24.1 C
Medan
Thursday, November 14, 2024
spot_img

BPJS KESEHATAN KESULITAN BAYAR TAGIHAN RUMAH SAKIT

SUMUTPOS.CO – Sebanyak 200 ribu warga Kota Medan yang tercatat sebagai peserta BPJS Mandiri menunggak pembayaran iuran. Tak tanggung-tanggung, tunggakan iuran mencapai Rp100 miliar.

BESARNYA tunggakan tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panitia Khusus (Pansus) Penduduk Miskin dan Penerima Bantuan Indonesia (PBI) di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Medan, kemarin.  Dalam RDP tersebut, Kabid Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kota Medan Supriyanto mengakui, pihaknya saat ini kesulitan membayar tagihan rumah sakit.

Hal ini disebabkan adanya tunggakan iuran masyarakat. “Ada sekitar 200 ribu jumlah penduduk Medan yang menuggak iuran BPJS Mandiri, jumlahnya mencapai Rp100 miliar,” ungkapnya.

Diutarakan Supriyanto, tunggakan itu membuat aktivitas operasional BPJS Kesehatan menjadi terganggu. “Dari 200.000 warga yang menunggak, 101.000 di antaranya pasien Kelas III,” sebutnya.

Menurut dia, pihaknya telah melakukan berbagai upaya agar peserta BPJS mandiri segera membayar iuran. Upaya yang dilakukan yakni mengunjungi langsung rumah warga yang bersangkutan atau mengingatkan melalui telepon. “Apabila rutin membayar iuran BPJS akan lebih memperlancar program dari BPJS itu sendiri. Hasilnya tentu juga akan kembali ke masyarakat itu sendiri selaku peserta BPJS mandiri,” ujarnya.

Disebutkannya, peserta BPJS yang menunggak iuran pembayarannya justru akan merugikan yang bersangkutan. Selain kartu BPJS-nya non aktif sementara, peserta mandiri juga akan dikenakan biaya denda dari tunggakannya. Namun jika telah menyelesaikan kewajiban iuran beserta tunggakannya tersebut, kartunya bisa diaktifkan kembali.

“Diimbau kepada masyarakat peserta BPJS Mandiri untuk aktif membayar iuran pembayaran tersebut jika sudah jatuh tempo. Sebab, bagaimanapun juga itu untuk kebaikan bagi yang bersangkutan ke depannya,” tukasnya.

Ketua Pansus Penduduk Miskin dan PBI DPRD Medan, Bahrumsyah menyarankan agar peserta yang menunggak segera dievaluasi. Selain itu, diminta supaya migrasi masuk PBI di kelas III.

“Mereka yang menunggak kuat dugaan sebagai warga kurang mampu, karena tidak sanggup membayar iuran. Jadi, mereka patut dipertimbangkan masuk PBI,” kata Bahrumsyah.

Ia menambahkan, ke depan diharapkan, warga Medan yang selama ini mondar-mandir mengurus Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) diharapkan tidak akan terulang lagi. Sebab, mereka yang mengurus merupakan warga yang benar-benar kurang mampu. “Mereka yang kurang mampu itulah yang menerima PBI dan harus dipermudah,” tandasnya.

Untuk diketahui, BPJS Mandiri merupakan program dari BPJS Kesehatan. Dalam program ini tersedia 3 jenis kelas yaitu Kelas I dengan iuran peserta Rp80 ribu perbulan, Kelas II dengan iuran peserta Rp51 ribu dan kelas III dengan iuran peserta Rp25.500. Pembayaran iuran dilakukan setiap bulan dan dibayar sebelum tanggal 10.

 

Regulasi Baru untuk Pasien Katarak

Anggota Dewan Pertimbangan Medik untuk Program Jaminan Kesehatan Nasional di Propinsi Sumatera Utara, Prof dr Aslim Sihotang Sp M(K) menilai, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan layak diberlakukan.

Berdasarkan peraturan tersebut, BPJS Kesehatan akan menjamin pelayanan operasi katarak yang dilakukan untuk penderita katarak dengan ketajaman penglihatan kurang dari 6/18. Sedangkan untuk penjaminan operasi katarak dengan teknik phacoemulsifikasi hanya dapat diberikan oleh dokter yang telah memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh Kolegium Oftamologi Indonesia bersama Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia.

“Regulasi tersebut sudah tepat. Sebab tindakan operasi memang hanya perlu dilakukan pada penderita katarak yang sudah memiliki ketajaman penglihatan rendah sehingga dapat bekerja dengan baik,” ungkap Aslim belum lama ini.

Ketajaman penglihatan 6/18 adalah ketajaman penglihatan yang masih baik dimana penderita masih dimungkinkan untuk membaca dan bekerja dengan baik. “Hal tersebut dapat dikecualikan untuk penderita dengan profesi tertentu yang membutuhkan ketajaman penglihatan optimal seperti pilot,” lanjut Dokter Spesialias Mata yang bertugas di RS Universitas Sumatera Utara Medan.

Dewasa ini teknik operasi katarak dengan phacoemulsifikasi semakin banyak digunakan. Dengan teknik ini, operasi katarak pada stadium awal dapat dilakukan dengan lebih mudah. Hal ini yang menurut Aslim menyebabkan tindakan operasi katarak khususnya di Sumut meningkat dengan sangat pesat. Padahal salah satu risikonya adalah dapat terjadinya Posterior Capsular Opacity dengan cepat, dimana terjadi kekeruhan pada kapsul lensa yang tidak ikut diangkat pada saat operasi katarak. Sehingga perlu dilakukan tindakan laser yang tentunya akan menambah biaya.

Aslim menambahkan, terkait dengan pemberlakuan sertifikasi untuk tindakan operasi phacoemulsifikasi, ia mengatakan bahwa ketentuan tersebut harusnya sudah diterapkan sejak dulu. “Proses sertifikasi akan menjamin mutu layanan yang diberikan dan memberikan rasa aman bagi pasien yang dioperasi dan dokter yang mengoperasi, juga termasuk BPJS Kesehatan yang dalam hal ini sebagai pihak yang menjamin biaya atas tindakan operasi tersebut,” tambah Aslim saat dikonfirmasi.

Diakhir kesempatan, Aslim menghimbau kepada seluruh stakeholder, khususnya para Dokter Spesialis Mata agar dapat menanggapi regulasi (perdir jampelkes-red.) yang telah diterbitkan oleh BPJS Kesehatan ini dengan baik dan positif. (ris/dvs)

SUMUTPOS.CO – Sebanyak 200 ribu warga Kota Medan yang tercatat sebagai peserta BPJS Mandiri menunggak pembayaran iuran. Tak tanggung-tanggung, tunggakan iuran mencapai Rp100 miliar.

BESARNYA tunggakan tersebut terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Panitia Khusus (Pansus) Penduduk Miskin dan Penerima Bantuan Indonesia (PBI) di Ruang Badan Anggaran (Banggar) DPRD Medan, kemarin.  Dalam RDP tersebut, Kabid Kepesertaan dan Pelayanan Peserta BPJS Kota Medan Supriyanto mengakui, pihaknya saat ini kesulitan membayar tagihan rumah sakit.

Hal ini disebabkan adanya tunggakan iuran masyarakat. “Ada sekitar 200 ribu jumlah penduduk Medan yang menuggak iuran BPJS Mandiri, jumlahnya mencapai Rp100 miliar,” ungkapnya.

Diutarakan Supriyanto, tunggakan itu membuat aktivitas operasional BPJS Kesehatan menjadi terganggu. “Dari 200.000 warga yang menunggak, 101.000 di antaranya pasien Kelas III,” sebutnya.

Menurut dia, pihaknya telah melakukan berbagai upaya agar peserta BPJS mandiri segera membayar iuran. Upaya yang dilakukan yakni mengunjungi langsung rumah warga yang bersangkutan atau mengingatkan melalui telepon. “Apabila rutin membayar iuran BPJS akan lebih memperlancar program dari BPJS itu sendiri. Hasilnya tentu juga akan kembali ke masyarakat itu sendiri selaku peserta BPJS mandiri,” ujarnya.

Disebutkannya, peserta BPJS yang menunggak iuran pembayarannya justru akan merugikan yang bersangkutan. Selain kartu BPJS-nya non aktif sementara, peserta mandiri juga akan dikenakan biaya denda dari tunggakannya. Namun jika telah menyelesaikan kewajiban iuran beserta tunggakannya tersebut, kartunya bisa diaktifkan kembali.

“Diimbau kepada masyarakat peserta BPJS Mandiri untuk aktif membayar iuran pembayaran tersebut jika sudah jatuh tempo. Sebab, bagaimanapun juga itu untuk kebaikan bagi yang bersangkutan ke depannya,” tukasnya.

Ketua Pansus Penduduk Miskin dan PBI DPRD Medan, Bahrumsyah menyarankan agar peserta yang menunggak segera dievaluasi. Selain itu, diminta supaya migrasi masuk PBI di kelas III.

“Mereka yang menunggak kuat dugaan sebagai warga kurang mampu, karena tidak sanggup membayar iuran. Jadi, mereka patut dipertimbangkan masuk PBI,” kata Bahrumsyah.

Ia menambahkan, ke depan diharapkan, warga Medan yang selama ini mondar-mandir mengurus Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) diharapkan tidak akan terulang lagi. Sebab, mereka yang mengurus merupakan warga yang benar-benar kurang mampu. “Mereka yang kurang mampu itulah yang menerima PBI dan harus dipermudah,” tandasnya.

Untuk diketahui, BPJS Mandiri merupakan program dari BPJS Kesehatan. Dalam program ini tersedia 3 jenis kelas yaitu Kelas I dengan iuran peserta Rp80 ribu perbulan, Kelas II dengan iuran peserta Rp51 ribu dan kelas III dengan iuran peserta Rp25.500. Pembayaran iuran dilakukan setiap bulan dan dibayar sebelum tanggal 10.

 

Regulasi Baru untuk Pasien Katarak

Anggota Dewan Pertimbangan Medik untuk Program Jaminan Kesehatan Nasional di Propinsi Sumatera Utara, Prof dr Aslim Sihotang Sp M(K) menilai, Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Program Jaminan Kesehatan layak diberlakukan.

Berdasarkan peraturan tersebut, BPJS Kesehatan akan menjamin pelayanan operasi katarak yang dilakukan untuk penderita katarak dengan ketajaman penglihatan kurang dari 6/18. Sedangkan untuk penjaminan operasi katarak dengan teknik phacoemulsifikasi hanya dapat diberikan oleh dokter yang telah memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh Kolegium Oftamologi Indonesia bersama Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia.

“Regulasi tersebut sudah tepat. Sebab tindakan operasi memang hanya perlu dilakukan pada penderita katarak yang sudah memiliki ketajaman penglihatan rendah sehingga dapat bekerja dengan baik,” ungkap Aslim belum lama ini.

Ketajaman penglihatan 6/18 adalah ketajaman penglihatan yang masih baik dimana penderita masih dimungkinkan untuk membaca dan bekerja dengan baik. “Hal tersebut dapat dikecualikan untuk penderita dengan profesi tertentu yang membutuhkan ketajaman penglihatan optimal seperti pilot,” lanjut Dokter Spesialias Mata yang bertugas di RS Universitas Sumatera Utara Medan.

Dewasa ini teknik operasi katarak dengan phacoemulsifikasi semakin banyak digunakan. Dengan teknik ini, operasi katarak pada stadium awal dapat dilakukan dengan lebih mudah. Hal ini yang menurut Aslim menyebabkan tindakan operasi katarak khususnya di Sumut meningkat dengan sangat pesat. Padahal salah satu risikonya adalah dapat terjadinya Posterior Capsular Opacity dengan cepat, dimana terjadi kekeruhan pada kapsul lensa yang tidak ikut diangkat pada saat operasi katarak. Sehingga perlu dilakukan tindakan laser yang tentunya akan menambah biaya.

Aslim menambahkan, terkait dengan pemberlakuan sertifikasi untuk tindakan operasi phacoemulsifikasi, ia mengatakan bahwa ketentuan tersebut harusnya sudah diterapkan sejak dulu. “Proses sertifikasi akan menjamin mutu layanan yang diberikan dan memberikan rasa aman bagi pasien yang dioperasi dan dokter yang mengoperasi, juga termasuk BPJS Kesehatan yang dalam hal ini sebagai pihak yang menjamin biaya atas tindakan operasi tersebut,” tambah Aslim saat dikonfirmasi.

Diakhir kesempatan, Aslim menghimbau kepada seluruh stakeholder, khususnya para Dokter Spesialis Mata agar dapat menanggapi regulasi (perdir jampelkes-red.) yang telah diterbitkan oleh BPJS Kesehatan ini dengan baik dan positif. (ris/dvs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/