23.9 C
Medan
Sunday, June 23, 2024

Redenominasi Lahirkan Masalah Baru

MEDAN- Wacana pemerintah untuk meredenominasi rupiah memang akan segera dilaksanakan, hanya menunggu waktu yang tepat. Wacana ini juga sudah dibahas persiapannya dengan DPR. Hal ini disampaikan oleh Drs Rudy Widodo, M.A.,Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Kementrian Keuangan Republik Indonesia di sela acara sosialisasi UU No.7 Tahun 2011 tentang mata uang di Hotel JW. Marriot Medan, Rabu (8/5).

“Untuk perubahan ‘harga rupiah’ atau redenominasi sedang dibahas persiapannya oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dengan DPR. Sedangkan Draft Undang-undangnya masih di DPR,”ungkapnya.

Terkait redenominasi ini sendiri mendapat berbagai tanggapan berbeda dari sejumlah pengamat di Sumut, mulai dari pengamat ekonomi, pengamat sosial serta pengamat politik. Seperti yang dikatakan oleh Vincent Wijaya, pengamat ekonomi Sumut kepada Sumut Pos. Menurutnya redenominasi ini sudah pasti akan dijalankan, cuma belum ada kepastian waktunya.

Tetapi melihat kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil seperti sekarang ini, dia malah menganggap bahwa redenominasi ini tidak ada manfaatnya  jika diterapkan. Hal ini berdasarkan verifikasi suatu negara yang sudah tepat untuk mata uangnya di redenominasi.

“Keberhasilan Turki meredominasi mata uangnya bukan semata-mata dibuat terus memperlihatkan hasil. Hal itu dibarengi juga pertumbuhan ekonominya yang cukup baik pada saat itu. Jadi redenominasi itu tidak salah dibuat di suatu negara dan jika memang itu merupakan suatu kebutuhan. Jadi jika kita melihat di Indonesai sebenarnya redenominasi itu sudah dibutuhkan. Hanya saja kebutuhan itu dapat terlaksana dengan baik jika tidak memenuhi beberapa syarat,”paparnya.

Seperti dipaparkannya kemudian bahwa syarat tersebut yakni yang pertama adalah nilai mata uang kita harus betul-betul stabil, kedua inflasi secara nasional dan regional harus terjaga, dan yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi cukup bagus dalam jangka waktu panjang. Khusus yang ketiga untuk Indonesia belum bisa dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang bagus, sebab dari aspek pertumbuhan manufaktur terutama infrastruktur pendukung, listrik, gas, dan lainnya masih sering langka dan kebijakan mengenai harganya sering berubah-ubah.

Hal yang diungkapkan Vincent diamini pengamat Sosial sumatra Utara, Prof usman pelly. Dia menyatakan bahwa redenominasi hanya akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. “Redenominasi mata uang rupiah bukanlah perkara mudah. Selain perlunya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat secara menyeluruh dan perlahan-lahan, kebijakan ini dapat terhambat pelaksanaannya jika sudah disangkutpautkan dengan masalah kondisi sosial kita.

“Dampak Redenominasi pada masyarakat sangat mungkin menimbulkan banyak pertanyaan. Sebenarnya Redenominasi tidak akan mempengaruhi harga kebutuhan, karena daya beli akan tetap sama. Namun yang menjadi masalah besar adalah bagaimana merubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang telah terbiasa dengan kegiatan transasksi dengan nominal saat ini,”sebutnya.

Lebih lanjut dia mengatakan kalaupun hal ini memang harus dilaksanakan maka harus dilaksanakan dengan bijak sehingga kebijakan atau keputusan yang nantinya keluar tidaklah dirasa sebagai hal yang mendiskriminasi masyarakat, walau pada intinya hal tersebut berupaya untuk menstabilkan perekonomian nasional. (mag-9)

MEDAN- Wacana pemerintah untuk meredenominasi rupiah memang akan segera dilaksanakan, hanya menunggu waktu yang tepat. Wacana ini juga sudah dibahas persiapannya dengan DPR. Hal ini disampaikan oleh Drs Rudy Widodo, M.A.,Direktorat Pengelolaan Kas Negara, Kementrian Keuangan Republik Indonesia di sela acara sosialisasi UU No.7 Tahun 2011 tentang mata uang di Hotel JW. Marriot Medan, Rabu (8/5).

“Untuk perubahan ‘harga rupiah’ atau redenominasi sedang dibahas persiapannya oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia dengan DPR. Sedangkan Draft Undang-undangnya masih di DPR,”ungkapnya.

Terkait redenominasi ini sendiri mendapat berbagai tanggapan berbeda dari sejumlah pengamat di Sumut, mulai dari pengamat ekonomi, pengamat sosial serta pengamat politik. Seperti yang dikatakan oleh Vincent Wijaya, pengamat ekonomi Sumut kepada Sumut Pos. Menurutnya redenominasi ini sudah pasti akan dijalankan, cuma belum ada kepastian waktunya.

Tetapi melihat kondisi perekonomian Indonesia yang tidak stabil seperti sekarang ini, dia malah menganggap bahwa redenominasi ini tidak ada manfaatnya  jika diterapkan. Hal ini berdasarkan verifikasi suatu negara yang sudah tepat untuk mata uangnya di redenominasi.

“Keberhasilan Turki meredominasi mata uangnya bukan semata-mata dibuat terus memperlihatkan hasil. Hal itu dibarengi juga pertumbuhan ekonominya yang cukup baik pada saat itu. Jadi redenominasi itu tidak salah dibuat di suatu negara dan jika memang itu merupakan suatu kebutuhan. Jadi jika kita melihat di Indonesai sebenarnya redenominasi itu sudah dibutuhkan. Hanya saja kebutuhan itu dapat terlaksana dengan baik jika tidak memenuhi beberapa syarat,”paparnya.

Seperti dipaparkannya kemudian bahwa syarat tersebut yakni yang pertama adalah nilai mata uang kita harus betul-betul stabil, kedua inflasi secara nasional dan regional harus terjaga, dan yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi cukup bagus dalam jangka waktu panjang. Khusus yang ketiga untuk Indonesia belum bisa dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi yang bagus, sebab dari aspek pertumbuhan manufaktur terutama infrastruktur pendukung, listrik, gas, dan lainnya masih sering langka dan kebijakan mengenai harganya sering berubah-ubah.

Hal yang diungkapkan Vincent diamini pengamat Sosial sumatra Utara, Prof usman pelly. Dia menyatakan bahwa redenominasi hanya akan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. “Redenominasi mata uang rupiah bukanlah perkara mudah. Selain perlunya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat secara menyeluruh dan perlahan-lahan, kebijakan ini dapat terhambat pelaksanaannya jika sudah disangkutpautkan dengan masalah kondisi sosial kita.

“Dampak Redenominasi pada masyarakat sangat mungkin menimbulkan banyak pertanyaan. Sebenarnya Redenominasi tidak akan mempengaruhi harga kebutuhan, karena daya beli akan tetap sama. Namun yang menjadi masalah besar adalah bagaimana merubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang telah terbiasa dengan kegiatan transasksi dengan nominal saat ini,”sebutnya.

Lebih lanjut dia mengatakan kalaupun hal ini memang harus dilaksanakan maka harus dilaksanakan dengan bijak sehingga kebijakan atau keputusan yang nantinya keluar tidaklah dirasa sebagai hal yang mendiskriminasi masyarakat, walau pada intinya hal tersebut berupaya untuk menstabilkan perekonomian nasional. (mag-9)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/