26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Gedung Taman Budaya Sumut Tetap Gedung Kesenian, tapi Milik Pemko

MEDAN-Klaim tanah Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) di Jalan Perintis Kemerdekaan Medan masih menjadi persoalan. TBSU awalnya dibangun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sebelum ada otonomi daerah.

Tapi, Pemko Medan mengakui sepenuhnya tanah TBSU sudah milik Pemko yang dibuktikan dengan Hak Pengelolaan No 1, Kampung Durian. Karena itulah Pemko berencana me-renovasi gedung TBSU untuk dibangun menjadi Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Medan, seperti yang diberitakan koran ini kemarin Wali Kota Medan Drs Rahudman Harahap, MM menegaskan, bangunan TBSU tetap menjadi gedung kesenian yang kepemilikannya ada pada Pemerintah Kota Medan (Pemko).

“Taman budaya itu gedung kesenian yang kita punya karena berada di atas tanah milik Pemko. Pembangunannya akan kita renovasi secepatnya,” ujar Rahudman, Jumat (8/2).

Diakui Rahudman, selama ini TBSU telah dibangun Pemprovsu sebelum ada otonomi daerah. “Tapi sekarang sudah menjadi milik Pemko. Sudah dua kali kita surati ke Pemprovsu, meski belum ada penyerahan tetapi akan tetap direnovasi karena itu memang punya Pemko,” ungkapnya.

Menurut pemerhati tanah di Sumatera Utara, Surya Adinata SH MKM, terkait rencana pembangunan TBSU, Pemprovsu memiliki alas hak untuk melakukan gugatan. Dalam hukum perdata, pengelola satu tanah negara sudah memiliki alas hak untuk memperoleh sertifikat, bila dalam kurun 30 tahun tanpa ada keberatan dari pihak lain.

“Taman Budaya itu dibangun pada 36 tahun silam, tepatnya 1977. Kalau dalam hukum perdata, pengelola lahan itu sudah memiliki alas hak untuk mengajukan sertifikat tanah. Tapi dengan catatan, dalam  tenggang waktu 36 tahun itu tidak ada keberatan dari pihak lain,” ujar Surya Adinata SH MKM yang dimintai pendapatnya, Jumat (8/2).

Menurut Surya, seharusnya dalam rencana pembangunan Disbudpar Kota Medan, Pemko Medan wajib berkordinasi dengan Pemprovsu, sebagai pemilik gedung lama, sehingga tercipta keputusan bersama. “Walaupun Pemko Medan sebagai pemilik tanah, tapi Pemprovsu tetap bisa melakukan gugatan. Kalau Pemprovsu ingin rebut, mereka memiliki celah. Pemprovsu bisa melakukan gugatan ke PTUN. Alasan untuk itu ada, misalnya, mengapa selama ini Pemko Medan diam saja, padahal gedung itu sudah berumur 36 tahun. Disini, kita juga harus mengetahui bagaimana perjanjian sebelumnya antara Pemprovsu dan Pemko Medan saat gedung itu dibangun,” ungkap Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan tersebut.

Menurutnya, bila perjanjian awal antara kedua pemerintah ini belum berakhir, maka Pemko Medan juga berhak untuk mengganggu asset Pemprovsu itu. “Saya rasa, sebelum gedung TBSU itu dibangun, sudah pasti ada semacam perjanjian antara Pemprovsu dengan Pemko Medan. Isi dan jangka waktu perjanjian itu juga harus dilihat,” jelasnya.

Surya Adinata berharap Pemko Medan tidak menghancurkan gedung TBSU karena merupakan simbol seni Kota Medan. “Kalau gedung TBSU dihancurkan, itu sama saja dengan meruntuhkan kebudayaan kita. Saya berharap agar Pemprovsu juga jangan diam saja, bila gedung itu dialihfungsikan,” tegasnya.

Sementara itu, anggota komisi A DPRD Medan Ilhamsyah SH juga meminta Pemko Medan tidak menghancurkan gedung lama karena itu merupakan cirri khas dari Budaya Kota Medan. “Itu bagunan etnik, jadi saya berharap agar Pemko Medan jangan menghancurkan gedung lama itu. Kalau direnovasi, jangan secara keseluruhan,” pasannya.

Ilhamsyah justru mengkritisi tentang areal parkir TBSU. “Selama ini areal parkirnya juga sempit. Bahkan, keberadaan gedung juga tersembunyi. Saya berharap agar ke depan, gedung itu lebih baik lagi karena itu merupakan salah satu simbol Kota Medan,” jelasnya.

Mengenai kepemilikan gedung itu, politisi dari Partai Golkar ini kurang mengetahui secara pasti, tapi lahan itu memang milik Pemko Medan. Namun, bila pun gedung itu milik Pemprovsu, kedua belah pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. “Ini kan untuk kebudayaan kita juga, jadi kedua belah pihak harus duduk bersama,” pungkasnya.

Tokoh Kesenian Sumut YS Rat mengatakan, keberadaan TBSU harus tetap dipertahankan dan dikelola swasta atau yayasan. Menurutnya, selama ini peran pemerintah terhadap perkembangan kesenian dan kehidupan senimannya belum ada. “Kita butuh gedung kesenian khusus yang dikelolah yayasan atau swasta agar lebih baik lagi,” ucapnya.

Dikatakannya, pelaku kesenian tidak memperdulikan siapa yang menjadi milik lahan TBSU. Tapi operasional gedung itu harus dikelolah yayasan atau swasta agar bersifat komersial dan hanya bisa dijalankan institusi di luar pemerintah. “Gedung kesenian sudah seharusnya ada. Nasib kesenian dan tokoh kesenian juga harus jadi perhatian semua pihak di Sumut ini,” pungkasnya. (ial/mag-7)

MEDAN-Klaim tanah Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU) di Jalan Perintis Kemerdekaan Medan masih menjadi persoalan. TBSU awalnya dibangun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sebelum ada otonomi daerah.

Tapi, Pemko Medan mengakui sepenuhnya tanah TBSU sudah milik Pemko yang dibuktikan dengan Hak Pengelolaan No 1, Kampung Durian. Karena itulah Pemko berencana me-renovasi gedung TBSU untuk dibangun menjadi Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Medan, seperti yang diberitakan koran ini kemarin Wali Kota Medan Drs Rahudman Harahap, MM menegaskan, bangunan TBSU tetap menjadi gedung kesenian yang kepemilikannya ada pada Pemerintah Kota Medan (Pemko).

“Taman budaya itu gedung kesenian yang kita punya karena berada di atas tanah milik Pemko. Pembangunannya akan kita renovasi secepatnya,” ujar Rahudman, Jumat (8/2).

Diakui Rahudman, selama ini TBSU telah dibangun Pemprovsu sebelum ada otonomi daerah. “Tapi sekarang sudah menjadi milik Pemko. Sudah dua kali kita surati ke Pemprovsu, meski belum ada penyerahan tetapi akan tetap direnovasi karena itu memang punya Pemko,” ungkapnya.

Menurut pemerhati tanah di Sumatera Utara, Surya Adinata SH MKM, terkait rencana pembangunan TBSU, Pemprovsu memiliki alas hak untuk melakukan gugatan. Dalam hukum perdata, pengelola satu tanah negara sudah memiliki alas hak untuk memperoleh sertifikat, bila dalam kurun 30 tahun tanpa ada keberatan dari pihak lain.

“Taman Budaya itu dibangun pada 36 tahun silam, tepatnya 1977. Kalau dalam hukum perdata, pengelola lahan itu sudah memiliki alas hak untuk mengajukan sertifikat tanah. Tapi dengan catatan, dalam  tenggang waktu 36 tahun itu tidak ada keberatan dari pihak lain,” ujar Surya Adinata SH MKM yang dimintai pendapatnya, Jumat (8/2).

Menurut Surya, seharusnya dalam rencana pembangunan Disbudpar Kota Medan, Pemko Medan wajib berkordinasi dengan Pemprovsu, sebagai pemilik gedung lama, sehingga tercipta keputusan bersama. “Walaupun Pemko Medan sebagai pemilik tanah, tapi Pemprovsu tetap bisa melakukan gugatan. Kalau Pemprovsu ingin rebut, mereka memiliki celah. Pemprovsu bisa melakukan gugatan ke PTUN. Alasan untuk itu ada, misalnya, mengapa selama ini Pemko Medan diam saja, padahal gedung itu sudah berumur 36 tahun. Disini, kita juga harus mengetahui bagaimana perjanjian sebelumnya antara Pemprovsu dan Pemko Medan saat gedung itu dibangun,” ungkap Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan tersebut.

Menurutnya, bila perjanjian awal antara kedua pemerintah ini belum berakhir, maka Pemko Medan juga berhak untuk mengganggu asset Pemprovsu itu. “Saya rasa, sebelum gedung TBSU itu dibangun, sudah pasti ada semacam perjanjian antara Pemprovsu dengan Pemko Medan. Isi dan jangka waktu perjanjian itu juga harus dilihat,” jelasnya.

Surya Adinata berharap Pemko Medan tidak menghancurkan gedung TBSU karena merupakan simbol seni Kota Medan. “Kalau gedung TBSU dihancurkan, itu sama saja dengan meruntuhkan kebudayaan kita. Saya berharap agar Pemprovsu juga jangan diam saja, bila gedung itu dialihfungsikan,” tegasnya.

Sementara itu, anggota komisi A DPRD Medan Ilhamsyah SH juga meminta Pemko Medan tidak menghancurkan gedung lama karena itu merupakan cirri khas dari Budaya Kota Medan. “Itu bagunan etnik, jadi saya berharap agar Pemko Medan jangan menghancurkan gedung lama itu. Kalau direnovasi, jangan secara keseluruhan,” pasannya.

Ilhamsyah justru mengkritisi tentang areal parkir TBSU. “Selama ini areal parkirnya juga sempit. Bahkan, keberadaan gedung juga tersembunyi. Saya berharap agar ke depan, gedung itu lebih baik lagi karena itu merupakan salah satu simbol Kota Medan,” jelasnya.

Mengenai kepemilikan gedung itu, politisi dari Partai Golkar ini kurang mengetahui secara pasti, tapi lahan itu memang milik Pemko Medan. Namun, bila pun gedung itu milik Pemprovsu, kedua belah pihak harus duduk bersama untuk mencari solusi terbaik. “Ini kan untuk kebudayaan kita juga, jadi kedua belah pihak harus duduk bersama,” pungkasnya.

Tokoh Kesenian Sumut YS Rat mengatakan, keberadaan TBSU harus tetap dipertahankan dan dikelola swasta atau yayasan. Menurutnya, selama ini peran pemerintah terhadap perkembangan kesenian dan kehidupan senimannya belum ada. “Kita butuh gedung kesenian khusus yang dikelolah yayasan atau swasta agar lebih baik lagi,” ucapnya.

Dikatakannya, pelaku kesenian tidak memperdulikan siapa yang menjadi milik lahan TBSU. Tapi operasional gedung itu harus dikelolah yayasan atau swasta agar bersifat komersial dan hanya bisa dijalankan institusi di luar pemerintah. “Gedung kesenian sudah seharusnya ada. Nasib kesenian dan tokoh kesenian juga harus jadi perhatian semua pihak di Sumut ini,” pungkasnya. (ial/mag-7)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/