30 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Nelayan Tradisional Sweeping Kapal Pukat Tarik Dua

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak diterapkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) 71/2016 tentang alat tangkap, terus menimbulkan gejolak bagi kalangan nelayan di Belawan. Nelayan tardisional atau skala kecil kembali melakukan sweeping terhadap 2 unit kapal pukat tarik dua dan kapal pukat layang di perairan Bagan Deli, Belawan, Selasa (8/1) sore. Kisruh dua kelompok nelayan skala kecil itu telah ditangani Ditpolair Polda Sumut.

Tindakan main hakim sendiri yang dilakukan nelayan dari Bagan Deli terhadap nelayan dari Kampung Kurnia, terjadi saat kapal menggunakan alat tangkap yang melanggar Permen KP 71/2016 melintas di kawasan perairan Bagan Deli.

Lantas, kelompok nelayan tradisional itu mensweeping dengan menangkap 3 unit kapal bertonase 5 GT tersebut. Keributan antar nelayan itu mendapat respon petugas Polair dengan datang ke lokasi. Kemudian, kapal yang disweeping diboyong ke Mako Ditpolair.

Nelayan pukat teri, Syahrial menyesalkan sikap dari nelayan Bagan Deli yang menangkap kapal mereka. Padahal, mereka melaut untuk mencari makan bukan mencuri. Seharusnya, pemerintah yang disalahkan, karena sampai saat ini belum didistribusikan alat tangkap pengganti.

Selain itu, kata Syahril, mereka kesalkan penangkapan dan sweeping yang dilakukan nelayan Bagan Deli, terkesan untuk menekan mereka, agar mendapat kesepakatan keuntungan bila mereka ingin tetap melaut. Namun, kesepakatan itu tidak mereka terima.

“Kami melaut mau cari makan untuk anak istri, masa kami dilarang melaut sampai alat pengganti turun. Mau makan apa anak istri kami, apalagi adanya kesepakatan yang harus kami terima, agar kami bisa melaut, ini tidak benar,” kesal Syahrial.

Terpisah Kasubdit Gakkum Ditpolair Polda Sumut, AKBP Nagari Siahaan mengatakan, pihaknya selalu melakukan pengawasan terhadap kapal yang terlarang, pihaknya sudah menegaskan agar nelayan tradisional untuk tidak main hakim sendiri.

“Kasus itu sudah kita tangani, untuk alat tangkapnya akan kita sita, sedangkan kapal dan nelayan akan kita pulangkan. Kita minta kepada nelayan jangan saling ribut, serahkan ke kita kalau ada masalah. Bila terjadi hakim sendiri, melanggar pidana, akan kita proses secara hukum,” tegas Nagari.

Menanggapi itu, Ketua Kelompok Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Medan, M Isa Al Basir membantah tindakan yang mereka lakukan untuk kepentingan, mereka menindak itu murni, karena tidak ingin kapal pukat tarik dua melaut merusak biota laut dan melanggar Permen KP 71/2016.

“Yang jelas, kesepakatan itu melarang kapal pukat tarik dua melaut. Tidak ada kesepakatan lain. Kalau memang mereka mau melaut, silahkan ke pak wali kota atau ke Polair, biar dicari tahu solusinya,” ungkap Basir.

Ditegaskan Basir, selama peraturan itu belum ditarik, mereka tetap mengawasi kegiatan kapal ikan yang melakukan ilegal fishing. Pihaknya juga selalu kordinasi dengan Polair, karena tidak ada tindakan makanya nelayan tradisional main hakim sendiri.

“Kita tangkap bukan mau kita hakimi, kita cuma ingin melarang melaut. Itu untung saja saya ada, kalau tidak pasti dibakar sama nelayan. Makanya, kami serahkan kasus itu ke Polair,” beber Basir.(fac/ila)

.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sejak diterapkannya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) 71/2016 tentang alat tangkap, terus menimbulkan gejolak bagi kalangan nelayan di Belawan. Nelayan tardisional atau skala kecil kembali melakukan sweeping terhadap 2 unit kapal pukat tarik dua dan kapal pukat layang di perairan Bagan Deli, Belawan, Selasa (8/1) sore. Kisruh dua kelompok nelayan skala kecil itu telah ditangani Ditpolair Polda Sumut.

Tindakan main hakim sendiri yang dilakukan nelayan dari Bagan Deli terhadap nelayan dari Kampung Kurnia, terjadi saat kapal menggunakan alat tangkap yang melanggar Permen KP 71/2016 melintas di kawasan perairan Bagan Deli.

Lantas, kelompok nelayan tradisional itu mensweeping dengan menangkap 3 unit kapal bertonase 5 GT tersebut. Keributan antar nelayan itu mendapat respon petugas Polair dengan datang ke lokasi. Kemudian, kapal yang disweeping diboyong ke Mako Ditpolair.

Nelayan pukat teri, Syahrial menyesalkan sikap dari nelayan Bagan Deli yang menangkap kapal mereka. Padahal, mereka melaut untuk mencari makan bukan mencuri. Seharusnya, pemerintah yang disalahkan, karena sampai saat ini belum didistribusikan alat tangkap pengganti.

Selain itu, kata Syahril, mereka kesalkan penangkapan dan sweeping yang dilakukan nelayan Bagan Deli, terkesan untuk menekan mereka, agar mendapat kesepakatan keuntungan bila mereka ingin tetap melaut. Namun, kesepakatan itu tidak mereka terima.

“Kami melaut mau cari makan untuk anak istri, masa kami dilarang melaut sampai alat pengganti turun. Mau makan apa anak istri kami, apalagi adanya kesepakatan yang harus kami terima, agar kami bisa melaut, ini tidak benar,” kesal Syahrial.

Terpisah Kasubdit Gakkum Ditpolair Polda Sumut, AKBP Nagari Siahaan mengatakan, pihaknya selalu melakukan pengawasan terhadap kapal yang terlarang, pihaknya sudah menegaskan agar nelayan tradisional untuk tidak main hakim sendiri.

“Kasus itu sudah kita tangani, untuk alat tangkapnya akan kita sita, sedangkan kapal dan nelayan akan kita pulangkan. Kita minta kepada nelayan jangan saling ribut, serahkan ke kita kalau ada masalah. Bila terjadi hakim sendiri, melanggar pidana, akan kita proses secara hukum,” tegas Nagari.

Menanggapi itu, Ketua Kelompok Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Medan, M Isa Al Basir membantah tindakan yang mereka lakukan untuk kepentingan, mereka menindak itu murni, karena tidak ingin kapal pukat tarik dua melaut merusak biota laut dan melanggar Permen KP 71/2016.

“Yang jelas, kesepakatan itu melarang kapal pukat tarik dua melaut. Tidak ada kesepakatan lain. Kalau memang mereka mau melaut, silahkan ke pak wali kota atau ke Polair, biar dicari tahu solusinya,” ungkap Basir.

Ditegaskan Basir, selama peraturan itu belum ditarik, mereka tetap mengawasi kegiatan kapal ikan yang melakukan ilegal fishing. Pihaknya juga selalu kordinasi dengan Polair, karena tidak ada tindakan makanya nelayan tradisional main hakim sendiri.

“Kita tangkap bukan mau kita hakimi, kita cuma ingin melarang melaut. Itu untung saja saya ada, kalau tidak pasti dibakar sama nelayan. Makanya, kami serahkan kasus itu ke Polair,” beber Basir.(fac/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/