32 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Pemkab Karo Tak Malu, Pesta Bunga dan Buah Tak Masuk Kalender Wisata Nasional

PAWAI: Peserta pawai pada Festival Buah dan Bunga di Berastagi pada 2017 lalu. Event tahunan ini tak masuk kalender wisata nasional.

KARO, SUMUTPOS.CO – Karo merupakan salah satu kabupaten dan daerah wisata yang sudah sangat poluler di Indonesia, bahkan hingga mancanegara. Meski keindahan alamnya tak terbantahkan lagi, ternyata dataran tinggi penghasil buah dan sayur mayur ini tak masuk dalam 100 Calendar of Events (CoE) Wonderful Indonesia 2019 yang dirilis Kementerian Pariwisata.

KENYATAAN pahit ini seharusnya jadi tamparan keras bagi Pemkab Karo, terutama Dinas Pariwisata Karo. Tak masuknya daerah yang diapit dua gunung berapi Sinabung dan Sibayak dalam kalender wisata nasional ini adalah bukti ketidakmampuan Dinas Pariwisata memanfaatkan peluang untuk mengemas sebuah event berstandar internasional.

Jangankan menciptakan event baru, event tahunan yang sudah adan

seperti Pestival Bunga dan Buah pun tak mampu dirangkai dengan baik dan serius. Penyelenggaraan pesta rakyat yang digelar tiap awal bulan Juli itu dianggap monoton, hingga tak mampu menarik minat pengunjung.

Padahal tahun 2017 lalu, event ini sudah masuk dalam kalender wisata nasional. Namun tahun 2018 dan 2019 ini Pesta Bunga dan Buah tereminilasi. Hal ini jelas termasuk kemunduran yang merugikan masyarakat Karo dan pelaku wisata. “Alamnya sangat indah, tempat wisatanya juga banyak dan tak kalah dengan daerah lain, tapi tak masuk kalender wisata nasional, kan malu kita,” kritik Jhon Ginting, salah seorang warga Kabanjahe. Kenyataan ini membuktikan Pemkab Karo dan Dinas Pariwisatanya tak mampu bekerja dan menciptakan event berstandar internasional. “Modal awal sudah ada, hanya saja status daerah wisata ini yang tak bisa pemerintah daerah kelola untuk menciptakan event,” katanya.

Sementara itu, Pemkab Karo melalui Kepala Dinas Pariwisata Mulia Barus yang dikonfirmasi, Rabu (9/1) siang, mengaku tak malu meski Kabupaten Karo tak masuk kalender wisata nasional. “Iya, daerah kita memang tak masuk. Ngapain kita malu, masuk pun tak ada juga gunanya. Nggak ada bantuan apa-apa ke sini,” katanya.

Dipaparkan Mulia, tahun 2017 lalu Pesta Bunga dan Buah masuk dalam kalender wisata nasional. Namun hal itu memberikan dampak dan keuntungan apapun bagi Karo. “Masuk pun tak ada untungnya. Pesta Danau Toba pun tak masuk dalam 10 besar,” ungkapnya.

Lalu apa upaya pihaknya untuk mendongkrat sektor wisata Karo? Ditanya demikian, Mulia mengaku akan meningkatkan mutu gelaran event-event yang sudah ada. “Kita tingkatkan dan ciptakan event lagi. Seperti event Sinabung Tour sudah saya rancang dan usulkan,” jawabnya.

Menurut Mulia, selama ini Pemda Karo dan pihaknya tak tinggal diam untuk mendongkrak sektor wisata. Pihaknya juga sudah mengajukan Raperda Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Karo ke Kementerian Parawisata.

Muatan pada RIPPDA yang telah diusulkan meliputi pemanfaatan SDA yang berpotensi dan dimiliki masing-masing desa maupun Wilayah di Kabupaten Karo. Muatan lokal tersebut untuk mengembangkan icon-icon yang sudah melekat di daerah tersebut. “Pesta Bunga dan Buah, Pesta Budaya Mejuah-juah yang sudah terkenal,” terangnya. Sebelumnya pihak Kementerian Pariwisata lanjut Mulia, sudah setuju merealisasikan anggaran yang pihaknya usulkan. “Kita sudah melobi Kementerian Pariwisata belum lama ini. Kita usulkan anggaran Rp 17 miliar, namun yang disetujui sekitar Rp 6 miliar,” paparnya.

Apakah dana tersebut sudah dikucurkan? Mulia mengaku belum. “Kita tunggu saya, mudah-mudahan awal tahun ini dananya sudah turun,” harapnya seraya mengingatkan Kabupaten Karo juga masuk Kawasan Strategis Parawisata Nasional (KSPN) Danau Toba.

Maksimalkan 3 Event Pariwisata Nasional 2019

Sementara, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Utara mengakui, cuma ada tiga even pariwisata berskala nasional pada 2019. Namun begitu, untuk even skala lokal Disbudpar Sumut sudah merencanakan bakal ada penambahan.

Kadisbudpar Sumut Hidayati mengatakan, guna mendukung suksesi tiga even besar itu, pihaknya sudah mengalokasikan anggaran pada tahun ini dan siap berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait terutama pelaku-pelaku pariwisata. “Kami juga segera melakukan inventarisasi kebutuhan wisatawan di daerah (wisata) tersebut. Misalnya seperti Nias saat ini kami sudah melakukan sinergi dengan pemda setempat untuk inventarisasi kondisi infrastruktur dan sarana prasarananya,” katanya kepada Sumut Pos, Rabu (9/1).

Pihaknya mengamini, infrastruktur dan akses yang semakin mudah menuju destinasi wisata di Sumut jadi salah satu faktor penunjang peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Karenanya hal itu penting untuk disinergikan dengan pemda yang berada di kawasan wisata. “Dan dalam waktu dekat kami akan melakukan pembinaan kuliner halal kepada pelaku-pelaku kuliner, sehingga wisatawan Muslim tidak ragu untuk makan dan minum di area wisata selama berkunjung ke sana,” katanya.

Bahkan tak hanya itu, Disbudpar Sumut telah berencana pada 2019 akan lebih gencar mengadakan promosi dan menggelar even-even berskala internasional. Secara pribadi, Hidayati berniat akan menggali potensi wisata lain seperti Tanah Karo, Bahorok, Langkat, Kepulauan Nias dan Mandailing Natal. “Program ini sudah saya masukkan di APBD 2019. Kita juga akan coba menjadi tuan rumah Nias Sale 2019 seperti Sabang Sale 2017 yang merupakan program pusat (Kemenpar). Kemudian promosi-promosi kita harus lebih ditingkatkan sampai ke luar negeri. Lalu akan lebih banyak melaksanakan even dengan skala internasional, sehingga pariwisata kita yang ada di Sumut dapat lebih mendunia,” ungkapnya.

Diakui dia, dibutuhkan satu persepsi dan dukungan banyak pihak guna mewujudkan Sumut menjadi tuan rumah Sale Nias 2019. Terlebih Kemenpar siap mendanai semua rangkaian kegiatan itu jika Sumut benar-benar siap sebagai tuan rumah. “Ini memerlukan semua potensi, tidak hanya pelaku pariwisata semata. Para kepala daerah pun harus ikut andil merealisasikannya. Apalagi inikan dalam rangka mencapai satu juta pengunjung (wisman) tahun depan. Dan saya tidak hanya ingin fokus Danau Toba saja, juga Bahorok-Langkat, Nias serta Mandina dengan berbagai situs sejarah yang terdapat disana akan lebih kita kembangkan Begitu juga Batubara yang dekat dengan Pelabuhan Kualatanjung bisa kita kembangkan juga. Empat wilayah ini saja dulu kita kerjakan dan fokus tahun depan, itu sudah keren,” pungkasnya.

Anggota Komisi E DPRD Sumut, Zulfikar, berharap dengan digelarnya ketiga even itu bisa meningkatkan pariwisata di Sumut terutama di tiga daerah tersebut. Kata dia, Pemprovsu beserta pemda setempat harus benar-benar mempersiapkan diri sematang-matangnya agar even ini diharapkan bisa mendongkrak pariwisata Sumut yang lesuh. “Even ini juga bisa sebagai sarana evaluasi, sejauh mana objek-objek wisata di Sumut diminati, maka dibutuhkan survey terhadap respon pewisata terhadap pariwisata Sumut dan survey tadi dijadikan alat untuk melakukan perbaikan secara gradual,” ujar politisi PKS itu.

Khusus daerah-daerah yang belum ditunjuk sebagai lokasi pelaksanaan even, menurutnya bisa dijadikan pemicu untuk melakukan evaluasi tentang perhatian bersama terhadap sektor pariwisata di daerah tersebut. “Dari sisi potensi kita punya potensi yang besar, hanya saja sayang sekali perhatian kita terhadap sektor wisata ini masih kurang,” katanya.

Diketahui, dari 100 lebih even pariwisata nasional 2019, Sumut hanya kebagian tiga even saja yaitu Horas Samosir Fiesta (3-5 Maret), Festival Ya’ahowu (16-20 November), dan Festival Danau Toba (9-12 Desember). Daftar even pariwisata skala nasional ini bertujuan untuk meningkatkan 20 juta Kunjungan wisman selama 2019. Guna mewujudkan target tersebut, Kemenpar RI mengusung tema The Winner: Wonderful Indonesia Energy. Tema ini sengaja diangkat sebagai landasan spirit dan strategi untuk menjadi pemenang. Bahkan untuk mengikuti tren berwisata kaum milenial yang serba digital, Kemenpar RI merilis CoE 2019. Menurut Menpar Arief Yahya keberadaannya terbukti efektif untuk mempromosikan suatu destinasi atau event sehingga viral dan dikunjungi banyak orang.

Penyusunan CoE 2019 melibatkan enam orang yang berkompeten di bidangnya. Beberapa diantaranya adalah Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pariwisata Bidang Media dan Komunikasi, Taufik Rahzen, yang memberikan penilaian tentang media value event; Stafsus Menpar Bidang Komunikasi, Don Kardono; Taufik Rahzen yang menilai cultural value; Denny Malik; Dynand Fariz; Jacky Mussry yang menilai commercial value; dan Eko “PeCe” Supriyanto yang merupakan koreografer opening ceremony Asian Games 2018. (deo/prn)

PAWAI: Peserta pawai pada Festival Buah dan Bunga di Berastagi pada 2017 lalu. Event tahunan ini tak masuk kalender wisata nasional.

KARO, SUMUTPOS.CO – Karo merupakan salah satu kabupaten dan daerah wisata yang sudah sangat poluler di Indonesia, bahkan hingga mancanegara. Meski keindahan alamnya tak terbantahkan lagi, ternyata dataran tinggi penghasil buah dan sayur mayur ini tak masuk dalam 100 Calendar of Events (CoE) Wonderful Indonesia 2019 yang dirilis Kementerian Pariwisata.

KENYATAAN pahit ini seharusnya jadi tamparan keras bagi Pemkab Karo, terutama Dinas Pariwisata Karo. Tak masuknya daerah yang diapit dua gunung berapi Sinabung dan Sibayak dalam kalender wisata nasional ini adalah bukti ketidakmampuan Dinas Pariwisata memanfaatkan peluang untuk mengemas sebuah event berstandar internasional.

Jangankan menciptakan event baru, event tahunan yang sudah adan

seperti Pestival Bunga dan Buah pun tak mampu dirangkai dengan baik dan serius. Penyelenggaraan pesta rakyat yang digelar tiap awal bulan Juli itu dianggap monoton, hingga tak mampu menarik minat pengunjung.

Padahal tahun 2017 lalu, event ini sudah masuk dalam kalender wisata nasional. Namun tahun 2018 dan 2019 ini Pesta Bunga dan Buah tereminilasi. Hal ini jelas termasuk kemunduran yang merugikan masyarakat Karo dan pelaku wisata. “Alamnya sangat indah, tempat wisatanya juga banyak dan tak kalah dengan daerah lain, tapi tak masuk kalender wisata nasional, kan malu kita,” kritik Jhon Ginting, salah seorang warga Kabanjahe. Kenyataan ini membuktikan Pemkab Karo dan Dinas Pariwisatanya tak mampu bekerja dan menciptakan event berstandar internasional. “Modal awal sudah ada, hanya saja status daerah wisata ini yang tak bisa pemerintah daerah kelola untuk menciptakan event,” katanya.

Sementara itu, Pemkab Karo melalui Kepala Dinas Pariwisata Mulia Barus yang dikonfirmasi, Rabu (9/1) siang, mengaku tak malu meski Kabupaten Karo tak masuk kalender wisata nasional. “Iya, daerah kita memang tak masuk. Ngapain kita malu, masuk pun tak ada juga gunanya. Nggak ada bantuan apa-apa ke sini,” katanya.

Dipaparkan Mulia, tahun 2017 lalu Pesta Bunga dan Buah masuk dalam kalender wisata nasional. Namun hal itu memberikan dampak dan keuntungan apapun bagi Karo. “Masuk pun tak ada untungnya. Pesta Danau Toba pun tak masuk dalam 10 besar,” ungkapnya.

Lalu apa upaya pihaknya untuk mendongkrat sektor wisata Karo? Ditanya demikian, Mulia mengaku akan meningkatkan mutu gelaran event-event yang sudah ada. “Kita tingkatkan dan ciptakan event lagi. Seperti event Sinabung Tour sudah saya rancang dan usulkan,” jawabnya.

Menurut Mulia, selama ini Pemda Karo dan pihaknya tak tinggal diam untuk mendongkrak sektor wisata. Pihaknya juga sudah mengajukan Raperda Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Karo ke Kementerian Parawisata.

Muatan pada RIPPDA yang telah diusulkan meliputi pemanfaatan SDA yang berpotensi dan dimiliki masing-masing desa maupun Wilayah di Kabupaten Karo. Muatan lokal tersebut untuk mengembangkan icon-icon yang sudah melekat di daerah tersebut. “Pesta Bunga dan Buah, Pesta Budaya Mejuah-juah yang sudah terkenal,” terangnya. Sebelumnya pihak Kementerian Pariwisata lanjut Mulia, sudah setuju merealisasikan anggaran yang pihaknya usulkan. “Kita sudah melobi Kementerian Pariwisata belum lama ini. Kita usulkan anggaran Rp 17 miliar, namun yang disetujui sekitar Rp 6 miliar,” paparnya.

Apakah dana tersebut sudah dikucurkan? Mulia mengaku belum. “Kita tunggu saya, mudah-mudahan awal tahun ini dananya sudah turun,” harapnya seraya mengingatkan Kabupaten Karo juga masuk Kawasan Strategis Parawisata Nasional (KSPN) Danau Toba.

Maksimalkan 3 Event Pariwisata Nasional 2019

Sementara, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Utara mengakui, cuma ada tiga even pariwisata berskala nasional pada 2019. Namun begitu, untuk even skala lokal Disbudpar Sumut sudah merencanakan bakal ada penambahan.

Kadisbudpar Sumut Hidayati mengatakan, guna mendukung suksesi tiga even besar itu, pihaknya sudah mengalokasikan anggaran pada tahun ini dan siap berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait terutama pelaku-pelaku pariwisata. “Kami juga segera melakukan inventarisasi kebutuhan wisatawan di daerah (wisata) tersebut. Misalnya seperti Nias saat ini kami sudah melakukan sinergi dengan pemda setempat untuk inventarisasi kondisi infrastruktur dan sarana prasarananya,” katanya kepada Sumut Pos, Rabu (9/1).

Pihaknya mengamini, infrastruktur dan akses yang semakin mudah menuju destinasi wisata di Sumut jadi salah satu faktor penunjang peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Karenanya hal itu penting untuk disinergikan dengan pemda yang berada di kawasan wisata. “Dan dalam waktu dekat kami akan melakukan pembinaan kuliner halal kepada pelaku-pelaku kuliner, sehingga wisatawan Muslim tidak ragu untuk makan dan minum di area wisata selama berkunjung ke sana,” katanya.

Bahkan tak hanya itu, Disbudpar Sumut telah berencana pada 2019 akan lebih gencar mengadakan promosi dan menggelar even-even berskala internasional. Secara pribadi, Hidayati berniat akan menggali potensi wisata lain seperti Tanah Karo, Bahorok, Langkat, Kepulauan Nias dan Mandailing Natal. “Program ini sudah saya masukkan di APBD 2019. Kita juga akan coba menjadi tuan rumah Nias Sale 2019 seperti Sabang Sale 2017 yang merupakan program pusat (Kemenpar). Kemudian promosi-promosi kita harus lebih ditingkatkan sampai ke luar negeri. Lalu akan lebih banyak melaksanakan even dengan skala internasional, sehingga pariwisata kita yang ada di Sumut dapat lebih mendunia,” ungkapnya.

Diakui dia, dibutuhkan satu persepsi dan dukungan banyak pihak guna mewujudkan Sumut menjadi tuan rumah Sale Nias 2019. Terlebih Kemenpar siap mendanai semua rangkaian kegiatan itu jika Sumut benar-benar siap sebagai tuan rumah. “Ini memerlukan semua potensi, tidak hanya pelaku pariwisata semata. Para kepala daerah pun harus ikut andil merealisasikannya. Apalagi inikan dalam rangka mencapai satu juta pengunjung (wisman) tahun depan. Dan saya tidak hanya ingin fokus Danau Toba saja, juga Bahorok-Langkat, Nias serta Mandina dengan berbagai situs sejarah yang terdapat disana akan lebih kita kembangkan Begitu juga Batubara yang dekat dengan Pelabuhan Kualatanjung bisa kita kembangkan juga. Empat wilayah ini saja dulu kita kerjakan dan fokus tahun depan, itu sudah keren,” pungkasnya.

Anggota Komisi E DPRD Sumut, Zulfikar, berharap dengan digelarnya ketiga even itu bisa meningkatkan pariwisata di Sumut terutama di tiga daerah tersebut. Kata dia, Pemprovsu beserta pemda setempat harus benar-benar mempersiapkan diri sematang-matangnya agar even ini diharapkan bisa mendongkrak pariwisata Sumut yang lesuh. “Even ini juga bisa sebagai sarana evaluasi, sejauh mana objek-objek wisata di Sumut diminati, maka dibutuhkan survey terhadap respon pewisata terhadap pariwisata Sumut dan survey tadi dijadikan alat untuk melakukan perbaikan secara gradual,” ujar politisi PKS itu.

Khusus daerah-daerah yang belum ditunjuk sebagai lokasi pelaksanaan even, menurutnya bisa dijadikan pemicu untuk melakukan evaluasi tentang perhatian bersama terhadap sektor pariwisata di daerah tersebut. “Dari sisi potensi kita punya potensi yang besar, hanya saja sayang sekali perhatian kita terhadap sektor wisata ini masih kurang,” katanya.

Diketahui, dari 100 lebih even pariwisata nasional 2019, Sumut hanya kebagian tiga even saja yaitu Horas Samosir Fiesta (3-5 Maret), Festival Ya’ahowu (16-20 November), dan Festival Danau Toba (9-12 Desember). Daftar even pariwisata skala nasional ini bertujuan untuk meningkatkan 20 juta Kunjungan wisman selama 2019. Guna mewujudkan target tersebut, Kemenpar RI mengusung tema The Winner: Wonderful Indonesia Energy. Tema ini sengaja diangkat sebagai landasan spirit dan strategi untuk menjadi pemenang. Bahkan untuk mengikuti tren berwisata kaum milenial yang serba digital, Kemenpar RI merilis CoE 2019. Menurut Menpar Arief Yahya keberadaannya terbukti efektif untuk mempromosikan suatu destinasi atau event sehingga viral dan dikunjungi banyak orang.

Penyusunan CoE 2019 melibatkan enam orang yang berkompeten di bidangnya. Beberapa diantaranya adalah Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pariwisata Bidang Media dan Komunikasi, Taufik Rahzen, yang memberikan penilaian tentang media value event; Stafsus Menpar Bidang Komunikasi, Don Kardono; Taufik Rahzen yang menilai cultural value; Denny Malik; Dynand Fariz; Jacky Mussry yang menilai commercial value; dan Eko “PeCe” Supriyanto yang merupakan koreografer opening ceremony Asian Games 2018. (deo/prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/