25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Iswanda: Buang Limbah ke Sungai, Laporkan!

ist/sumut pos
Sosialisasi: Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Limbah, di Jalan Badur, Medan Maimun. Lingkungan X, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, Minggu (7/10) kemarin.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli melakukan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), di Jalan Badur Lingkungan X, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, Minggu (7/10) kemarin.

Pada sosialisasinya, anggota dewan yang akrab dipanggil Nanda ini menyampaikan, dalam penerapan perda ini dibutuhkan peran serta masyarakat. Artinya, tidak hanya Pemerintah Kota (Pemko) Medan saja menciptakan lingkungan tempat tinggal bersih, aman dari limbah.”Laporkan siapa saja baik itu perusahaan maupun oknum yang kedapatan membuang limbah ke sungai sehingga mencemari lingkungan,” kata Nanda.

Nanda meminta kepada Pemko Medan melalui Dinas Lingkungan Hidup bersikap tegas dan konsisten dalam menyikapi limbah B3 sesuai peraturan yang ada. “Berdasarkan fakta, Pemko Medan dinilai masih lemah melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dalam melakukan usaha dan atau kegiatan di Kota Medan,” tuturnya.

Menurut Nanda, dampak dari pencemaran limbah B3 sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat. Seperti, potensi kegiatan yang menghasilkan pencemar limbah yang dilakukan oleh industri, rumah sakit, puskesmas, laboratorium, klinik bersalin, balai pengobatan, transportasi dan bengkel.

“Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan dapat mengkaji ulang izin perusahaan dan lembaga lainnya yang membuang limbahnya, terutama ke sungai atau laut khususnya di Belawan. Sebab, hal tersebut dapat berdampak pada tangkapan-tangkapan ikan para nelayan yang akan dikonsumsi. Untuk itu, setiap perusahaan atau industri yang menghasilkan limbah B3 wajib menyediakan prasarana dan sarana pengolah limbah,” tegasnya.

Sebab, lanjut Nanda, seringkali mengabaikan membuang atau memasukkan pada sumber air yang mengalir. Padahal, ada sanksi penegakan hukum dengan ketentuan Undang-Undang RI No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.”Pelaku perusakan lingkungan hidup diancam pidana 1 tahun penjara dan denda minimal Rp1 miliar. Aturan ini harus benar-benar ditegakkan demi kelestarian lingkungan,” paparnya.

Nanda menambahkan, DPRD Medan terus berupaya untuk mendorong Dinas Lingkungan Hidup mengawasi limbah B3 tersebut agar serius melakukan penegakan hukum bagi yang melanggar aturan.

Sementara, sebelumnya mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Medan, Arief S Trinugroho mengatakan, secara studi yang telah dilakukan hingga 70 persen limbah cair itu berasal dari rumah tangga. Jadi, jangan dianggap kecil limbah rumah tangga ini. Sebab, dari yang kecil ini dengan jumlah rumah tangga hingga ratusan ribu bahkan ribuan maka menyumbang sangat besar.

“Pencemaran air limbah di sungai kawasan Medan ini hingga 70 persen justru bersumber dari rumah tangga. Jadi, sebetulnya ini yang perlu menjadi prioritas harus ditangani segera,” ungkap Arief beberapa waktu lalu.

Arief menuturkan, bagi rumah tangga yang sudah terlayani dengan perpipaan air limbah dan memiliki septic tank tentu tidak masalah. Namun, kalau belum ditangani hal ini yang menjadi masalah. Sebab, baru sebagian kecil saja wilayah yang terlayani oleh perpipaan air limbah. Artinya, air limbah dan air hujan sebagian besar masih bercampur di jaringan drainase baik tersier, sekunder maupun primer.

“Wilayah yang belum tertangani perpipaan air limbah perlu dicari solusi mengatasi limbah. Untuk itu, kita juga akan membangun sumur resapan di daerah-daerah yang visible dan tahun depan kita mengkaji lagi,” jelasnya.

Arief menyebutkan, pencemaran air sungai yang diakibatkan limbah cair di sisi lain diakibatkan juga dari industri. “Dari data yang kita awasi minimal 100 perusahaan per tahun, antara 20 hingga 30 perusahaan yang bermasalah mengenai pencemaran lingkungan dan kebanyakan terkait limbah cair atau limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya),”kata Arief.

Menurutnya, banyak perusahaan bermasalah dengan limbah B3 dikarenakan masih belum paham dengan aturan-aturan bagaimana mengelola limbah tersebut. Memang menjadi kasus, tapi akhirnya bisa diselesaikan tanpa perlu sampai ke ranah hukum. “Sejauh ini belum ada perusahaan yang belum memiliki instansi pengolahan limbah (Ipal), apalagi yang besar-besar,” katanya. (ris/ila)

ist/sumut pos
Sosialisasi: Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli saat sosialisasi Perda Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Limbah, di Jalan Badur, Medan Maimun. Lingkungan X, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, Minggu (7/10) kemarin.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wakil Ketua DPRD Medan Iswanda Ramli melakukan sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), di Jalan Badur Lingkungan X, Kelurahan Hamdan, Medan Maimun, Minggu (7/10) kemarin.

Pada sosialisasinya, anggota dewan yang akrab dipanggil Nanda ini menyampaikan, dalam penerapan perda ini dibutuhkan peran serta masyarakat. Artinya, tidak hanya Pemerintah Kota (Pemko) Medan saja menciptakan lingkungan tempat tinggal bersih, aman dari limbah.”Laporkan siapa saja baik itu perusahaan maupun oknum yang kedapatan membuang limbah ke sungai sehingga mencemari lingkungan,” kata Nanda.

Nanda meminta kepada Pemko Medan melalui Dinas Lingkungan Hidup bersikap tegas dan konsisten dalam menyikapi limbah B3 sesuai peraturan yang ada. “Berdasarkan fakta, Pemko Medan dinilai masih lemah melakukan pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan lingkungan hidup dalam melakukan usaha dan atau kegiatan di Kota Medan,” tuturnya.

Menurut Nanda, dampak dari pencemaran limbah B3 sangat membahayakan bagi kehidupan masyarakat. Seperti, potensi kegiatan yang menghasilkan pencemar limbah yang dilakukan oleh industri, rumah sakit, puskesmas, laboratorium, klinik bersalin, balai pengobatan, transportasi dan bengkel.

“Dinas Lingkungan Hidup Kota Medan dapat mengkaji ulang izin perusahaan dan lembaga lainnya yang membuang limbahnya, terutama ke sungai atau laut khususnya di Belawan. Sebab, hal tersebut dapat berdampak pada tangkapan-tangkapan ikan para nelayan yang akan dikonsumsi. Untuk itu, setiap perusahaan atau industri yang menghasilkan limbah B3 wajib menyediakan prasarana dan sarana pengolah limbah,” tegasnya.

Sebab, lanjut Nanda, seringkali mengabaikan membuang atau memasukkan pada sumber air yang mengalir. Padahal, ada sanksi penegakan hukum dengan ketentuan Undang-Undang RI No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.”Pelaku perusakan lingkungan hidup diancam pidana 1 tahun penjara dan denda minimal Rp1 miliar. Aturan ini harus benar-benar ditegakkan demi kelestarian lingkungan,” paparnya.

Nanda menambahkan, DPRD Medan terus berupaya untuk mendorong Dinas Lingkungan Hidup mengawasi limbah B3 tersebut agar serius melakukan penegakan hukum bagi yang melanggar aturan.

Sementara, sebelumnya mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Medan, Arief S Trinugroho mengatakan, secara studi yang telah dilakukan hingga 70 persen limbah cair itu berasal dari rumah tangga. Jadi, jangan dianggap kecil limbah rumah tangga ini. Sebab, dari yang kecil ini dengan jumlah rumah tangga hingga ratusan ribu bahkan ribuan maka menyumbang sangat besar.

“Pencemaran air limbah di sungai kawasan Medan ini hingga 70 persen justru bersumber dari rumah tangga. Jadi, sebetulnya ini yang perlu menjadi prioritas harus ditangani segera,” ungkap Arief beberapa waktu lalu.

Arief menuturkan, bagi rumah tangga yang sudah terlayani dengan perpipaan air limbah dan memiliki septic tank tentu tidak masalah. Namun, kalau belum ditangani hal ini yang menjadi masalah. Sebab, baru sebagian kecil saja wilayah yang terlayani oleh perpipaan air limbah. Artinya, air limbah dan air hujan sebagian besar masih bercampur di jaringan drainase baik tersier, sekunder maupun primer.

“Wilayah yang belum tertangani perpipaan air limbah perlu dicari solusi mengatasi limbah. Untuk itu, kita juga akan membangun sumur resapan di daerah-daerah yang visible dan tahun depan kita mengkaji lagi,” jelasnya.

Arief menyebutkan, pencemaran air sungai yang diakibatkan limbah cair di sisi lain diakibatkan juga dari industri. “Dari data yang kita awasi minimal 100 perusahaan per tahun, antara 20 hingga 30 perusahaan yang bermasalah mengenai pencemaran lingkungan dan kebanyakan terkait limbah cair atau limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya),”kata Arief.

Menurutnya, banyak perusahaan bermasalah dengan limbah B3 dikarenakan masih belum paham dengan aturan-aturan bagaimana mengelola limbah tersebut. Memang menjadi kasus, tapi akhirnya bisa diselesaikan tanpa perlu sampai ke ranah hukum. “Sejauh ini belum ada perusahaan yang belum memiliki instansi pengolahan limbah (Ipal), apalagi yang besar-besar,” katanya. (ris/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/