25.7 C
Medan
Saturday, June 1, 2024

119.107 Kekerasan Terjadi Terhadap Perempuan

MEDAN – Komnas Perempuan dan Lembaga Pengada Layanan mencatat sepanjang 2011  ada 119.107 kasus kekerasan terjadi terhadap perempuan. Bahkan sampai saat ini kekerasan seksual tersebut terus terjadi meskipun keadilan bagi perempuan telah diperjuangkan sejak 100 tahun lalu.

Hal tersebutlah yang membuat puluhan aktivis perempuan Sumut bergabung dan melakukan aksi damai memperingati hari perempuan sedunia yang jatuh pada Jumat, (8/3). Aksi ini menuntut pemerintah untuk menuntut hukuman mati terhadap pelaku kejahatan seksual.

Dina Lumbantobing, Ketua Kelompok Aktivis Perempuan Sumut mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan seksual telah meningkat drastis. Kecenderungan kekerasan berupa pemerkosaan, berbagai bentuk pelecehan, incest dan berbagai bentuk kekerasan seksual telah sampai ke tingkat membahayakan bangsa.

“Pandangan umum terhadap perkosaan dan berbagai bentuk pelecahan seksual masih cenderung menyalahkan perempuan, bahkan menghakimi perempuan. Upaya pencegahan melalui perubahan perilaku, tidak pernah dilakukan secara konkrit dan sungguh-sungguh. Untuk itu kami melakukan aksi penolakan ini,” katanya.

Tak hanya itu, kekerasan terhadap perempuan juga terjadi kepada seorang jurnalis perempuan. Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Khairiah Lubis yang juga ikut bergabung dalam aksi tersebut mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di kalangan jurnalis.

“Saat ini perlakukan kekerasan bukan hanya terjadi pada jurnalis laki-laki saja, tapi juga pada perempuan. Biasanya terjadi dalam bentuk tindakan kriminal berupa penganiayaan dari oknum-oknum yang merasa terusik dengan kegiatan jurnalistik wartawan,” katanya.

Salah satu kasus yang baru-baru saja terjadi yakni pada Desember 2012. Kekerasan terhadap jurnalis perempuan terjadi pada IVO Lestari yang saat itu sedang melakukan tugas peliputan dugaan praktik pembalakan liar di Desa Gampong Tempuen, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur. IVO, kata Khairiah, ditangkap, diinterogasi, disekap dan peralatan jurnalistiknya dirusak. “Yang lebih kejam perutnya diinjak,” ucapnya.

Untuk itu, FJPI menyatakan sikap bahwa kekerasan terhadap jurnalis perempuan adalah tindakan yang tidak berprikemanusiaan dan termasuk perbuatan kriminal. Selain itu juga melanggar kebebasan pers dan menciderai UU Pers Nomor 40/1999.

Sementara itu, Ketua PAKKAr, Timo Dahlia Daulay juga menegaskan pelaku kekerasan terhadap perempuan juga harus dihukum mati. Bukan hanya kekerasan seks, kekerasan terhadap anak-anak, dan bentuk kekerasan yang merugikan pihak perempuan.

Peringatakan Hari Perempuan Internasional dilakukan dengan beorasi dan berkonvoi di seputaran Pusat Kota Medan yang idihadiri FJPI, Pesada, BKOW, Hapsari, Pakkar, GEMMA, YAPIDI, KOHATI, KPI, PKPA, BARSDEM, Feminis Muda, dan mahasiswa Fakultas Humum USU.

Sementara itu, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional (FMN) juga menggelar aksi damai di depan Kantor Pos Medan, Jumat (8/3) sore. Aksi damai ini dilakukan sebagai aksi untuk memperingati Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day) 2013. Sambil berdendang  dan berorasi, sebagian mahasiswa membagikan 300 kuntum bunga mawar palsu aneka warna kepada para pengguna jalan yang melintas di kawasan tersebut.
Pimpinan Aksi Kiki Siregar mengungkapkan aksi yang dilakukan sebagai aksi untuk menuntut kesetaraan untuk perempuan dan laki-laki di bidang politik, ekonomi dan budaya serta mengajak perempuan bangkit dan berorganisasi melawan penindasan. (mag-13)

MEDAN – Komnas Perempuan dan Lembaga Pengada Layanan mencatat sepanjang 2011  ada 119.107 kasus kekerasan terjadi terhadap perempuan. Bahkan sampai saat ini kekerasan seksual tersebut terus terjadi meskipun keadilan bagi perempuan telah diperjuangkan sejak 100 tahun lalu.

Hal tersebutlah yang membuat puluhan aktivis perempuan Sumut bergabung dan melakukan aksi damai memperingati hari perempuan sedunia yang jatuh pada Jumat, (8/3). Aksi ini menuntut pemerintah untuk menuntut hukuman mati terhadap pelaku kejahatan seksual.

Dina Lumbantobing, Ketua Kelompok Aktivis Perempuan Sumut mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, kekerasan seksual telah meningkat drastis. Kecenderungan kekerasan berupa pemerkosaan, berbagai bentuk pelecehan, incest dan berbagai bentuk kekerasan seksual telah sampai ke tingkat membahayakan bangsa.

“Pandangan umum terhadap perkosaan dan berbagai bentuk pelecahan seksual masih cenderung menyalahkan perempuan, bahkan menghakimi perempuan. Upaya pencegahan melalui perubahan perilaku, tidak pernah dilakukan secara konkrit dan sungguh-sungguh. Untuk itu kami melakukan aksi penolakan ini,” katanya.

Tak hanya itu, kekerasan terhadap perempuan juga terjadi kepada seorang jurnalis perempuan. Ketua Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI), Khairiah Lubis yang juga ikut bergabung dalam aksi tersebut mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan juga terjadi di kalangan jurnalis.

“Saat ini perlakukan kekerasan bukan hanya terjadi pada jurnalis laki-laki saja, tapi juga pada perempuan. Biasanya terjadi dalam bentuk tindakan kriminal berupa penganiayaan dari oknum-oknum yang merasa terusik dengan kegiatan jurnalistik wartawan,” katanya.

Salah satu kasus yang baru-baru saja terjadi yakni pada Desember 2012. Kekerasan terhadap jurnalis perempuan terjadi pada IVO Lestari yang saat itu sedang melakukan tugas peliputan dugaan praktik pembalakan liar di Desa Gampong Tempuen, Kecamatan Peureulak, Aceh Timur. IVO, kata Khairiah, ditangkap, diinterogasi, disekap dan peralatan jurnalistiknya dirusak. “Yang lebih kejam perutnya diinjak,” ucapnya.

Untuk itu, FJPI menyatakan sikap bahwa kekerasan terhadap jurnalis perempuan adalah tindakan yang tidak berprikemanusiaan dan termasuk perbuatan kriminal. Selain itu juga melanggar kebebasan pers dan menciderai UU Pers Nomor 40/1999.

Sementara itu, Ketua PAKKAr, Timo Dahlia Daulay juga menegaskan pelaku kekerasan terhadap perempuan juga harus dihukum mati. Bukan hanya kekerasan seks, kekerasan terhadap anak-anak, dan bentuk kekerasan yang merugikan pihak perempuan.

Peringatakan Hari Perempuan Internasional dilakukan dengan beorasi dan berkonvoi di seputaran Pusat Kota Medan yang idihadiri FJPI, Pesada, BKOW, Hapsari, Pakkar, GEMMA, YAPIDI, KOHATI, KPI, PKPA, BARSDEM, Feminis Muda, dan mahasiswa Fakultas Humum USU.

Sementara itu, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Nasional (FMN) juga menggelar aksi damai di depan Kantor Pos Medan, Jumat (8/3) sore. Aksi damai ini dilakukan sebagai aksi untuk memperingati Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day) 2013. Sambil berdendang  dan berorasi, sebagian mahasiswa membagikan 300 kuntum bunga mawar palsu aneka warna kepada para pengguna jalan yang melintas di kawasan tersebut.
Pimpinan Aksi Kiki Siregar mengungkapkan aksi yang dilakukan sebagai aksi untuk menuntut kesetaraan untuk perempuan dan laki-laki di bidang politik, ekonomi dan budaya serta mengajak perempuan bangkit dan berorganisasi melawan penindasan. (mag-13)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/