27 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Pemko Medan Antisipasi Virus Hog Cholera, Babi Luar Daerah Harus Lewat RPH

SUNTIK: Petugas dari Dinas Peternakan saat menyuntikkan vaksin anti virus hog cholera, di salah satu peternakan milik warga di Sumut.
SUNTIK: Petugas dari Dinas Peternakan saat menyuntikkan vaksin anti virus hog cholera, di salah satu peternakan milik warga di Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan memperketat masuknya virus Hog Cholera pada babi dengan melakukan berbagai langkah. Salah satunya, melarang babi dari luar daerah yang masuk ke Kota Medan jika tidak melalui Rumah Potong Hewan (RPH).

“Satu-satunya cara ya cuma itu. Kita berkoordinasi kepada Dinas Peternakan Provinsi agar tidak membiarkan ternak babi dari luar Kota Medan masuk ke Kota Medan tanpa jalur yang benar. Semua babi yang masuk ke Kota Medan harus melalui RPH di Medan untuk diperiksa dulu kesehatannya,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (DPP) Kota Medan, Ikhsar Risyad Marbun kepada Sumut Pos, Kamis (9/1).

Selain itu, kata Ikhsar, pihaknya juga terus melakukan pegecekan sejumlah lokasi di Kota Medan yang masyarakatnya memelihara babi. “Sejauh ini kita pantau babi mereka sehat-sehat dan tidak ada lagi yang terkena virus itu,” katanya.

Soal berkembangnya virus Hog Cholera ke sejumlah wilayah di Sumut, Ikhsar membenarkannya. Untuk itu, ia terus meminta para pelaku usaha daging babi dan Dinas Peternakan Provinsi agar sama-sama menjaga masuknya babi ke Kota Medan secara ilegal.

“Karena sebenarnya, bangkai babi yang dibuang dan banyak ditemukan di Kota Medan selama ini adalah bangkai dari luar Kota Medan, umumnya dari Deliserdang. Kalaupun ada babi yang mati terkena virus itu di Medan, jumlahnya sangat sedikit,” kata Ikhsar.

Selain itu, lanjut Ikhsar, saat ini pihaknya juga terus melakukan sosialisasi ke pasar-pasar tradisional lewat surat edaran tentang keamanan mengkonsumsi daging babi. “Artinya, masyarakat yang biasa mengkonsumsi daging babi jangan sampai termakan informasi yang tidak jelas kebenarannya. Pemko Medan menegaskan, semua daging babi yang masuk dan dipotong di RPH, telah diperiksa kesehatannya dan aman untuk dikonsumsi. Hal ini juga dilakukan agar tidak menggangu perekonomian pedagang babi,” pungkasnya.

Ketua Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumut sekaligus anggota DPRD Medan, Hendri Duin meminta agar pengawasan itu tidak hanya sekadar wacana saja hingga masuknya babi dari luar Kota Medan di luar jalur tetap terjadi.

“Itu lah pentingnya zonasi tadi. Babi dari Medan jangan keluar, dan babi dari luar Kota Medan jangan masuk tanpa prosedur. Ini gak boleh cuma jadi cerita, tapi yang dikhawatirkan masih ada saja nanti babi yang masuk ke Kota Medan tanpa diperiksa dulu kesehatannya di RPH,” kata Hendri.

Soal sosialisasi, kata Hendri, hal itu juga merupakan langkah yang tepat, mengingat saat ini banyak sekali para pelaku usaha daging babi maupun makanan dari olahan daging babi yang mengaku merugi akibat isu-isu yang sudah terlanjur beredar di masyarakat.

“Akibatnya masyarakat ketika itu banyak yang tak mau makan daging babi lagi, banyak pedagang yang rugi dan mengakibatkan terganggunya perekonomian pelaku usaha. Kita minta agar sosialisasi melalui surat-surat edaran ini bisa diteruskan hingga kelebih banyak pasar tradisional lainnya, masyarakat harus dibere edukasi dan pemahaman yang benar,” ujarnya.

Warga Minta Kompensasi

Sementara itu, rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan memusnahkan ternak babi mendapat dukungan dari masyarakat.

Kepala Desa Pasar Melintang, Kecamatan Lubukpakam, David Sagala menjelaskan bahwa rencana pemusnahan ternak babi didukungan warga pemilik ternak.

Namun, kata David, warga mendukung asal ada kompensasi dari pemerintah. Selayaknya, kompensasi ganti rugi senilai Rp1 juta per ekor untuk indukan. Sedangkan, untuk anakan Rp500 ribuan per ekor.

“Kami sangat setujuh, karena pemusnahan ternak itu akan memutus mata rantai virus Hoq Kolera yang berasang di dalam tubuh babi,” bilangnya.

Disebutkan David, jumlah penduduk di desanya sekitar dua ribuan jiwa. Dan ternak babi yang ada di sana sekitar 3000 ekor. Setiap harinya, sepuluh ekor babi mati karena Hog Cholera.

“Setiap hari kami mengubur 7-10 ekor babi. Saya akui memang masih ada warga yang membuang bangkai babi ke sungai. Padahal uda ada kesepakatan agar warga jangan buang bangkai ke sungai,” ujarnya. (map/btr)

SUNTIK: Petugas dari Dinas Peternakan saat menyuntikkan vaksin anti virus hog cholera, di salah satu peternakan milik warga di Sumut.
SUNTIK: Petugas dari Dinas Peternakan saat menyuntikkan vaksin anti virus hog cholera, di salah satu peternakan milik warga di Sumut.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pemerintah Kota (Pemko) Medan memperketat masuknya virus Hog Cholera pada babi dengan melakukan berbagai langkah. Salah satunya, melarang babi dari luar daerah yang masuk ke Kota Medan jika tidak melalui Rumah Potong Hewan (RPH).

“Satu-satunya cara ya cuma itu. Kita berkoordinasi kepada Dinas Peternakan Provinsi agar tidak membiarkan ternak babi dari luar Kota Medan masuk ke Kota Medan tanpa jalur yang benar. Semua babi yang masuk ke Kota Medan harus melalui RPH di Medan untuk diperiksa dulu kesehatannya,” ujar Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan (DPP) Kota Medan, Ikhsar Risyad Marbun kepada Sumut Pos, Kamis (9/1).

Selain itu, kata Ikhsar, pihaknya juga terus melakukan pegecekan sejumlah lokasi di Kota Medan yang masyarakatnya memelihara babi. “Sejauh ini kita pantau babi mereka sehat-sehat dan tidak ada lagi yang terkena virus itu,” katanya.

Soal berkembangnya virus Hog Cholera ke sejumlah wilayah di Sumut, Ikhsar membenarkannya. Untuk itu, ia terus meminta para pelaku usaha daging babi dan Dinas Peternakan Provinsi agar sama-sama menjaga masuknya babi ke Kota Medan secara ilegal.

“Karena sebenarnya, bangkai babi yang dibuang dan banyak ditemukan di Kota Medan selama ini adalah bangkai dari luar Kota Medan, umumnya dari Deliserdang. Kalaupun ada babi yang mati terkena virus itu di Medan, jumlahnya sangat sedikit,” kata Ikhsar.

Selain itu, lanjut Ikhsar, saat ini pihaknya juga terus melakukan sosialisasi ke pasar-pasar tradisional lewat surat edaran tentang keamanan mengkonsumsi daging babi. “Artinya, masyarakat yang biasa mengkonsumsi daging babi jangan sampai termakan informasi yang tidak jelas kebenarannya. Pemko Medan menegaskan, semua daging babi yang masuk dan dipotong di RPH, telah diperiksa kesehatannya dan aman untuk dikonsumsi. Hal ini juga dilakukan agar tidak menggangu perekonomian pedagang babi,” pungkasnya.

Ketua Asosiasi Peternak Babi (Asperba) Sumut sekaligus anggota DPRD Medan, Hendri Duin meminta agar pengawasan itu tidak hanya sekadar wacana saja hingga masuknya babi dari luar Kota Medan di luar jalur tetap terjadi.

“Itu lah pentingnya zonasi tadi. Babi dari Medan jangan keluar, dan babi dari luar Kota Medan jangan masuk tanpa prosedur. Ini gak boleh cuma jadi cerita, tapi yang dikhawatirkan masih ada saja nanti babi yang masuk ke Kota Medan tanpa diperiksa dulu kesehatannya di RPH,” kata Hendri.

Soal sosialisasi, kata Hendri, hal itu juga merupakan langkah yang tepat, mengingat saat ini banyak sekali para pelaku usaha daging babi maupun makanan dari olahan daging babi yang mengaku merugi akibat isu-isu yang sudah terlanjur beredar di masyarakat.

“Akibatnya masyarakat ketika itu banyak yang tak mau makan daging babi lagi, banyak pedagang yang rugi dan mengakibatkan terganggunya perekonomian pelaku usaha. Kita minta agar sosialisasi melalui surat-surat edaran ini bisa diteruskan hingga kelebih banyak pasar tradisional lainnya, masyarakat harus dibere edukasi dan pemahaman yang benar,” ujarnya.

Warga Minta Kompensasi

Sementara itu, rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Utara akan memusnahkan ternak babi mendapat dukungan dari masyarakat.

Kepala Desa Pasar Melintang, Kecamatan Lubukpakam, David Sagala menjelaskan bahwa rencana pemusnahan ternak babi didukungan warga pemilik ternak.

Namun, kata David, warga mendukung asal ada kompensasi dari pemerintah. Selayaknya, kompensasi ganti rugi senilai Rp1 juta per ekor untuk indukan. Sedangkan, untuk anakan Rp500 ribuan per ekor.

“Kami sangat setujuh, karena pemusnahan ternak itu akan memutus mata rantai virus Hoq Kolera yang berasang di dalam tubuh babi,” bilangnya.

Disebutkan David, jumlah penduduk di desanya sekitar dua ribuan jiwa. Dan ternak babi yang ada di sana sekitar 3000 ekor. Setiap harinya, sepuluh ekor babi mati karena Hog Cholera.

“Setiap hari kami mengubur 7-10 ekor babi. Saya akui memang masih ada warga yang membuang bangkai babi ke sungai. Padahal uda ada kesepakatan agar warga jangan buang bangkai ke sungai,” ujarnya. (map/btr)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/