Belum Sampai Pengadilan
MEDAN- Kasus dugaan korupsi kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Cabang Jalan Pemuda Medan, senilai Rp129 miliar yang ditangani oleh Kejatisu diduga ngadat. Sebab hingga kini kasus tersebut tak juga naik ke Pengadilan Tipikor Medan untuk disidangkan.
Kasus yang melibatkan petinggi BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan ini di antaranya Radiyasto, Pimpinan Sentra Kredit Menengah BNI Pemuda Medan, Darul Azli, Pimpinan Kelompok Pemasaran Bisnis BNI Pemuda Medan, Mohammad Samsul Hadi, Pimpinan Rekanan dan Kantor Jasa Penilaian Publik, dan Titin Indriani selaku Relationship BNI SKM Medan masih bebas berkeliaran. Selain itu, pelaku utama kasus ini, yakni Direktur PT Bahari Dwi Kencana Lestari, Boy Hermansyah masih diburon.
Kepala Kejatisu Noor Rochmad yang dikonfirmasi mengenai perkembangan penanganan kasusn tersebut mengatakan, sedang menunggu dokumen pembanding kredit yang telah dijaminkan oleh pengambil kredit, dalam hal ini Boy Hermansyah.
“BNI 46 itu, kami sedang minta presel ke Socfindo, untuk pembandingnilai yang dijaminkan oleh pengambil kredit,” kata Noor Rochmad.
Namun Kajatisu sama sekali tidak menjelaskan lebih jauh soal dokumen pembanding kredit seperti apa yang dimaksudkannya. Dengan demikian, kasus ini kembali mandek di tengah jalan setelah sebelumnya sempat tidak dilanjutkan karena alasan belum ada izin pemeriksaan rekening dari Bank Indonesia (BI).
Ketika disinggung soal pengejaran pelaku utama kasus ini, yakni Boy Hermasnyah, yang identitasnya telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) interpol sejak 17 Oktober 2011 lalu, Kajatisu Noor Rochmad beralasan bila timnya terus melakukan pengejaran terhadap Boy Hermasnyah.
“Sudah, sudah. Kami tidak usah meworo-worokan kepada teman-teman wartawan, kalau ngomong ke wartawan orangnya lari semua,” ucap Noor Rochmad yang terkesan menutupi sesuatu di balik pengejaran tersangka utama Boy Hermansyah.
Menurutnya, belum lama ini, Kejatisu melalui tim penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan Bank BNI 46 Cabang Jalan Pemuda Medan, Iriawan. Setelah melakukan pemeriksaan terhadap Iriawan, tim penyidik Kejatisu kembali menemukan beberapa bukti baru pendukung untuk mengungkap kasus ini.
Adapun bukti baru yang ditemukan pasca pemeriksaan Iriawan kemarin yakni, berupa dokumen yang memperlihatkan adanya penyimpangan kredit, mulai dari proses permohonan, analisa, pemutusan, hingga pencairan kredit terhadap PT Bahari Dwi Kencana Lestari.
Bahkan, tim penyidik juga menemukan adanya dugaan penyimpangan dalam pengucuran kredit investasi pembelian Kebun Sawit milik PT Bahari Dwi Kencana Lestari senilai Rp74,5 miliar. Sementara tidak ada bukti jual beli kebun sawit dari perusahaan PT Atakana ke perusahaan tersebut.
Begitupun, bukti baru itu tampaknya tak banyak membantu penuntasan kasus ini. Malah Kejatisu kembali beralibi dengan menyatakan sedang menunggu hasil dokumen pembanding peminjaman kredit dari PT Socfindo. Sebelumnya, kasus ini sendiri bermula dari permohonan kredit PT BDKL yang dipimpin Boy Hermansyah kepada BNI Medan pada tahun 2009. Saat itu Boy mengajukan pinjaman sebanyak Rp133 miliar untuk pengembangan usaha, dan yang dikabulkan Rp129 miliar.
Namun dalam proses peminjamannya, diduga Boy menggunakan agunan usaha yang telah di agunkannya ke bank lain. Sehingga dalam hal ini, Kejatisu menemukan adanya penyimpangan peminjaman dana kredit yang dilakukan oleh Boy, yang menyebabkan kerugian negara. Setelah di proses, aset milik Boy berupa satu bidang tanah yang di atasnya terdapat pabrik kelapa sawit telah disita oleh negara.
Sementara, keempat pejabat BNI 46 yang telah ditetapkan sebagai tersangka sejak Oktober 2011 lalu itu diketahui sempat ditahan selama sepekan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Tanjung Gusta Medan. Namun karena alasan guna memudahkan penyidikan, tim penyidik malah menetapkan keempatnya sebagai tahanan kota. Bahkan, hingga kini kabarnya keempat tersangka masih bekerja dan menjabat di BNI 46 Medan. (far)