25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Tolak Pertamax, Pindah ke Gas

Soal Pembatasan BBM Bersubsidi

MEDAN-Banyak rencana yang digagas pemerintah terkait pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Mulai pengalihan premium ke pertamax, solar ke Pertamina DEX, hingga memakai Bahan Bakar Gas (BBG).

Masalahnya, pengalihan BBM ke BBG ternyata membutuhkan sebuah alat yang dinilai bisa menjadi alternatif dalam pembatasan BBM bersubsidi yakni converter kit. “Converter kit itu sebenarnya alat penambahan untuk kendaraan, yang biasa pakai BBM, bisa pakai gas,” ungkap general Manager PT Autogas Indonesia, Christianti di Jakarta
Dia menjelaskan, fungsi dari converter kit adalah pengguna kendaraan bisa memilih menggunakan BBM atau BBG.

Sehingga, ketika pemerintah memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi, yang salah satunya adalah dengan memberlakukan conversi BBM ke gas, masyarakat bisa menentukan pilihannya. “Jadi kalau dengan converter kit, bisa pakai gas atau BBM, punya dua pilihan,” tambahnya.

Sayangnya, kesiapan pemerintah ternyata belum maksimal. Bahkan, untuk Pulau Jawa yang rencananya mulai dibatasi pada 1 April mendatang, pemerintah belum menyiapkan pasokan converter kit yang mencukupi untuk peralihan ke BBG di seluruh daerah itu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan kebutuhan converter kit untuk Jawa dan Bali diperkirakan mencapai 250 ribu unit. “Itu untuk Jawa Bali. Tapi, nanti kalau persediaan converter kit-nya belum semuanya, mungkin bertahap lagi. 1 April mungkin Jabodetabek dulu,” kata Jero usai rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, kemarin.

Selain untuk kendaraan angkutan umum, conveter kit menjadi alternatif bagi mobil pribadi yang enggan beralih ke Pertamax. Namun, harga converter kit ini masih cukup mahal, yakni antara Rp10 juta hingga Rp15 juta. Untuk angkutan umum, converter akan dibagikan gratis. Sedangkan untuk kendaraan pribadi, tetap harus membeli sendiri.
Jero mengatakan, untuk masyarakat menengah ke atas, memang akan lebih baik jika langsung menggunakan Pertamax. “Tetapi untuk masyarakat kelas menengah ke bawah ini tidak mampu membeli Pertamax, kami akan mendorong membeli gas. Untuk membeli gas ada peralatan yang harus ada, satu di mobilnya sendiri harus ada converter kit dan inilah yang harus kita urus,” kata Jero.

Sebelumnya di kompleks Istana Kepresidenan, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyambut positif jika PT DI akan memproduksi converter untuk mendukung kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Namun dia menggarisbawahi, hal itu tidak bisa dilakukan serta-merta dan terburu-buru.

“Kita bangga nanti kalau punya produk nasional untuk itu, Tapi, semuanya harus melalui suatu proses, pengujian, pengetesan,” kata Hatta.

Dia mengatakan, hingga pengujian selesai dilakukan, converter itu baru bisa digunakan. “Kita ingin semuanya safe. Asas-asas safety itu number one,” imbuhnya.

Besan Presiden SBY itu mengatakan, rencananya converter akan dibagikan secara gratis untuk angkutan umum (pelat kuning). Sementara untuk kendaraan pribadi (pelat hitam), pemerintah tengah memikirkan cara untuk memberikan subsidi. “Subsidi misalnya, ada kemudahan-kemudahan,” katanya.

Terkait dengan pro kontra jelang penerapan pembatasan BBM bersubsidi, Hatta memilih tidak banyak komentar dan fokus pada tahap persiapannya. “Persiapan berjalan saja, sebanyak mungkin kita bangun SPBG-nya, sebanyak mungkin menyediakan converternya,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, pemerintah melalui kementerian ESDM sudah membentuk dua tim, yakni tim sosialisasi dan tim pengawasan. Tujuannya proyek pengalihan ke BBG itu bisa sukses karena hemat dan membuat udara bersih. “Kita lakukan bertahap. Sekarang ini kita mulai saja, jangan menunggu April. Pokoknya jalan sekarang, yang dipercepat persiapannya,” urainya.

Terkait dengan itu, soal pembatasan BBM subsidi yang rencananya mulai diterapkan pemerintah tahun depan di Sumatera wajib disikapi pemerintah daerah dengan bijak. Hal inilah yang diminta DPRD Sumut terhadap Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu).

Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut T Dirkhansyah mengatakan, pembatasa subsidi BBM tersebut akan diterapkan pada orang per orang atau bersifat individu. Tapi, tetap saja dan acapkali terjadi, pencabutan subsidi akan berdampak pada sektor lain yang terkait, terutama sisi perekonomian. “Meskipun kita belum tahu akan seperti apa pelaksanaannya, setidaknya Pemprovsu bisa membangun strategi agar pembatasan BBM itu tidak berdampak luas di Sumut,” ungkapnya seusai memimpin Rapat Kerja dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah jajaran urusan perekonomian Pemprovsu, Senin (9/1).

Politisi dari Fraksi Demokrat ini menambahkan, Pemprovsu harus menyiapkan infrastruktur terkait pembatasansubsidi BBM itu. Baik itu dengan melakukan sosialisasi pada masyarakat secara luas, mengenai siapa atau kalangan masyarakat yang mana sebenarnya yang nantinya akan terkena pembatasan subsidi tersebut. “Mau tak mau harus dihadapi. Dan, Sumut harusnya sudah siap dengan rencana pemerintah pusat tersebut,” tambahnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Sumut HM Affan SS menegaskan, agar pemberlakuan aturan itu juga didasarkan peraturan yang jelas dan tegas. “Rencana itu bagus, namun mesti didasarkan oleh aturan yang jelas. Agar tidak menjadi simpang siur di masyarakat, sehingga membingungkan masyarakat itu sendiri,” katanya.

Terkait hal itu, Asisten Perekonomian Sumut, Djaili Azwar mengakui, pihaknya sejauh ini masih akan melakukan pemantauan dan antisipasi atas dampak yang akan ditimbulkan dari pembatasan subsidi tersebut. Langkah antisipatif yang akan dilakukan di antaranya, penyaluran sejumlah program pemerintah seperti pupuk bersubsidi, penyaluran raskin dan lainnya harus tepat waktu. “Pelayanan pada masyarakat juga jangan sampai ada lagi yang dipermainkan. Infrastruktur juga akan kita maksimalkan,” bebernya.

Menurutnya, Pembatasan subsidi BBM ini akan berdampak besar di masyarakat. Kata dia, otomatis dicabutnya subsidi itu membuat aksesibilitas masyarakat terhadap minyak subsidi akan semakin terbatas. “Jadi, jangan ada lagi pelayanan kita yang memberatkan masyarakat. Sebenarnya kalau boleh di bilang, kebijakan tersebut cukup riskan diterapkan. Namun karena itu kebijakan pusat, pemerintah daerah harus mengawalnya jangan sampai menimbulkan keluhan di masyarakat,” terang Djaili. (sof/fal/jpnn/ari)

Soal Pembatasan BBM Bersubsidi

MEDAN-Banyak rencana yang digagas pemerintah terkait pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Mulai pengalihan premium ke pertamax, solar ke Pertamina DEX, hingga memakai Bahan Bakar Gas (BBG).

Masalahnya, pengalihan BBM ke BBG ternyata membutuhkan sebuah alat yang dinilai bisa menjadi alternatif dalam pembatasan BBM bersubsidi yakni converter kit. “Converter kit itu sebenarnya alat penambahan untuk kendaraan, yang biasa pakai BBM, bisa pakai gas,” ungkap general Manager PT Autogas Indonesia, Christianti di Jakarta
Dia menjelaskan, fungsi dari converter kit adalah pengguna kendaraan bisa memilih menggunakan BBM atau BBG.

Sehingga, ketika pemerintah memberlakukan pembatasan BBM bersubsidi, yang salah satunya adalah dengan memberlakukan conversi BBM ke gas, masyarakat bisa menentukan pilihannya. “Jadi kalau dengan converter kit, bisa pakai gas atau BBM, punya dua pilihan,” tambahnya.

Sayangnya, kesiapan pemerintah ternyata belum maksimal. Bahkan, untuk Pulau Jawa yang rencananya mulai dibatasi pada 1 April mendatang, pemerintah belum menyiapkan pasokan converter kit yang mencukupi untuk peralihan ke BBG di seluruh daerah itu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengatakan kebutuhan converter kit untuk Jawa dan Bali diperkirakan mencapai 250 ribu unit. “Itu untuk Jawa Bali. Tapi, nanti kalau persediaan converter kit-nya belum semuanya, mungkin bertahap lagi. 1 April mungkin Jabodetabek dulu,” kata Jero usai rapat koordinasi di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, kemarin.

Selain untuk kendaraan angkutan umum, conveter kit menjadi alternatif bagi mobil pribadi yang enggan beralih ke Pertamax. Namun, harga converter kit ini masih cukup mahal, yakni antara Rp10 juta hingga Rp15 juta. Untuk angkutan umum, converter akan dibagikan gratis. Sedangkan untuk kendaraan pribadi, tetap harus membeli sendiri.
Jero mengatakan, untuk masyarakat menengah ke atas, memang akan lebih baik jika langsung menggunakan Pertamax. “Tetapi untuk masyarakat kelas menengah ke bawah ini tidak mampu membeli Pertamax, kami akan mendorong membeli gas. Untuk membeli gas ada peralatan yang harus ada, satu di mobilnya sendiri harus ada converter kit dan inilah yang harus kita urus,” kata Jero.

Sebelumnya di kompleks Istana Kepresidenan, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyambut positif jika PT DI akan memproduksi converter untuk mendukung kebijakan pembatasan BBM bersubsidi. Namun dia menggarisbawahi, hal itu tidak bisa dilakukan serta-merta dan terburu-buru.

“Kita bangga nanti kalau punya produk nasional untuk itu, Tapi, semuanya harus melalui suatu proses, pengujian, pengetesan,” kata Hatta.

Dia mengatakan, hingga pengujian selesai dilakukan, converter itu baru bisa digunakan. “Kita ingin semuanya safe. Asas-asas safety itu number one,” imbuhnya.

Besan Presiden SBY itu mengatakan, rencananya converter akan dibagikan secara gratis untuk angkutan umum (pelat kuning). Sementara untuk kendaraan pribadi (pelat hitam), pemerintah tengah memikirkan cara untuk memberikan subsidi. “Subsidi misalnya, ada kemudahan-kemudahan,” katanya.

Terkait dengan pro kontra jelang penerapan pembatasan BBM bersubsidi, Hatta memilih tidak banyak komentar dan fokus pada tahap persiapannya. “Persiapan berjalan saja, sebanyak mungkin kita bangun SPBG-nya, sebanyak mungkin menyediakan converternya,” katanya.

Saat ini, lanjut dia, pemerintah melalui kementerian ESDM sudah membentuk dua tim, yakni tim sosialisasi dan tim pengawasan. Tujuannya proyek pengalihan ke BBG itu bisa sukses karena hemat dan membuat udara bersih. “Kita lakukan bertahap. Sekarang ini kita mulai saja, jangan menunggu April. Pokoknya jalan sekarang, yang dipercepat persiapannya,” urainya.

Terkait dengan itu, soal pembatasan BBM subsidi yang rencananya mulai diterapkan pemerintah tahun depan di Sumatera wajib disikapi pemerintah daerah dengan bijak. Hal inilah yang diminta DPRD Sumut terhadap Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu).

Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut T Dirkhansyah mengatakan, pembatasa subsidi BBM tersebut akan diterapkan pada orang per orang atau bersifat individu. Tapi, tetap saja dan acapkali terjadi, pencabutan subsidi akan berdampak pada sektor lain yang terkait, terutama sisi perekonomian. “Meskipun kita belum tahu akan seperti apa pelaksanaannya, setidaknya Pemprovsu bisa membangun strategi agar pembatasan BBM itu tidak berdampak luas di Sumut,” ungkapnya seusai memimpin Rapat Kerja dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah jajaran urusan perekonomian Pemprovsu, Senin (9/1).

Politisi dari Fraksi Demokrat ini menambahkan, Pemprovsu harus menyiapkan infrastruktur terkait pembatasansubsidi BBM itu. Baik itu dengan melakukan sosialisasi pada masyarakat secara luas, mengenai siapa atau kalangan masyarakat yang mana sebenarnya yang nantinya akan terkena pembatasan subsidi tersebut. “Mau tak mau harus dihadapi. Dan, Sumut harusnya sudah siap dengan rencana pemerintah pusat tersebut,” tambahnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Sumut HM Affan SS menegaskan, agar pemberlakuan aturan itu juga didasarkan peraturan yang jelas dan tegas. “Rencana itu bagus, namun mesti didasarkan oleh aturan yang jelas. Agar tidak menjadi simpang siur di masyarakat, sehingga membingungkan masyarakat itu sendiri,” katanya.

Terkait hal itu, Asisten Perekonomian Sumut, Djaili Azwar mengakui, pihaknya sejauh ini masih akan melakukan pemantauan dan antisipasi atas dampak yang akan ditimbulkan dari pembatasan subsidi tersebut. Langkah antisipatif yang akan dilakukan di antaranya, penyaluran sejumlah program pemerintah seperti pupuk bersubsidi, penyaluran raskin dan lainnya harus tepat waktu. “Pelayanan pada masyarakat juga jangan sampai ada lagi yang dipermainkan. Infrastruktur juga akan kita maksimalkan,” bebernya.

Menurutnya, Pembatasan subsidi BBM ini akan berdampak besar di masyarakat. Kata dia, otomatis dicabutnya subsidi itu membuat aksesibilitas masyarakat terhadap minyak subsidi akan semakin terbatas. “Jadi, jangan ada lagi pelayanan kita yang memberatkan masyarakat. Sebenarnya kalau boleh di bilang, kebijakan tersebut cukup riskan diterapkan. Namun karena itu kebijakan pusat, pemerintah daerah harus mengawalnya jangan sampai menimbulkan keluhan di masyarakat,” terang Djaili. (sof/fal/jpnn/ari)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/