa memahami ruang lingkup kewenangan kami. Bersama pihak KSP (Kantor Staf Kepresidenan) kami sering rapat dan membahas persoalan tanah di Simalingkar A,” ujarnya.

KSP sendiri, lanjutnya, punya komitmen kuat untuk membantu rakyat Simalingkar A. Namun hal ini harus dibicarakan dulu dengan PTPN II dan menteri BUMN dan selaku hirarki mereka. “Jadi tak bisa semata-mata persoalan ini tuntas di BPN saja, sebab sejumlah instansi vertikal ada terkait didalamnya,” terang Sofyan.

Merasa tak puas mendengar jawaban pihak BPN, SPSB meminta secara tertulis komitmen penyelesaian sengketa tanah ini dalam waktu paling cepat 10 hari kerja, dan paling lama 14 hari kerja sesuai ketentuan UU pelayanan publik. Artinya, BPN sebagai salah satu instansi terkait, akan membantu memfasilitasi pertemuan dengan PTPN II dan Kementerian BUMN. BPN pun menyanggupi permintaan SPSB tersebut.

“Namun untuk tuntutan penghentian aktivitas PTPN II di tanah bapak-bapak sekalian, tentu kami tidak bisa lakukan. Kami sifatnya hanya bisa mengimbau. Karena hal itu adalah wewenang dari aparat kepolisian,” kata Sofyan.

Amatan Sumut Pos, selain berorasi dan melakukan perjalanan kaki menuju kantor BPN Sumut, sekitar 1.500 massa demo juga menggelar aksi blokade di depan kantor instansi tersebut. Alhasil, kemacetan lalu lintas pada titik tersebut tidak dapat terelakkan. Aksi tersebut juga mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian. Sehingga tidak ada tindakan anarkis yang terjadi. (prn/ila)

BERORASI: Masyarakat petani yang tergabung dalam SPSB berorasi di depan kantor BPN Sumut, Jalan  Brigjend Katamso Medan, Rabu (8/1) siang. 
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS
BERORASI: Masyarakat petani yang tergabung dalam SPSB berorasi di depan kantor BPN Sumut, Jalan Brigjend Katamso Medan, Rabu (8/1) siang.
PRAN HASIBUAN/SUMUT POS

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Serikat Petani Simalingkar Bersatu (SPSB) menuntut hak atas tanah mereka sejak 1951 menduduki lahan di Desa Simalingkar A, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deliserdang ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara.

Menurut mereka, selama ini PTPN II telah menelantarkan lahan yang mereka klaim bahkan hendak dan telah menyalahgunakan peruntukkan SHGU sebagaimana diatur dalam Undang-undang pertanahan.

Ketua Dewan Penasihat SBSB, Aris Wiyono menyatakan hal itu saat berorasi di depan Kanwil BPN Sumut, Jalan Brigjend Katamso Medan, Rabu (8/1) siang. “Sebagai bentuk penyelesaian agraria, kami minta BPN Sumut memberikan sertifikat hak sebagai bentuk kepastian hukum kepada petani yang tergabung dalam SPSB,” katanya.

Pihaknya juga meminta seluruh kegiatan PTPN II di atas tanah petani Simalingkar A yang tergabung dalam SPSB, dihentikan segera. Sebab masyarakat sangat terganggu dan tidak nyaman dengan adanya aktivitas pada lingkungan mereka.

“Negara harus hadir dalam konflik tanah yang sedang dialami rakyatnya di Desa Simalingkar A. Jangan sampai ada korban, kami-kami yang petani ini mati gara-gara konflik agraria yang sudah puluhan tahun tak selesai ini,” katanya.

Sekitar setengah jam berorasi, sebanyak 11 perwakilan SPSB diterima di salah satu ruangan kantor BPN. Selain para pengurus SPSB, juga ada ikut diantaranya yakni pensiunan PTPN II. Sofyan Hadi Syam selaku Kepala Seksi Sengketa Kanwil BPN Sumut mewakili kakanwil, memimpin jalannya mediasi.

“Pertama saya ingin meminta maaf karena pak Kakanwil tidak bisa hadir langsung. Beliau sedang di Batubara untuk menjalankan program Pak Presiden sekaitan bidang pertanahan. Kami juga sudah menunggu bapak-bapak sekalian dari tadi, yang rupanya datang ke mari dari lokasi kumpul harus berpanas-panasan berjalan kaki,” katanya.

Pihaknya mengatakan persoalan ini mesti diselesaikan dengan duduk bersama antara instansi terkait lainnya. Karena BPN hanya bertugas dan diberi wewenang oleh negara, untuk menindaklanjuti penerbitan sertifikat hak milik jika ada permohonan pendaftaran yang masuk.

“Persoalan ini tidak semudah apa yang kita pikirkan. Karena ada pihak terkait lain seperti PTPN II yang mesti memberi solusi atas persoalan ini. Jadi sebaiknya kita duduk bersama lagi nanti. Pada prinsipnya, BPN Sumut siap membantu, memberi klarifikasi ataupun lainnya sepanjang itu menjadi ranah kami,” katanya.

Menurut dia, tidak serta merta pihaknya dapat menerbitkan sertifikat di atas tanah yang dihuni SPSB saat ini. Sebab mekanisme tersebut juga mesti melibatkan Kementerian BUMN dalam hal penghapusbukuan asetnya.

“Kalau kami paksa menerbitkan sertifikat, kami semua bisa masuk penjara. Tolong bapak-bapak bisa memahami ruang lingkup kewenangan kami. Bersama pihak KSP (Kantor Staf Kepresidenan) kami sering rapat dan membahas persoalan tanah di Simalingkar A,” ujarnya.

KSP sendiri, lanjutnya, punya komitmen kuat untuk membantu rakyat Simalingkar A. Namun hal ini harus dibicarakan dulu dengan PTPN II dan menteri BUMN dan selaku hirarki mereka. “Jadi tak bisa semata-mata persoalan ini tuntas di BPN saja, sebab sejumlah instansi vertikal ada terkait didalamnya,” terang Sofyan.

Merasa tak puas mendengar jawaban pihak BPN, SPSB meminta secara tertulis komitmen penyelesaian sengketa tanah ini dalam waktu paling cepat 10 hari kerja, dan paling lama 14 hari kerja sesuai ketentuan UU pelayanan publik. Artinya, BPN sebagai salah satu instansi terkait, akan membantu memfasilitasi pertemuan dengan PTPN II dan Kementerian BUMN. BPN pun menyanggupi permintaan SPSB tersebut.

“Namun untuk tuntutan penghentian aktivitas PTPN II di tanah bapak-bapak sekalian, tentu kami tidak bisa lakukan. Kami sifatnya hanya bisa mengimbau. Karena hal itu adalah wewenang dari aparat kepolisian,” kata Sofyan.

Amatan Sumut Pos, selain berorasi dan melakukan perjalanan kaki menuju kantor BPN Sumut, sekitar 1.500 massa demo juga menggelar aksi blokade di depan kantor instansi tersebut. Alhasil, kemacetan lalu lintas pada titik tersebut tidak dapat terelakkan. Aksi tersebut juga mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian. Sehingga tidak ada tindakan anarkis yang terjadi. (prn/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/