26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Warga Mengaku Dapat Bantuan CSR, PLN Belawan Klaim Peduli dengan Warga di Sicanang

Fachrils/sumut pos
RETAK: Dinding rumah warga yang mengalami retak diduga akibat getaran dari PLTU Sicanang.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah rumah yang rusak akibat aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sicanang Belawan, dikabarkan belum ada realisasi perbaikan dari pihak PT PLN. Namun hal itu dibantah pihak PLN maupun warga setempat.

Berdasarkan keterangan pihak PLN, Pejabat K3 dan UPK Belawan, M Yahya mengatakan, bahwa sudah memberikan bantuan CSR kepada masyarakat setempat yang berdampak getaran.

“Berdasarkan keterangan Pak Kepling 9, warga Sicanang dapat bantuan CSR,” ujar Yahya yang ditemani SPV.SDM & Umum, Buchari, Staf SDM dan Umum, Muchtar, Asman Humas dan Komunikasi PLN UIKSBU, M Abrar Ali, Humas PLN Kitsu, Probo dan beberapa perwakilan dari warga Lingkungan 9 dan 5.

Salah satu bantuan CSR, lanjut Yahya, memberikan bantuan 3 perahu boat untuk Gapokan Bahari yang menerima, melalui ketuanya, Anwar. Bantuan tersebut diserahkan pada tahun 2018.

“Masyarakat mana yang mau demo seperti yang diberitakan di Koran? Itu sudah kami tanyakan langsung ke Anwar,” kata Yahya yang mengaku bertemua Anwar dan warga pada tanggal 7 Juli 2019 kemarin.

Sedangkan soal ganti rugi rumah retak-retak, lanjutnya, pihaknya menyarankan agar menanyakan langsung ke masyarakat. Sebab, PLN sudah melakukan perbaikan sisip rumah warga yang retak.

Sementara itu, perwakilan warga, Subagio alias Asmadi. Ia mengaku tahu persis permasalah itu memang sumbernya dari PT AKI. Unit generatornya menimbulkan suara bising dan getaran. Waktu itu diadakan pertemuan dengan Muspika setempat, PLN dan PT AKI. Pertemuan itu di kantor Camat setempat selama tiga kali. Solusinya, mereka membuat cerobong asap yang dibuang ke air sehingga suaranya berkurang.

”Rumah-rumah retak memang akibat dampak. Tapi di saat terjadinya pertemuan warga dengan pihak PLN dan PT AKI serta Muspika, terjadi kompensasi. Akhirnya keluar dana kompensasi sekitar Rp365 juta. Lalu dalam kompensasi itu warga minta air gratis. Ini terjadi tahun 2016 lalu,” ujar warga Lingkungan 9 ini.

Dana kompensasi itu, lanjutnya, dialihkan ke pemasangan pipa air karena warga butuh air bersih. Dan hal ini merupakan kerja sama PT PLN bersama PT AKI dan PDAM. Sedangkan dana kompensasi yang disalurkan untuk pemasangan air sebesar Rp300 juta, selebihnya Rp65 juta dibagi-bagikan ke masyarakat yang terdampak. “Dana Rp65 juta tak mungkin dibagi per orang. Jadi diambil inisiatif buat tenda, mesin genset, dan kursi di dua lingkungan, yakni lingkungan 9 dan 5. Masing-masing lingkungan satu. Jumlah kursi ada 100-150 kursi per lingkungan di dua lingkungan,” paparnya.

Sehingga, lanjutnya, atas kompensasi itu, masalah sudah clear. Kemudian, PLN melakukan perbaikan rumah warga yang retak-retak dengan menyisip dinding yang retak didempul dikoordinir kelurahan, termasuk kediamannya. “Kalau menurut kami, masalah ini sudah selesai. Masyarakat juga sudah menikmati air bersih atas kompensasi dari PLN,” tegasnya.

Jika memang ada masyarakat yang protes meminta kompensasi, lanjutnya, seharusnya duduk bersama kembali untuk membahas persoalan itu kepada warga yang berdampak. “Jangan mengatasnamakan warga, lalu ada LSM menggertak mau demo. Warga yang mana ini yang mau demo? Kita semua sudah sepakat karena sudah menerima kompensasi di tahun 2016,” paparnya.

Meskinya, lanjutnya dia, jika ada tuntutan warga kembali, semua warga harus duduk bersama untuk membicarakan dan sosialisasi kembali. “Harusnya, jika tak mau kompensasi waktu itu, ya tolak. Jangan sudah diterima kompensasi, dinikmati warga, tiba-tiba diungkit kembali,” pungkasnya.

DLH Segera Kirim Tim Pengawas

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan, Armansyah Lubis mengaku, pihaknya belum mengetahui hal itu. “Saya belum tahu itu, itukan persoalannya di masa Kadis yang lama, saya sendiri baru 3 bulan dilantik menjadi kepala dinas lingkungan hidup (kota Medan),” ucap Armansyah kepada Sumut Pos, Senin (8/7).

Namun begitu, kata Armansyah, dirinya akan segera mempelajari persoalan untuk bisa memberikan tindaklanjut kepada pihak-pihak yang harus bertanggungjawab. “Tapi akan segera saya pelajari persoalan ini. Apa hasil rekomendasi dari tim pengawas DLH kota Medan dan kenapa begitu. Lalu kenapa belum ada realisasi perbaikan rumah yang rusak itu,” tegasnya.

Untuk itu, kata Armansyah, dirinya akan segera memanggil tim pengawasnya untuk bisa melakukan peninjauan kembali ke lokasi yang dimaksud. “Nanti kita akan lihat apakah benar rekomendasi dari DLH untuk memperbaiki rumah-rumah itu sudah mereka indahkan atau belum. Kalau ternyata memang tidak ada perbaikan, nanti kita akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti hal ini,” ujar Armansyah. (map/ila)

Fachrils/sumut pos
RETAK: Dinding rumah warga yang mengalami retak diduga akibat getaran dari PLTU Sicanang.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Sejumlah rumah yang rusak akibat aktivitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Sicanang Belawan, dikabarkan belum ada realisasi perbaikan dari pihak PT PLN. Namun hal itu dibantah pihak PLN maupun warga setempat.

Berdasarkan keterangan pihak PLN, Pejabat K3 dan UPK Belawan, M Yahya mengatakan, bahwa sudah memberikan bantuan CSR kepada masyarakat setempat yang berdampak getaran.

“Berdasarkan keterangan Pak Kepling 9, warga Sicanang dapat bantuan CSR,” ujar Yahya yang ditemani SPV.SDM & Umum, Buchari, Staf SDM dan Umum, Muchtar, Asman Humas dan Komunikasi PLN UIKSBU, M Abrar Ali, Humas PLN Kitsu, Probo dan beberapa perwakilan dari warga Lingkungan 9 dan 5.

Salah satu bantuan CSR, lanjut Yahya, memberikan bantuan 3 perahu boat untuk Gapokan Bahari yang menerima, melalui ketuanya, Anwar. Bantuan tersebut diserahkan pada tahun 2018.

“Masyarakat mana yang mau demo seperti yang diberitakan di Koran? Itu sudah kami tanyakan langsung ke Anwar,” kata Yahya yang mengaku bertemua Anwar dan warga pada tanggal 7 Juli 2019 kemarin.

Sedangkan soal ganti rugi rumah retak-retak, lanjutnya, pihaknya menyarankan agar menanyakan langsung ke masyarakat. Sebab, PLN sudah melakukan perbaikan sisip rumah warga yang retak.

Sementara itu, perwakilan warga, Subagio alias Asmadi. Ia mengaku tahu persis permasalah itu memang sumbernya dari PT AKI. Unit generatornya menimbulkan suara bising dan getaran. Waktu itu diadakan pertemuan dengan Muspika setempat, PLN dan PT AKI. Pertemuan itu di kantor Camat setempat selama tiga kali. Solusinya, mereka membuat cerobong asap yang dibuang ke air sehingga suaranya berkurang.

”Rumah-rumah retak memang akibat dampak. Tapi di saat terjadinya pertemuan warga dengan pihak PLN dan PT AKI serta Muspika, terjadi kompensasi. Akhirnya keluar dana kompensasi sekitar Rp365 juta. Lalu dalam kompensasi itu warga minta air gratis. Ini terjadi tahun 2016 lalu,” ujar warga Lingkungan 9 ini.

Dana kompensasi itu, lanjutnya, dialihkan ke pemasangan pipa air karena warga butuh air bersih. Dan hal ini merupakan kerja sama PT PLN bersama PT AKI dan PDAM. Sedangkan dana kompensasi yang disalurkan untuk pemasangan air sebesar Rp300 juta, selebihnya Rp65 juta dibagi-bagikan ke masyarakat yang terdampak. “Dana Rp65 juta tak mungkin dibagi per orang. Jadi diambil inisiatif buat tenda, mesin genset, dan kursi di dua lingkungan, yakni lingkungan 9 dan 5. Masing-masing lingkungan satu. Jumlah kursi ada 100-150 kursi per lingkungan di dua lingkungan,” paparnya.

Sehingga, lanjutnya, atas kompensasi itu, masalah sudah clear. Kemudian, PLN melakukan perbaikan rumah warga yang retak-retak dengan menyisip dinding yang retak didempul dikoordinir kelurahan, termasuk kediamannya. “Kalau menurut kami, masalah ini sudah selesai. Masyarakat juga sudah menikmati air bersih atas kompensasi dari PLN,” tegasnya.

Jika memang ada masyarakat yang protes meminta kompensasi, lanjutnya, seharusnya duduk bersama kembali untuk membahas persoalan itu kepada warga yang berdampak. “Jangan mengatasnamakan warga, lalu ada LSM menggertak mau demo. Warga yang mana ini yang mau demo? Kita semua sudah sepakat karena sudah menerima kompensasi di tahun 2016,” paparnya.

Meskinya, lanjutnya dia, jika ada tuntutan warga kembali, semua warga harus duduk bersama untuk membicarakan dan sosialisasi kembali. “Harusnya, jika tak mau kompensasi waktu itu, ya tolak. Jangan sudah diterima kompensasi, dinikmati warga, tiba-tiba diungkit kembali,” pungkasnya.

DLH Segera Kirim Tim Pengawas

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan, Armansyah Lubis mengaku, pihaknya belum mengetahui hal itu. “Saya belum tahu itu, itukan persoalannya di masa Kadis yang lama, saya sendiri baru 3 bulan dilantik menjadi kepala dinas lingkungan hidup (kota Medan),” ucap Armansyah kepada Sumut Pos, Senin (8/7).

Namun begitu, kata Armansyah, dirinya akan segera mempelajari persoalan untuk bisa memberikan tindaklanjut kepada pihak-pihak yang harus bertanggungjawab. “Tapi akan segera saya pelajari persoalan ini. Apa hasil rekomendasi dari tim pengawas DLH kota Medan dan kenapa begitu. Lalu kenapa belum ada realisasi perbaikan rumah yang rusak itu,” tegasnya.

Untuk itu, kata Armansyah, dirinya akan segera memanggil tim pengawasnya untuk bisa melakukan peninjauan kembali ke lokasi yang dimaksud. “Nanti kita akan lihat apakah benar rekomendasi dari DLH untuk memperbaiki rumah-rumah itu sudah mereka indahkan atau belum. Kalau ternyata memang tidak ada perbaikan, nanti kita akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menindaklanjuti hal ini,” ujar Armansyah. (map/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/