30 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Kasek Bantah Gunakan Ijazah Palsu

DANIL SIREGAR/SUMUT POS IJAZAH PALSU: Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta (dua kiri) beserta jajaran memperlihatkan ijazah palsu saat gelar kasus di Mapolresta Medan, beberapa waktu lalu. SRabu (27/5). Petugas berhasil mengungkap pemalsuan ijazah dengan tersangka Marsaid Yusnar mengaku sebagai rektor University of Sumatera, yang telah mencetak 1200 ijazah palsu.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
IJAZAH PALSU: Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta (dua kiri) beserta jajaran memperlihatkan ijazah palsu saat gelar kasus di Mapolresta Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sejumlah nama kepala SD Negeri dan SMP swasta serta oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan (Disdik) Medan, yang diduga menggunakan ijazah dari kampus bodong tersebut, bukanlah hal yang baru. Namun begitu, kasus ini menjadi sorotan publik setelah terbongkarnya ijazah palsu Universitas of Sumatra.

Menurut sumber yang diperoleh Sumut Pos dsari tenaga pendidik, Adi menyebutkan untuk ijazah S1 dari Universitas of Sumatra sang Rektor, Marsaid Yushar memberikan harga. Untuk ijazah S1 dibandrol Rp10 jutaan sedangkan S2 Rp15 jutaan.

“S1 dimintanya Rp10 juta. Lalu, disetor ke Pak Marsaid Rp6 juta. Jadi, dia (D) mengambil untung Rp4 juta. Kalau S2 sekitar Rp15 juta, tetapi saya kurang tahu berapa yang disetor ke Pak Marsaid. Sedangkan yang S3 tidak ada,” beber Adi, Senin (8/6).

Adi juga membeberkan, peran N, yang disebut-sebut sebagai Kepala SMP Swasta PGRI 32 Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. N berperan mencari sasaran untuk merekrut calon korbannya diutamakan para guru di PGRI. Belakangan, guru-guru di salah satu SD Negeri di Pulau Kampai, Langkat yang merupakan tempat mengajar N termasuk rekrutan N. “Harga yang ditawarkan N tak jauh berbeda dengan D, berkisar Rp10 juta hingga Rp15 juta,” ungkap Adi.

Sebelumnya Adi mengatakan, ada dua nama kepala sekolah dan satu oknum pengawas Dinas Pendidikan (Disdik) Medan. “Yang satu SD Negeri dan satu lagi SMP swasta. Untuk kepala SD Negeri menjabat di salah satu sekolah di daerah Medan Labuhan, sedangkan kepala SMP swasta di Kabupaten Langkat. Kemudian, ada juga seorang PNS di Disdik Medan,” sebutnya.

Dijelaskan Adi, kepala SD Negeri di daerah Medan Labuhan itu berinisial D. “Dia (D) menggunakan ijazah S2-nya dari kampus bodong itu, gelarnya Magister Manajemen (MM),” beber Adi.

Ia melanjutkan, selain diduga menggunakan ijazah S2 dari kampus bodong tersebut, D disinyalir sebagai jaringan sang rektor University of Sumatra, Marsaid Yushar Yusuf. Pasalnya, D juga merupakan salah satu dosen di kampus ilegal tersebut.

“Dia kenal Pak Marsaid sewaktu bertemu di salah satu tempat kawasan Petisah pada 2010 lalu. Saat bertemu mereka saling bercerita hingga akhirnya Pak Marsaid menawarkan D sebagai dosen di kampus bodong itu sekaligus koordinator di Kota Medan,” jelasnya.

Begitu juga dengan seorang oknum PNS di Disdik Medan berinisial S. Kata Adi, S adalah seorang pengawas di instansi pemerintahan tersebut.

“S ini adalah istri dari D yang mendapat gelar S2-nya, MM, di kampus tersebut. Dia (S) juga turut merekrut para calon mahasiswa di kampus University of Sumatra,” jabarnya.

Sementara itu, D, Kepala SD Negeri di Medan Labuhan yang dihubungi Sumut Pos membantah dirinya dikatakan terlibat sebagai jaringan kampus bodong. “Mana ada hubungannya sama saya,” ujar D via selelurnya.

Namun begitu, D, sempat mengakui dirinya pernah menjadi dosen di kampus University of Sumatera.

“Kami sudah melapor ke Poldasu pada pembukaan pertama. Lalu, kami melapor ke Kopertis ternyata tidak jelas kampus itu alias tidak terdaftar. Akhirnya, saya pun mundur dan berhenti dari kampus itu. Jadi, setelah pindah ke PGRI di Marelan saya tidak ikut lagi pad tahun 2013. Saya memang pertama diajak dan dibilangnya terakreditasi B dan saya pun mau. Ternyata setelah berjalan enggak jelas dan akhirnya saya pun mundur,” akunya.

Disinggung soal ijazahnya dari lulusan kampus bodong tersebut, D juga membantahnya. “Enggak ada itu dan tidak benar. Ijazah saya dari STIEBI (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Bisnis Indonesia) di Jakarta,” katanya.

Ditanya apakah bersedia menunjukka, D mengaku siap. “Bisa saya tunjukkan, kamu datang jumpai saya dan saya bawa ijazah S2 saya. Tapi yang jelas bisa saya tunjukkan dan kapan waktunya,” jawab D yang berjanji pada Jumat mendatang menunjukkan ijazah S2-nya. (ris/azw)
Terkait istrinya, S, yang merupakan oknum Pengawas Disdik Medan, D menyebut tidak benar. “Istri saya sedang tugas di Dairi. Istri saya juga tidak terlibat. Gelar S2-nya diperoleh dari kampus yang sama, yakni STIEBI. Sebagai suaminya tidak benar dan ada bukti ijazahnya,” tambahnya.

Ditanya lagi apakah bersedia dimintai keterangan oleh polisi, S sepertinya enggan. “Dipanggil apa, itu saja lah keterangan saya. Ngapain dipanggil-panggil polisi,” tutupnya.

Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Medan, Kompol Aldi Subartono yang dikonfirmasi terkait hal ini, mengaku belum menerima informasi tersebut. “Sejauh ini belum ada informasi itu. Akan tetapi, jika memang benar silahkan masyarakat melapor dengan data yang akurat disertai alat bukti,” ujarnya singkat. (ris/azw)

DANIL SIREGAR/SUMUT POS IJAZAH PALSU: Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta (dua kiri) beserta jajaran memperlihatkan ijazah palsu saat gelar kasus di Mapolresta Medan, beberapa waktu lalu. SRabu (27/5). Petugas berhasil mengungkap pemalsuan ijazah dengan tersangka Marsaid Yusnar mengaku sebagai rektor University of Sumatera, yang telah mencetak 1200 ijazah palsu.
DANIL SIREGAR/SUMUT POS
IJAZAH PALSU: Kapolresta Medan Kombes Pol Nico Afinta (dua kiri) beserta jajaran memperlihatkan ijazah palsu saat gelar kasus di Mapolresta Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO- Sejumlah nama kepala SD Negeri dan SMP swasta serta oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan (Disdik) Medan, yang diduga menggunakan ijazah dari kampus bodong tersebut, bukanlah hal yang baru. Namun begitu, kasus ini menjadi sorotan publik setelah terbongkarnya ijazah palsu Universitas of Sumatra.

Menurut sumber yang diperoleh Sumut Pos dsari tenaga pendidik, Adi menyebutkan untuk ijazah S1 dari Universitas of Sumatra sang Rektor, Marsaid Yushar memberikan harga. Untuk ijazah S1 dibandrol Rp10 jutaan sedangkan S2 Rp15 jutaan.

“S1 dimintanya Rp10 juta. Lalu, disetor ke Pak Marsaid Rp6 juta. Jadi, dia (D) mengambil untung Rp4 juta. Kalau S2 sekitar Rp15 juta, tetapi saya kurang tahu berapa yang disetor ke Pak Marsaid. Sedangkan yang S3 tidak ada,” beber Adi, Senin (8/6).

Adi juga membeberkan, peran N, yang disebut-sebut sebagai Kepala SMP Swasta PGRI 32 Pulau Kampai, Kabupaten Langkat. N berperan mencari sasaran untuk merekrut calon korbannya diutamakan para guru di PGRI. Belakangan, guru-guru di salah satu SD Negeri di Pulau Kampai, Langkat yang merupakan tempat mengajar N termasuk rekrutan N. “Harga yang ditawarkan N tak jauh berbeda dengan D, berkisar Rp10 juta hingga Rp15 juta,” ungkap Adi.

Sebelumnya Adi mengatakan, ada dua nama kepala sekolah dan satu oknum pengawas Dinas Pendidikan (Disdik) Medan. “Yang satu SD Negeri dan satu lagi SMP swasta. Untuk kepala SD Negeri menjabat di salah satu sekolah di daerah Medan Labuhan, sedangkan kepala SMP swasta di Kabupaten Langkat. Kemudian, ada juga seorang PNS di Disdik Medan,” sebutnya.

Dijelaskan Adi, kepala SD Negeri di daerah Medan Labuhan itu berinisial D. “Dia (D) menggunakan ijazah S2-nya dari kampus bodong itu, gelarnya Magister Manajemen (MM),” beber Adi.

Ia melanjutkan, selain diduga menggunakan ijazah S2 dari kampus bodong tersebut, D disinyalir sebagai jaringan sang rektor University of Sumatra, Marsaid Yushar Yusuf. Pasalnya, D juga merupakan salah satu dosen di kampus ilegal tersebut.

“Dia kenal Pak Marsaid sewaktu bertemu di salah satu tempat kawasan Petisah pada 2010 lalu. Saat bertemu mereka saling bercerita hingga akhirnya Pak Marsaid menawarkan D sebagai dosen di kampus bodong itu sekaligus koordinator di Kota Medan,” jelasnya.

Begitu juga dengan seorang oknum PNS di Disdik Medan berinisial S. Kata Adi, S adalah seorang pengawas di instansi pemerintahan tersebut.

“S ini adalah istri dari D yang mendapat gelar S2-nya, MM, di kampus tersebut. Dia (S) juga turut merekrut para calon mahasiswa di kampus University of Sumatra,” jabarnya.

Sementara itu, D, Kepala SD Negeri di Medan Labuhan yang dihubungi Sumut Pos membantah dirinya dikatakan terlibat sebagai jaringan kampus bodong. “Mana ada hubungannya sama saya,” ujar D via selelurnya.

Namun begitu, D, sempat mengakui dirinya pernah menjadi dosen di kampus University of Sumatera.

“Kami sudah melapor ke Poldasu pada pembukaan pertama. Lalu, kami melapor ke Kopertis ternyata tidak jelas kampus itu alias tidak terdaftar. Akhirnya, saya pun mundur dan berhenti dari kampus itu. Jadi, setelah pindah ke PGRI di Marelan saya tidak ikut lagi pad tahun 2013. Saya memang pertama diajak dan dibilangnya terakreditasi B dan saya pun mau. Ternyata setelah berjalan enggak jelas dan akhirnya saya pun mundur,” akunya.

Disinggung soal ijazahnya dari lulusan kampus bodong tersebut, D juga membantahnya. “Enggak ada itu dan tidak benar. Ijazah saya dari STIEBI (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi dan Bisnis Indonesia) di Jakarta,” katanya.

Ditanya apakah bersedia menunjukka, D mengaku siap. “Bisa saya tunjukkan, kamu datang jumpai saya dan saya bawa ijazah S2 saya. Tapi yang jelas bisa saya tunjukkan dan kapan waktunya,” jawab D yang berjanji pada Jumat mendatang menunjukkan ijazah S2-nya. (ris/azw)
Terkait istrinya, S, yang merupakan oknum Pengawas Disdik Medan, D menyebut tidak benar. “Istri saya sedang tugas di Dairi. Istri saya juga tidak terlibat. Gelar S2-nya diperoleh dari kampus yang sama, yakni STIEBI. Sebagai suaminya tidak benar dan ada bukti ijazahnya,” tambahnya.

Ditanya lagi apakah bersedia dimintai keterangan oleh polisi, S sepertinya enggan. “Dipanggil apa, itu saja lah keterangan saya. Ngapain dipanggil-panggil polisi,” tutupnya.

Kepala Satuan (Kasat) Reserse Kriminal (Reskrim) Polresta Medan, Kompol Aldi Subartono yang dikonfirmasi terkait hal ini, mengaku belum menerima informasi tersebut. “Sejauh ini belum ada informasi itu. Akan tetapi, jika memang benar silahkan masyarakat melapor dengan data yang akurat disertai alat bukti,” ujarnya singkat. (ris/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/