31 C
Medan
Wednesday, July 3, 2024

Saya Tahu Politik hanya Kepentingan

Mengunjungi RE Siahaan di Rutan Tanjung Gusta Medan (3)

Mencalonkan diri sebagai gubernur Sumut pada Pilgubsu 2008 lalu mungkin langkah paling mengejutkan yang pernah dilakukan RE Siahaan. Waktu itu, ia baru tiga tahun menjabat wali kota Siantar. Banyak kalangan mencibir, menuduhnya ambisius, tak cermat mengukur peluang. Tapi, seperti katanya, ia ingin menguji tuah badan.

PANDA MT SIALLAGAN, Tanjung Gusta

Cibiran dan tudingan itu bukan tanpa alasan. Saat itu Kota Pematangsiantar sedang dililit banyak masalah. DPRD Siantar sedang berseberangan dengannya sampai-sampai mengeluarkan keputusan tentang usulan pemberhentian dirinya sebagai wali kota. Selama menjabat, RE Siahaan memang terus digoyang, mulai dari tudingan pengarahan pemenang tender pembangunan bangsal RSU Djasamen Saragih, ruilslagh SMAN 4 Siantar, kasus CPNS-gate dan sebagainya.

Saat mencalon jadi gubsu itu, RE Siahaan berpasangan dengan Suherdi yang dikenal dengan akronim PASS. Lumayan heboh, sebab tokoh pluralis sekaliber almarhum Gus Dur pun turut mendukung pasangan ini. Gus Dur ketika itu menjabat Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), salah satu partai pengusungnya. Partai lumayan besar lain yang mengusung PASS adalah Partai Damai Sejahtera (PDS), sisanya partai gurem.

Saat ditanya apakah masih pernah berkomunikasi dengan Suherdi, RE Siahaan mengatakan tidak. Bukan hanya dengan Suherdi, ia mengaku tak pernah komunikasi dengan siapapun, sebab ponselnya hilang di LP Cipinang. Padahal, di ponsel itu tersimpan seluruh nama-nama dan nomor para rekan dan sahabat.

Menariknya lagi, saat bertarung merebut Kursi Sumut 1 itu, RE Siahaan sedang menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Pematangsiantar. Partai Demokrat sendiri ketika itu mengusung Abdul Wahab Dalimunthe-HM Syafii SH MHum berkoalisi dengan PAN dan PBR.

Banyak pihak menilai ia membangkang pada partai. Banyak pula kalangan yang menilai bahwa RE Siahaan tidak akan bertahan lama di Demokrat. Sebab sebagai ketua DPC, mestinya ia mendukung penuh kebijakan partai mengusung pasangan Abdul Wahab-HM Syafii. Pilgubsu usai, ia kembali menjalankan tugas sebagai wali kota Santar. Dan, tak lengser dari Demokrat. Ia tetap memegang tampuk Ketua DPC Partai Demokrat Siantar hingga akhirnya ditangkap KPK.
Tersiar kabar, nama RE Siahaan masuk dalam bursa calon Sekjen DPD Partai Demokrat Sumut yang sudah disusun oleh formatur. Apakah penangkapannya oleh KPK dilatarbelakangi kepentingan politik? Sayangnya, RE menolak bicara politik secara mendalam.

“Saya tak berpikir sejauh itu. Yang saya persoalkan, mengapa tiba-tiba saya ditahan? Saya dipanggil untuk pemeriksaan, tiba-tiba ditahan. Dan itu tadi, saya tidak terima dakwaan jaksa KPK itu. Harus dinyatakan batal demi hukum,” katanya.

RE Siahaan semangat lagi mengulas perkaranya, seolah sengaja melarikan topik diskusi dari ranah politik. Ia kembali membahas dakwaan jaksa. Ia mempertanyakan mengapa dalam perkara itu hanya dia sendiri yang jadi terdakwa. Padahal, baik dalam dakwaan primer maupun subsider, penuntut umum mendakwakan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dengan pasal itu, seharusnya ada pelaku atau terdakwa lain yang turut bersama-sama melakukan tindak pidana.
“Jadi tak jelas siapa yang melakukan, siapa yang menyuruh dan siapa yang ikut melakukan. Apa mungkin saya sendiri yang melakukan? Jika katanya ada perintah, tangkap dulu pelakunya. Setelah itu, baru kita cerita,” katanya.
Pembicaraan terhenti sejenak karena tiba-tiba Elfrida Hutapea menawarkan opsi pulang terlebih dahulu. Selama wawancara, istri dan putrinya lebih banyak diam. Hanya sesekali mereka bicara meralat atau meluruskan penjelasan RE yang kurang tepat .

“Sebaiknya begitu. Kalian pulanglah duluan. Sebentar ya!” ujar RE Siahaan sembari bangkit dari duduknya. Ia kemudian memeluk dan menciumi cucunya, Beatrix Tampubolon. RE Siahaan mengaku bangga dan sayang pada cucunya. “Iya, sangat bahagia. Kami tadi main-main di sini (pendopo, Red),” ujarnya.

Sebelum pulang, Elfrida Hutapea masih sempat menuang kopi dari termos, memenuhkan lagi cangkir Sumut Pos dan suaminya. “Nanti cangkirnya bapak bawa ke kamar ya,” ujarnya.

Setelah istri, putri dan cucunya pulang, perlahan-lahan Sumut Pos kembali mengajak RE Siahaan bicara tentang kemungkinan permainan politik di balik perkaranya. Tapi, ia tetap enggan bicara. Ketika didesak lagi, dengan berat hati, dia akhirnya menjawab sekenanya bahwa ia sudah mundur dari jabatan Ketua DPC Partai Demokrat Siantar. Ia mengaku tak mengetahui lagi dinamika partai itu sejak ditahan di LP Cipinang karena tak seorang pun datang berdiskusi padanya. Ia merasa dilupakan. Saat itulah RE Siahaan tampak agak sendu, merenung, dan matanya menerawang jauh.
“Sejak awal saya tahu politik adalah kepentingan. Setelah saya ditahan, tak satu pun petinggi-petinggi Demokrat berkunjung. Ngeri do bah (ngeri kali bah). Beda dengan Golkar yang bahkan menyiapkan pengacara untuk kadernya,” katanya dengan suara tertahan. Hening sejenak.

Dia mengaku justru terharu menerima kunjungan sekelompok pedagang yang hadir mengunjunginya di persidangan pekan lalu, sekaligus menjenguknya ke rutan dan membawanya buah-buahan. RE Siahaan memang lekat di hati sebagian rakyat Siantar. Ia dipuji atas gerakannya ‘menghitamkan’ Siantar, gerakan mengaspal hotmix seluruh jalan hingga gang-gang kecil di kota berhawa sejuk itu.

Lantas, bagaimana tanggapannya atas kemungkinan bebas dari Pengadilan Tipikor? RE Siahaan mengaku hanya berserah pada Tuhan. “Saya berserah pada Tuhan. Benar ada bupati Bekasi divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor, tapi itu perkara suap. Tak bisa disamakan dengan perkara saya. Namun berdasarkan logika hukum yang saya pahami, dakwaan jaksa yang tak jelas harus dihentikan dan saya harus dibebaskan, “ katanya.

Namun demikian, RE Siahaan sangat sadar, seandainya dia bebas akibat dakwaan jaksa yang tidak cermat dan tidak jelas, kerugian negara tidak mungkin hilang. Sebab, itu sudah dibukukan sesuai audit BPKP. Pertanggungjawaban atas kerugian negara itu akan berlanjut, dan orang-orang lain yang terlibat harus ikut diseret. Menurut RE Siahaan, perkaranya terkesan dipaksakan. Dia khawatir, hakim Tipikor ikut latah mengikuti kesalahan-kesalahan jaksa. Dalam hal ini, RE Siahaan juga menilai KPK telah melemparkan masalah berat kepada Pengadilan Tipikor.

“Saya khawatir hakim ikut latah mengikuti kesalahan jaksa. Logika saya, perkara ini tak mungkin dilanjut. Ini menarik kalo dibahas para pakar hukum. Namun apakah hakimnya berani? Kita lihat saja akhir persidangan,” katanya. (habis)

Mengunjungi RE Siahaan di Rutan Tanjung Gusta Medan (3)

Mencalonkan diri sebagai gubernur Sumut pada Pilgubsu 2008 lalu mungkin langkah paling mengejutkan yang pernah dilakukan RE Siahaan. Waktu itu, ia baru tiga tahun menjabat wali kota Siantar. Banyak kalangan mencibir, menuduhnya ambisius, tak cermat mengukur peluang. Tapi, seperti katanya, ia ingin menguji tuah badan.

PANDA MT SIALLAGAN, Tanjung Gusta

Cibiran dan tudingan itu bukan tanpa alasan. Saat itu Kota Pematangsiantar sedang dililit banyak masalah. DPRD Siantar sedang berseberangan dengannya sampai-sampai mengeluarkan keputusan tentang usulan pemberhentian dirinya sebagai wali kota. Selama menjabat, RE Siahaan memang terus digoyang, mulai dari tudingan pengarahan pemenang tender pembangunan bangsal RSU Djasamen Saragih, ruilslagh SMAN 4 Siantar, kasus CPNS-gate dan sebagainya.

Saat mencalon jadi gubsu itu, RE Siahaan berpasangan dengan Suherdi yang dikenal dengan akronim PASS. Lumayan heboh, sebab tokoh pluralis sekaliber almarhum Gus Dur pun turut mendukung pasangan ini. Gus Dur ketika itu menjabat Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), salah satu partai pengusungnya. Partai lumayan besar lain yang mengusung PASS adalah Partai Damai Sejahtera (PDS), sisanya partai gurem.

Saat ditanya apakah masih pernah berkomunikasi dengan Suherdi, RE Siahaan mengatakan tidak. Bukan hanya dengan Suherdi, ia mengaku tak pernah komunikasi dengan siapapun, sebab ponselnya hilang di LP Cipinang. Padahal, di ponsel itu tersimpan seluruh nama-nama dan nomor para rekan dan sahabat.

Menariknya lagi, saat bertarung merebut Kursi Sumut 1 itu, RE Siahaan sedang menjabat Ketua DPC Partai Demokrat Pematangsiantar. Partai Demokrat sendiri ketika itu mengusung Abdul Wahab Dalimunthe-HM Syafii SH MHum berkoalisi dengan PAN dan PBR.

Banyak pihak menilai ia membangkang pada partai. Banyak pula kalangan yang menilai bahwa RE Siahaan tidak akan bertahan lama di Demokrat. Sebab sebagai ketua DPC, mestinya ia mendukung penuh kebijakan partai mengusung pasangan Abdul Wahab-HM Syafii. Pilgubsu usai, ia kembali menjalankan tugas sebagai wali kota Santar. Dan, tak lengser dari Demokrat. Ia tetap memegang tampuk Ketua DPC Partai Demokrat Siantar hingga akhirnya ditangkap KPK.
Tersiar kabar, nama RE Siahaan masuk dalam bursa calon Sekjen DPD Partai Demokrat Sumut yang sudah disusun oleh formatur. Apakah penangkapannya oleh KPK dilatarbelakangi kepentingan politik? Sayangnya, RE menolak bicara politik secara mendalam.

“Saya tak berpikir sejauh itu. Yang saya persoalkan, mengapa tiba-tiba saya ditahan? Saya dipanggil untuk pemeriksaan, tiba-tiba ditahan. Dan itu tadi, saya tidak terima dakwaan jaksa KPK itu. Harus dinyatakan batal demi hukum,” katanya.

RE Siahaan semangat lagi mengulas perkaranya, seolah sengaja melarikan topik diskusi dari ranah politik. Ia kembali membahas dakwaan jaksa. Ia mempertanyakan mengapa dalam perkara itu hanya dia sendiri yang jadi terdakwa. Padahal, baik dalam dakwaan primer maupun subsider, penuntut umum mendakwakan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Dengan pasal itu, seharusnya ada pelaku atau terdakwa lain yang turut bersama-sama melakukan tindak pidana.
“Jadi tak jelas siapa yang melakukan, siapa yang menyuruh dan siapa yang ikut melakukan. Apa mungkin saya sendiri yang melakukan? Jika katanya ada perintah, tangkap dulu pelakunya. Setelah itu, baru kita cerita,” katanya.
Pembicaraan terhenti sejenak karena tiba-tiba Elfrida Hutapea menawarkan opsi pulang terlebih dahulu. Selama wawancara, istri dan putrinya lebih banyak diam. Hanya sesekali mereka bicara meralat atau meluruskan penjelasan RE yang kurang tepat .

“Sebaiknya begitu. Kalian pulanglah duluan. Sebentar ya!” ujar RE Siahaan sembari bangkit dari duduknya. Ia kemudian memeluk dan menciumi cucunya, Beatrix Tampubolon. RE Siahaan mengaku bangga dan sayang pada cucunya. “Iya, sangat bahagia. Kami tadi main-main di sini (pendopo, Red),” ujarnya.

Sebelum pulang, Elfrida Hutapea masih sempat menuang kopi dari termos, memenuhkan lagi cangkir Sumut Pos dan suaminya. “Nanti cangkirnya bapak bawa ke kamar ya,” ujarnya.

Setelah istri, putri dan cucunya pulang, perlahan-lahan Sumut Pos kembali mengajak RE Siahaan bicara tentang kemungkinan permainan politik di balik perkaranya. Tapi, ia tetap enggan bicara. Ketika didesak lagi, dengan berat hati, dia akhirnya menjawab sekenanya bahwa ia sudah mundur dari jabatan Ketua DPC Partai Demokrat Siantar. Ia mengaku tak mengetahui lagi dinamika partai itu sejak ditahan di LP Cipinang karena tak seorang pun datang berdiskusi padanya. Ia merasa dilupakan. Saat itulah RE Siahaan tampak agak sendu, merenung, dan matanya menerawang jauh.
“Sejak awal saya tahu politik adalah kepentingan. Setelah saya ditahan, tak satu pun petinggi-petinggi Demokrat berkunjung. Ngeri do bah (ngeri kali bah). Beda dengan Golkar yang bahkan menyiapkan pengacara untuk kadernya,” katanya dengan suara tertahan. Hening sejenak.

Dia mengaku justru terharu menerima kunjungan sekelompok pedagang yang hadir mengunjunginya di persidangan pekan lalu, sekaligus menjenguknya ke rutan dan membawanya buah-buahan. RE Siahaan memang lekat di hati sebagian rakyat Siantar. Ia dipuji atas gerakannya ‘menghitamkan’ Siantar, gerakan mengaspal hotmix seluruh jalan hingga gang-gang kecil di kota berhawa sejuk itu.

Lantas, bagaimana tanggapannya atas kemungkinan bebas dari Pengadilan Tipikor? RE Siahaan mengaku hanya berserah pada Tuhan. “Saya berserah pada Tuhan. Benar ada bupati Bekasi divonis bebas oleh Pengadilan Tipikor, tapi itu perkara suap. Tak bisa disamakan dengan perkara saya. Namun berdasarkan logika hukum yang saya pahami, dakwaan jaksa yang tak jelas harus dihentikan dan saya harus dibebaskan, “ katanya.

Namun demikian, RE Siahaan sangat sadar, seandainya dia bebas akibat dakwaan jaksa yang tidak cermat dan tidak jelas, kerugian negara tidak mungkin hilang. Sebab, itu sudah dibukukan sesuai audit BPKP. Pertanggungjawaban atas kerugian negara itu akan berlanjut, dan orang-orang lain yang terlibat harus ikut diseret. Menurut RE Siahaan, perkaranya terkesan dipaksakan. Dia khawatir, hakim Tipikor ikut latah mengikuti kesalahan-kesalahan jaksa. Dalam hal ini, RE Siahaan juga menilai KPK telah melemparkan masalah berat kepada Pengadilan Tipikor.

“Saya khawatir hakim ikut latah mengikuti kesalahan jaksa. Logika saya, perkara ini tak mungkin dilanjut. Ini menarik kalo dibahas para pakar hukum. Namun apakah hakimnya berani? Kita lihat saja akhir persidangan,” katanya. (habis)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/